Вы находитесь на странице: 1из 18

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn.

S DENGAN
MASALAH KEPERAWATAN HALUSINASI
PENDENGARAN DI WILAYAH
KERJA UPT PUSKESMAS
LABUHAN BADAS

KARYA TULIS ILMIAH

H A L I YAW AT I
NIM : 042001S13013

YAY A S A N P E N D I D I K A N D A N K E B U D AY A A N S A M A W A
A K A D E M I K E P E R AWATA N S A M AWA
S U M B AWA B E S A R
2016
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di masa dahulu gangguan jiwa dipandang sebagai kerasukan setan, hukuman karena
pelanggaran sosial atau agama, kurang minat atau semangat dan pelanggaran norma sosial.
Sampai abad ke-19, penderita gangguan jiwa dinyatakan tidak dapat disembuhkan dan
dibelenggu dalam penjara tanpa diberi makanan, tempat berteduh, atau pakaian yang cukup.
Namun, saat ini gangguan jiwa didefinisikan dan ditangani sebagai masalah medis.Salah satu
dari gangguan jiwa adalah skizofrenia.
Skizofrenia menurut (Herman,2008) adalah sebagai penyakit neurologis yang
mempengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya
(Neurological disease that affects a person’s reception, thinking, language, emotion, and
social behavior),Salah satu gejala umum skizofrenia adalah halusinasi, halusinasi ada berapa
macam dan salah satunya adalah halusinasi penglihatan dan pendengaran klien dengan
halusinasi pendengaran dan penglihatan sering kali mendengar suara-suara dan suatu objek
yang langsung ditunjukan pada klien dan biasanya isi suara dan objek yang dilihat tersebut
tidak menyenangkan, bersifat menghina atau menuduh. Hal ini menyebabkan klien tidak
tenang, gelisah, merasa tidak aman, dan akhirnya menimbulkan kekerasan yang
berkepanjangan (Rasmun, 2009).
1.2 Rumusan Masalah
“Bagaimana penerapan proses asuhan keperawatan pada Tn. S dengan
masalah keperawatan Halusinasi pendengaran di wilayah kerja UPT Pukesmas
Labuhan Badas ?’’
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui penerapan proses asuhan keperawatan pada Tn. S dengan
masalah keperawatan Halusinasi Pendengaran di wilayah kerja UPT Puskesmas
Labuhan Badas.
1.3.1 Tujuan Khusus
1. Melaksanakan pengkajian keperawatan pada Tn. S dengan masalah
keperawatan Halusinasi Pendengaran di wilayah kerja UPT Pukesmas Labuhan
Badas.
2. Merumuskan diagnosa keparawatan pada Tn. S dengan masalah keperawatan
Halusinasi Pendengaran di wilayah kerja UPT Pukesmas Labuhan Badas.
3. Menentukan rencana keperawatan pada Tn. S dengan masalah keperawatan
Halusinasi pendengaran di wilayah kerja UPT Pukesmas Labuhan Badas.
4. Melaksanakan implementasi keperawatan pada Tn. S dengan masalah
keperawatan Halusinasi Pendengaran di wilayah kerja UPT Pukesmas Labuhan
Badas.
5. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada Tn. S dengan masalah keperawatan
Halusinasi Pendengaran di wilayah kerja (UPT) Pukesmas Labuhan Badas.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Skizofrenia


