Вы находитесь на странице: 1из 24

REFERAT

BELL’S PALSY
Pembimbing :
dr. Iman Budiarto , Sp. S

Oleh :
Nissa Abiyya Ihwanah J510170085

KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
Pendahuluan
Bell’s palsy merupakan kelemahan ataupun kelumpuhan saraf fasialis perifer dan penyebab tersering lower motor neuron facial palsy
bersifat akut, unilateral dan penyebabnya belum diketahui secara pasti (idiopatik). Bell’s palsy ini pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1812 oleh Sir Charles Bell, seorang peneliti scotlandia, yang mempelajari mengenai persarafan otot-otot wajah (Timothy et all,
2015).

Insiden sindrom bell’s palsy ini berkisar 23 kasus per 100.000 orang setiap tahunnya. Berdasarkan manifestasi klinisnya, terkadang
masyarakat awam mengganggap sindrom bell’s palsy sebagai serangan stroke atau yang berhubungan dengan tumor sehingga perlu
diketahui penerapan klinis sindrom bell’s palsy tanpa

melupakan diagnosa banding yang kemungkinan diperoleh dari klinis yang sama (Lowis & Gaharu 2012).

Masalah kecacatan yang ditimbulkan oleh Bell’s palsy cukup kompleks, yaitu meliputi impairment (kelainan di tingkat organ) berupa
ketidak-simetrisnya wajah, kaku dan bahkan bisa berakibatnya terjadi kontraktur; disability / ketidakmampuan (di tingkat individu)
berupa keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari berupa gangguan makan dan minum, gangguan menutup mata, serta gangguan
berbicara dan ekspresi wajah; dan masalah dari segi psikologis penderita (Timothy et all, 2015).
Anatomi
Definisi

Bell’s palsy adalah lesi pada nervus fasialis perifer


unilatral yang bersifar akut, tidak diketahui penyebabnya,
sehingga menyebabkan kelemahan pada otot-otot untuk
ekspresi wajah. (Suroto et al., 2014)
Etiologi

- Iskemik Beberapa kasus


vaskular Hipotesis virus lebih Bell’s palsy
banyak dibahas
- virus sebagai etiologi  disebabkan
herpes simpleks (HSV) Iskemia ec
- Bakteri di ganglion diabetes dan
genikulatum (Lowis &
- Herediter Gaharu 2012). aterosklerosis
imunologi (Gilden, 2004).
Epidemiologi

Insiden Bell’s palsy dilaporkan sekitar 40-70% dari semua


kelumpuhan saraf fasialis perifer akut (Marsk et all, 2010).

Prevalensi rata-rata berkisar antara 10–30 pasien per


100.000 populasi per tahun dan meningkat sesuai
pertambahan umur.
Insiden meningkat pada penderita diabetes dan wanita
hamil. Sekitar 8-10% kasus berhubungan dengan riwayat
keluarga pernah menderita penyakit ini (Munilson, 2013).
Patofisiologi
• Dalam perjalanannya menuju otot-otot wajah, nervus fasialis
memasuki tulang temporalis melalui kanalis falopi dan keluar melalui
foramen stilomastoideus. Bagian tersempit dari kanalis falopi yaitu
pada sisi lateral dari kanalis auditorius internus. Dugaan paling kuat
dari mekanisme Bell’s palsy adalah terjadi inflamasi pada nervus
fasialis pada saat melewati bagian tersempit dari kanalis falopi,
sehingga terjadi penekanan pada nervus fasialis. Akibat tekanan
tersebut akan terjadi iskemia. Bukti adanya inflamasi pada nervus
fasialis adalah adanya gambaran enhancement nervus fasialis pada
pemeriksaan MRI pada pasien bells palsy akut (Suroto et all, 2014)
Manifestasi klinik
Gejala Bell’s palsy dapat berupa kelumpuhan otot- otot wajah pada satu
sisi yang terjadi secara tiba-tiba beberapa jam sampai beberapa hari.
Pasien juga mengeluhkan nyeri di sekitar telinga, rasa bengkak atau kaku
pada wajah walaupun tidak ada gangguan sensorik. Kadang- kadang diikuti
oleh hiperakusis, berkurangnya produksi air mata, hipersalivasi dan
berubahnya pengecapan. Kelumpuhan saraf fasialis dapat terjadi secara
parsial atau komplit. Kelumpuhan parsial dalam 1–7 hari dapat berubah
menjadi kelumpuhan komplit (Tiemstra et all, 2007).

