Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BELL’S PALSY
Pembimbing :
dr. Iman Budiarto , Sp. S
Oleh :
Nissa Abiyya Ihwanah J510170085
Insiden sindrom bell’s palsy ini berkisar 23 kasus per 100.000 orang setiap tahunnya. Berdasarkan manifestasi klinisnya, terkadang
masyarakat awam mengganggap sindrom bell’s palsy sebagai serangan stroke atau yang berhubungan dengan tumor sehingga perlu
diketahui penerapan klinis sindrom bell’s palsy tanpa
melupakan diagnosa banding yang kemungkinan diperoleh dari klinis yang sama (Lowis & Gaharu 2012).
Masalah kecacatan yang ditimbulkan oleh Bell’s palsy cukup kompleks, yaitu meliputi impairment (kelainan di tingkat organ) berupa
ketidak-simetrisnya wajah, kaku dan bahkan bisa berakibatnya terjadi kontraktur; disability / ketidakmampuan (di tingkat individu)
berupa keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari berupa gangguan makan dan minum, gangguan menutup mata, serta gangguan
berbicara dan ekspresi wajah; dan masalah dari segi psikologis penderita (Timothy et all, 2015).
Anatomi
Definisi
Manifestasi klinis bell’s palsy dapat berbeda tergantung lesi pada perjalanan
saraf fasialis.
Lesi di luar foramen stilomastoideus (1)
• Mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat
• Makanan berkumpul di antar pipi dan gusi, sensasi dalam (deep sensation) di wajah
menghilang.
• Lipatan kulit dahi menghilang
• Mata yang terkena tidak tertutup/tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.
Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani) (2)
• Gejala dan tanda klinik (1)
• Ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di
sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan
terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di
mana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis.
Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius) (3)
• Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), (2) + hiperakusis.
Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion
genikulatum) (4)
• Gejala dan tanda klinik seperti (1), (2), (3)
• Disertai dengan nyeri di belakang dan di dalam liang telinga. Kasus seperti ini
dapat terjadi pasca herpes di membran timpani dan konka. Ramsay Hunt
adalah paralisis fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di
ganglion genikulatum.
Acyclovir atau obat jenis lainnya seperti Valaciclovir, Famciclovir dan Sorivudine yang
mempunyai bioavailabilitas yang lebih baik dari Acyclovir. Dosis Acyclovir diberikan 400 mg 5
kali sehari selama 10 hari atau Valaciclovir 500 mg 2 kali sehari selama 5 hari. Kombinasi
penggunaan kortikosteroid dan Antiviral oral memberikan hasil yang lebih baik daripada
penggunaan kortikosteroid oral saja dan akan lebih baik bila terapi diberikan dalam 72 jam
pertama.
Operasi
• Terapi pembedahan pada kasus Bell’s palsy masih kontroversi.
Terapi dekompresi saraf fasialis hanya dilakukan pada
kelumpuhan yang komplit atau hasil pemeriksaan
elektroneurography (ENoG) menun jukan penurunan amplitudo
lebih dari 90%. Karena lokasi lesi saraf fasialis ini sering
terdapat pada segmen labirin, maka pada pembedahan
digunakan pendekatan middle fossa subtemporal craniotomy
sedangkan bila lesi terdapat pada segmen mastoid dan timpani
digunakan pendekatan transmastoid (Munilson, 2013).
Non-medikamentosa
Massage pada otot wajah selama 5 menit pagi dan sore hari.
Prognosis
Derajat Disfungsi
Derajat I Normal
Derajat II Ringan
Derajat III dan IV Sedang
Derajat V Berat
Derajat VI Total paralisis
Kesimpulan
• Bell’s palsy adalah kelemahan atau kelumpuhan saraf perifer wajah (
N. Facialis) secara akut pada sisi sebelah wajah, penyakit ini bersifat
sembuh sendiri (self limited). Kontroversi dalam tatalaksana masih
diperdebatkan, dan penyebabnya masih tidak diketahui dengan pasti.
Hipotesis penyebabnya antara lain iskemisk, vaskuler, virus, bakteri,
herediter dan imunologi. Terapi yang dilakukan selama ini adalah
untuk meningkat fungsi saraf wajah dan proses penyembuhan.
Modalitas terapi bell’s palsy yaitu dengan kortikosteroid dan antiviral,
latihan fasial, elektrstimulasi, fisioterpi dan operasi dekompresi
sekitar 80-90% pasien bell’s palsy sembuh total dalam 6 bulan.
Daftar Pustaka
Almeida, D. J., 2014. Management of Bells Palsy: Clinical Practice Guidline. Canadian Med, 186(12), pp. 917-922.
Bachrudin, M., 2011. Bells Palsy. Bagian saraf universitas Muhammadiyah Malang, 7(15), pp. 20-25.
Djamil, Y. & Basjiruddin, 2003. Paralisis Bell. 1 penyunt. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Eviston, T. J., Croxson, G. R., Kennedy, P. G. & Hadlock, T., 2015. Bell's Palsy : aetiology, clinical features and
multidislinary care. Neurol Neurosurg Psychiatry, 86(1), pp. 1356-1361.
Gilden, D., 2004. Bells palsy. New England Of Med, 351(13), pp. 23-31.
Lowis, H. & Gaharu, M., 2012. Bell's Palsy. Diagnosis dan Tata Laksana di Pelayanan Primer , 62(1), p. 32.
Marsk, E., Hammarstedt, L. & Berg, 2010. Early Deteroiration in Bells Palsy : Prognosis and Effect of Prednisolone.
Otology and Neurology, 31(1), pp. 1503-07.
Munilson, J., Edward, Y. & Triana, W., 2013. Diagnosis dan Penatalaksanaan Bell's Plasy. Bagian Telinga Hidung
Tenggorok Bedah kepala Leher, 1(1), pp. 1-7.
Snell, R., 2012. Clinical Anatomy. Regions, 6(1), pp. 35-45.
Suroto. 2008. Gangguan Pembuluh darah otak, dalam buku ajar ilmu penyakit saraf. BEM Fakultas Kedokteran.
Universitas Sebelas Maret Surakarta Press. Pp 87-94
Tiemstra, J. & Khatkhate, N., 2007. Bell's Palsy : Diagnosis and Management. American Journal Family Physician, 76(7),
pp. 997-1002.
Yeo, S., Lee, D. & Jun, B., 2007. Analysis of Prognostic factor in Bell's Palsy and Ramsay Hunt Syndrome.. Auris Nasus
Larynx, 34(1), pp. 553-557.
TERIMAKASIH