2.1.1 Pengertian
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisitem dan serius yang
mengibatkan prilaku psikotik, pemikiran kongkrit, dan kesulitan dalam
memproses informasi, hubungan interpersonal serta memecahkan masalah.
(Stuart, 2008).
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab
ditemukan perjalan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung
pada perimbangan pengaruh genetik, dan sosial budaya (Maslim,2008).
Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik yang kronik, sering
meredah, sering hilang timbul, namun hilang timbul dengan manifestasi klinis
yang amat luas variasinya (Kaplan, 2008)
2.1.2 Etiologi
Etiologi Skizoprenia menurut Maramis (2008) antara lain:
1. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penilitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-
1,8%, bagi saudara kandung 7-15%, bagi anak dengan salah satu orang tua
yang menderita skizofrenia 40-68%, kembar 2 telur 2-15%.
2. Endokrin
Teori ini di kemukakan berhubungan dengan sering timbulnya skizofrenia pada
waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimak terium
tetapi teori tidak dapat dibuktikan
3. Metabolisme
Teori ini di dasarkan karena penderita skizofrenia tampak pucat, tidak sehat,
ujung extrimitas agak sianosis nafsu makan berkurang dan berat badan
menurun serta pada penderita dengan stupor katakonik konsumsi zat asam
menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat
halusinogenik.
4. Sususnan Saraf Pusat
Penyebab skizofrenia diarahkan pada kelainan susunan saraf pusat yaitu
pada ensefalon atau kortek otak tetapi kelainan patologis yang
ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau
merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
5. . Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga
sekarang tidak dapat ditemlukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang
khas pada susunan saraf pusat tetapi Meyer mengakui bahwa suatu konstitusi
yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia.
Menurut meyer skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah , suatu
maladaptasi sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan
orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme)
6. Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego , yang dapat timbul karena penyebab
psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak
bertenaga lagi dan Id yang berkuasa seta terjadi suatu regresi ke fase narsisime
dan (3) kehilangan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga
terapi psikoanalatik tidak mungkin
7. Eugen Bleurer
Penggunaan skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa terpecah
belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir persaaan dan
perbuatan. Bleurer membagi gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala
primer (gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan
otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi, dan gejala katatonik atau gangguan
psikomotorik yang lain).
8. Teori Lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-
macam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan
jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak arterosklerosis otak dan penyakit lain
yang belum diketahui.
9. Ringkasan
Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab skizopfrenia dapat dikatakan
bahwa factor keturuna mempunyai pengaruh. Factor yang mempercepat, yang
menjadikan manifest atau factor pencetus (presi pitating) seperti penyakit badaniah
atau stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan skizofrenia, walaupun
pengaruhnya terhadap suatu penyakit.
2.1.4 Pembagian Skizofrenia
1. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kadang
kala emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir sukar
ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-
lahan.
2. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau sub akut dan sering timbul pada masa
remaja antara 15 - 25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses
berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersenalisasi atau double
personality. Gangguan psikomotor seperti neoligisme atau perilaku kekanak-
kanakan sering terdapat, waham dan halusinasi bnyak sekali.
3. Skizofrenia Katatonik
Timbulnya pertama kali umur 15-30 dan biasanya akut serta sering di dahului
oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonuk atau stupor
katatonik.
4. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham, disertai dengan waham-waham
sekunder halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya
gangguan afek emosi dan kemauan.
5. Episode Skizopreni Akut
Gejala skizofrenia timbul mendadak sekali dan klien seperti dalam keadaan
mimpi . kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan
seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan
akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.
6. Skizofrenia Residual
Keadaan skizofrenia dengan gejala primernya Bleurer, tetapi tidak jelas
adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali
serangan skizofrenia.
7. Skizofrenia Skizo Afektif
Disamping gejala skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan juga
gejala-gejala depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini
cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek tetapi mungkin juga timbul
serangan lagi.
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1 Konsep Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa pada individu
yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan.
Klien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada Keliat (2009).
2.2.1 Konsep Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa pada individu
yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan atau
penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada Keliat
(2009).
2.2.2 Pengkajian
Proses keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh
perawat bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan
dengan melakukan pengkajian, menentukan diagnosis, merencanakan
tindakan yang akan dilakukan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi
hasil asuhan yang telah diberikan dengan berfokus pada klien, berorientasi
pada tujuan pada setiap tahap saling terjadi ketergantungan dan saling
berhubungan (Hidayat, 2008).
2.2.4 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataaan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan,
menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Hidayat, 2008).
Diagnosa keperawatan yang di temukan pada harga halusinasi
pendengaran adalah:
1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
2. Ketidakefektifan managemen regimen terapeutik
3. Koping individu
4. Isolasi sosial.
5. Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah.
2.2.5 Intervensi Keperawatan
Perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi
keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau
mengurangi masalah klien (Hidayat, 2008). Dalam melakukan rencana
harus mengembangkan rencana asuhan yang menggambarkan intervensi
untuk mencapai hasil yang diharapkan.
S : Specific (asesifik)
M : Measurable (dapat diukur)
A : Achievable (dapat di capai)
R : Reality (nyata)
T : Time (waktu) (Nursalam, 2007)
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Metode penelitian adalah sebuah rencana, struktur dan strategi yang di
maksudkan untuk menjawab permasalahan yang di hadapi (Hidayat 2009).
Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian diskriptif dengan
pendekatan studi kasus. Metode diskriptif adalah suatu penelitian yang dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah keperawatan Halusinasi Pendengaran di Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Labuhan Badas dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Studi kasus
merupakan suatu penelitian (penyelidikan) intensif, mencakup semua informasi
relevan terhadap seseorang atau beberapa orang biasanya yang berkenaan dengan
satu gejala psikologis tunggal (Nursalam, 2009).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Tempat pelaksanaan atau penelitian studi kasus ini adalah di Wilayah kerja
UPT Puskesmas Labuhan Badas.
 3.2.2 Waktu Penelitian
Studi kasus ini dilaksanakan pada bulan Mei 2016 – Juni 2016
3.3 Prosedur dan Metode Pengumpulan Data
3.3.1 Prosedur pengumpulan data
3.3.2 Teknik pengumpulan data
1. Wawancara
a. Wawancara Langsung
b. Wawancara Tidak Langsung
2. Observasi
3. Studi Dokumentasi
4. Pemeriksaan Fisik