Manifestasi klinis bell’s palsy dapat berbeda tergantung lesi pada perjalanan
saraf fasialis.
Lesi di luar foramen stilomastoideus (1)
• Mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat
• Makanan berkumpul di antar pipi dan gusi, sensasi dalam (deep sensation) di wajah
menghilang.
• Lipatan kulit dahi menghilang
• Mata yang terkena tidak tertutup/tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.
Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani) (2)
• Gejala dan tanda klinik (1)
• Ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di
sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan
terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di
mana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis.
Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius) (3)
• Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), (2) + hiperakusis.
Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion
genikulatum) (4)
• Gejala dan tanda klinik seperti (1), (2), (3)
• Disertai dengan nyeri di belakang dan di dalam liang telinga. Kasus seperti ini
dapat terjadi pasca herpes di membran timpani dan konka. Ramsay Hunt
adalah paralisis fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di
ganglion genikulatum.

Lesi di daerah meatus akustikus interna (5)

• Gejala dan tanda klinik seperti (1), (2), (3), (4)


• Ditambah dengan tuli sebagi akibat dari terlibatnya nervus akustikus. f. Lesi di
tempat keluarnya nervus fasialis dari pons. + disertai gejala dan tanda
terlibatnya nervus trigeminus, nervus akustikus, dan kadang juga nervus
abdusens, nervus aksesorius, dan nervus hipoglosus (Djamil, 2003).
Diagnosis Banding
Penegakan Diagnosis
• Penderita merasakan ada kelainan di mulut pada saat bangun tidur,
menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara. Setelah
merasakan adanya kelainan di daerah mulut maka penderita biasanya
memperhatikannya lebih cermat dengan menggunakan cermin
(Djamil, 2003). Mulut tampak mencong terlebih pada saat meringis,
kelopak mata tidak dapat dipejamkan (lagoftalmos), waktu penderita
disuruh menutup kelopak matanya maka bola mata tampak berputar
(fenomena bell).
• Penderita tidak dapat bersiul atau meniup, apabila berkumur atau
minum maka air keluar melalui sisi mulut yang lumpuh. Selanjutnya
gejala dan tanda klinik lainnya berhubungan dengan tempat/lokasi
lesi. (Djamil, 2003, Afzal Mir, 2003). (Bahrudin, 2013).
Pemeriksaan penunjang
Uji kepekaan saraf (Nerve excitability test)
• Membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri & kanan setelah diberi rangsang listrik. Perbedaan
rangsang >3,5 mA  patologik dan >20 mA  kerusakan n.fasialis ireversibel.
Uji konduksi saraf (Nerve conduction test)
• Menentukan derajat denervasi  mengukur kecepatan hantaran listrik pada nervus fasialis kiri dan
kanan.
Elektromiografi
• Pemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otot-otot wajah.

Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah


• Pemeriksaan fungsi pengecap yaitu rasa manis (gula), rasa asam dan rasa pahit (pil kina).
• Elektrogustometri membandingkan reaksi antara sisi yang sehat dan yang sakit dengan stimulasi
listrik pada 2/3 bagian depan lidah terhadap rasa kecap pahit atau metalik. Gangguan rasa kecap
pada BP menunjukkan letak lesi n. fasialis setinggi khorda timpani atau proksimalnya.
Uji Schirmer
• Menggunakan kertas filter yang di letakkan di belakang kelopak mata bagian bawah kiri
dan kanan. Penilaian berdasarkan atas rembesan air mata pada kertas filter; berkurang
atau mengeringnya air mata menunjukkan lesi n.fasialis setinggi ggl. genikulatum.
(Bahrudin, 2011)
MRI
• MRI dilakukan pada kasus yang kita curigai suatu neoplasma tulang temporal, tumor otak,
tumor parotis, riwayat paralisis rekuren, curiga adanya lesi pada Cerebellopontine Angle
(CPA), terdapat kelainan pada telinga tengah (otitis media akut, otitis media kronik atau
kolesteatom), ada riwayat trauma serta pada pasien yang belum menunjukan perbaikan
paralisisnya dalam 1 bulan atau untuk mengevaluasi multiple sklerosis.
• Gambaran MRI BP  peningkatan gadolinium saraf pada bagian distal kanalis auditorius
interna dan ganglion genikulatum yang merupakan lokasi tersering terjadinya edema saraf
fasialis yang menetap (Munilson, 2013).
Penatalaksanaan
• Tujuan penatalaksanaan Bell’s palsy adalah untuk
mempercepat penyembuhan, mencegah kelumpuhan parsial
menjadi kelumpuhan komplit, meningkatkan angka
penyembuhan komplit, menurunkan insiden sinkinesis dan
kontraktur serta mencegah kelainan pada mata.
Medikamentosa
Penatalaksanaan Bell’s palsy kortikosteroid dan antiviral. Kortikosteroid 
mencegah degenerasi saraf, mengurangi sinkinesis, meringankan nyeri dan
mempercepat penyembuhan inflamasi pada saraf fasialis. Acyclovir 
menghambat replikasi DNA virus (Tiemstra et all, )

Prednison  Dosis 60 mg/hari selama 5 hari dan diturunkan menjadi 40 mg/hari


selama 5 hari berikutnya.

Acyclovir atau obat jenis lainnya seperti Valaciclovir, Famciclovir dan Sorivudine yang
mempunyai bioavailabilitas yang lebih baik dari Acyclovir. Dosis Acyclovir diberikan 400 mg 5
kali sehari selama 10 hari atau Valaciclovir 500 mg 2 kali sehari selama 5 hari. Kombinasi
penggunaan kortikosteroid dan Antiviral oral memberikan hasil yang lebih baik daripada
penggunaan kortikosteroid oral saja dan akan lebih baik bila terapi diberikan dalam 72 jam
pertama.
Operasi
• Terapi pembedahan pada kasus Bell’s palsy masih kontroversi.
Terapi dekompresi saraf fasialis hanya dilakukan pada
kelumpuhan yang komplit atau hasil pemeriksaan
elektroneurography (ENoG) menun jukan penurunan amplitudo
lebih dari 90%. Karena lokasi lesi saraf fasialis ini sering
terdapat pada segmen labirin, maka pada pembedahan
digunakan pendekatan middle fossa subtemporal craniotomy
sedangkan bila lesi terdapat pada segmen mastoid dan timpani
digunakan pendekatan transmastoid (Munilson, 2013).
Non-medikamentosa

Perawatan mata  mencegah terjadinya kekeringan pada kornea karena


kelopak mata yang tidak dapat menutup sempurna dan produksi air mata
yang berkurang.

fisioterapi  untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh dengan caranya


memberikan radiasi sinar infra red pada sisi yang lumpuh. Terapi ini diberikan setiap
hari sampai terdapat kontraksi aktif dari otot dan 2 kali dalam seminggu sampai
tercapainya penyembuhan yang komplit.

Massage pada otot wajah selama 5 menit pagi dan sore hari.
Prognosis

Prognosis Bell’s palsy tergantung pada jenis


Kelumpuhan parsial (inkomplit)
kelumpuhannya, usia pasien dan derajat
mempunyai prognosis yang lebih baik.
kelumpuhan.

Bell’s palsy dengan House-Brackmann


kurang dari Derajat II dapat sembuh
Anak-anak juga mempunyai prognosis yang
sempurna, sedangkan pada House-
baik dibanding orang dewasa dan sekitar
Brackmann lebih dari derajat IV sering
96,3% pasien.
terdapat deformitas wajah yang permanen
(Yeo et all, 2007).
• Sistim House-Brackmann digunakan untuk menentukan derajat
kerusakan saraf fasialis dengan cara menilai fungsi motorik
otot-otot wajah.
• Derajat II-V merupakan kelumpuhan parsial sedangkan derajat VI
merupakan kelumpuhan komplit (Munilson, 2013).

Derajat Disfungsi
Derajat I Normal
Derajat II Ringan
Derajat III dan IV Sedang
Derajat V Berat
Derajat VI Total paralisis
Kesimpulan
• Bell’s palsy adalah kelemahan atau kelumpuhan saraf perifer wajah (
N. Facialis) secara akut pada sisi sebelah wajah, penyakit ini bersifat
sembuh sendiri (self limited). Kontroversi dalam tatalaksana masih
diperdebatkan, dan penyebabnya masih tidak diketahui dengan pasti.
Hipotesis penyebabnya antara lain iskemisk, vaskuler, virus, bakteri,
herediter dan imunologi. Terapi yang dilakukan selama ini adalah
untuk meningkat fungsi saraf wajah dan proses penyembuhan.
Modalitas terapi bell’s palsy yaitu dengan kortikosteroid dan antiviral,
latihan fasial, elektrstimulasi, fisioterpi dan operasi dekompresi
sekitar 80-90% pasien bell’s palsy sembuh total dalam 6 bulan.
Daftar Pustaka
Almeida, D. J., 2014. Management of Bells Palsy: Clinical Practice Guidline. Canadian Med, 186(12), pp. 917-922.
Bachrudin, M., 2011. Bells Palsy. Bagian saraf universitas Muhammadiyah Malang, 7(15), pp. 20-25.
Djamil, Y. & Basjiruddin, 2003. Paralisis Bell. 1 penyunt. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Eviston, T. J., Croxson, G. R., Kennedy, P. G. & Hadlock, T., 2015. Bell's Palsy : aetiology, clinical features and
multidislinary care. Neurol Neurosurg Psychiatry, 86(1), pp. 1356-1361.
Gilden, D., 2004. Bells palsy. New England Of Med, 351(13), pp. 23-31.
Lowis, H. & Gaharu, M., 2012. Bell's Palsy. Diagnosis dan Tata Laksana di Pelayanan Primer , 62(1), p. 32.
Marsk, E., Hammarstedt, L. & Berg, 2010. Early Deteroiration in Bells Palsy : Prognosis and Effect of Prednisolone.
Otology and Neurology, 31(1), pp. 1503-07.
Munilson, J., Edward, Y. & Triana, W., 2013. Diagnosis dan Penatalaksanaan Bell's Plasy. Bagian Telinga Hidung
Tenggorok Bedah kepala Leher, 1(1), pp. 1-7.
Snell, R., 2012. Clinical Anatomy. Regions, 6(1), pp. 35-45.
Suroto. 2008. Gangguan Pembuluh darah otak, dalam buku ajar ilmu penyakit saraf. BEM Fakultas Kedokteran.
Universitas Sebelas Maret Surakarta Press. Pp 87-94
Tiemstra, J. & Khatkhate, N., 2007. Bell's Palsy : Diagnosis and Management. American Journal Family Physician, 76(7),
pp. 997-1002.
Yeo, S., Lee, D. & Jun, B., 2007. Analysis of Prognostic factor in Bell's Palsy and Ramsay Hunt Syndrome.. Auris Nasus
Larynx, 34(1), pp. 553-557.
TERIMAKASIH

Вам также может понравиться

  • JUDUL
    JUDUL
    Документ96 страниц
    JUDUL
    Nissa Abiyya Ihwanah
    Оценок пока нет
  • Case Report
    Case Report
    Документ34 страницы
    Case Report
    Nissa Abiyya Ihwanah
    Оценок пока нет
  • Local Anesthetic Toxicity
    Local Anesthetic Toxicity
    Документ16 страниц
    Local Anesthetic Toxicity
    Nissa Abiyya Ihwanah
    Оценок пока нет
  • Cara Baca Foto Toraks
    Cara Baca Foto Toraks
    Документ35 страниц
    Cara Baca Foto Toraks
    NurulAtika
    100% (2)
  • Kasus THT
    Kasus THT
    Документ34 страницы
    Kasus THT
    Nissa Abiyya Ihwanah
    Оценок пока нет
  • Jurnal Osteimilitiis Nissa
    Jurnal Osteimilitiis Nissa
    Документ7 страниц
    Jurnal Osteimilitiis Nissa
    Nissa Abiyya Ihwanah
    Оценок пока нет
  • Kasus THT
    Kasus THT
    Документ34 страницы
    Kasus THT
    Nissa Abiyya Ihwanah
    Оценок пока нет
  • Local Anesthetic Toxicity
    Local Anesthetic Toxicity
    Документ16 страниц
    Local Anesthetic Toxicity
    Nissa Abiyya Ihwanah
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Medikolegal
    Laporan Kasus Medikolegal
    Документ16 страниц
    Laporan Kasus Medikolegal
    Nissa Abiyya Ihwanah
    Оценок пока нет
  • BIK
    BIK
    Документ6 страниц
    BIK
    Nissa Abiyya Ihwanah
    Оценок пока нет
  • Jurnal Mata
    Jurnal Mata
    Документ4 страницы
    Jurnal Mata
    Nissa Abiyya Ihwanah
    Оценок пока нет
  • Ceramah
    Ceramah
    Документ2 страницы
    Ceramah
    Nissa Abiyya Ihwanah
    Оценок пока нет
  • Mo
    Mo
    Документ27 страниц
    Mo
    Nissa Abiyya Ihwanah
    Оценок пока нет
  • Case THT
    Case THT
    Документ1 страница
    Case THT
    Nissa Abiyya Ihwanah
    Оценок пока нет
  • Journal Kulit Fix
    Journal Kulit Fix
    Документ33 страницы
    Journal Kulit Fix
    Nissa Abiyya Ihwanah
    Оценок пока нет
  • Case
    Case
    Документ12 страниц
    Case
    Nissa Abiyya Ihwanah
    Оценок пока нет
  • Dev Perkembangan Jiwa Anak
    Dev Perkembangan Jiwa Anak
    Документ51 страница
    Dev Perkembangan Jiwa Anak
    Sandhya Putri Arisanti
    Оценок пока нет
  • Pohon Keluarga Anak
    Pohon Keluarga Anak
    Документ3 страницы
    Pohon Keluarga Anak
    Nissa Abiyya Ihwanah
    Оценок пока нет
  • X Foto Thorax AP
    X Foto Thorax AP
    Документ1 страница
    X Foto Thorax AP
    Nissa Abiyya Ihwanah
    Оценок пока нет
  • Analisa Kasus
    Analisa Kasus
    Документ1 страница
    Analisa Kasus
    Nissa Abiyya Ihwanah
    Оценок пока нет