3.4 Etika Penelitian


3.4.1 Informed consent
3.4.2 Menjaga kerahasiaan (confidentility)
3.4.3 Anonimity (tanpa nama)
3.4.4 Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harms and benefits)
BAB IV
TINJAUAN KASUS

4.1 Tahap Pengkajian


4.1.1 Identitas Pasien
4.1.2 Riwayat Kesehatan Sekarang
4.1.3 Faktor Predisposisi
4.1.4 Pemeriksaan fisik
4.1.5 Psikososial
4.1.6 Data Fokus
4.1.7 Analisa Data
4.1.8 Pohon masalah
4.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
2. Ketidakefektifan Manajemen regimen terapeutik
3. Koping individu inefektif
4. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
5. Isolasi sosial
6. Defisit perawatan diri
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Pengkajian

Pada pengkajian studi kasus Tn.S ditemukan data Halusinasi Pendengaran dengan
tanda-tanda pasien seperti: Tn. S bicara sendiri, bicara dan menjawab cepat, kurang
berkonsentrasi, kelihatan bingung, afek datar, kurang kooperatif dan sering menyendiri,
tetapi Tn. S mau berkomuikasi dengan orang lain. Hal ini sesuai menurut Keliat (2011),
tetapi ada beberapa perbedaan dengan teori dengan kasus Tn. S dimana muncul tanda:
tidak dapat memusatkan konsentrasi / perhatian, pembicaraan kacau kadang tidak sesuai
dengan apa yang ditanyakan, sulit membuat keputusan, sering menyendiri.

Hal ini disebabkan pasien adalah pasien kronis yang sudah mendapat pengobatan tetapi
tidak teratur, sedangkan pada teori pasien akut yang belum mendapatkan pengobatan,
dimana fungsi obat pada pasien adalah menekan dan mengurangi halusinasi
(haloperidol), menghilangkan efek agitasi dari obat haloperidol (trihexyphenidil) dan
sebagai penenang untuk menenangkan pasien. Pasien sering di biarkan sendirin oleh
keluarga dan belum bisa menghilang halusinasi yang muncul.
5.2 Diagnosa Keperawatan
Setelah di lakukan pengkajian pada kasus Tn.S maka ditentukan diagnosa
keperawatan tunggal yang ditegakan dengan mengacu pada daftar masalah
keperawatan dan rumusan pohon masalah sehingga muncul 3 diagnosa keperawatan
yaitu: Gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran, Kopinag individu, Defisit
perawatan Diri.
Hal ini sesuai dengan perumusan diagnosa keperawatan secara teori dimana
menggunakan diagnosa nanda hanya terdiri dari masalah (problem) tanpa
etiologi(penyebab). Menurut teori diagnosa yang di tetapkan sesuai dengan masalah
keperawatan yang ada pada Tn.S ada 5 diagnosa keperawatan.

5.3 Intervensi
Setelah penentuan diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas masalah pada
kasus Tn, S yaitu gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran. Langkah
selanjutnya adalah menentukan rencana keperawatan yang mengacu pada tiga aspek
yaitu tujuan jangka panjang (tujuan umum, tujuan jangka pendek (tujuan khusus) dan
rencana tindakan keperawatan. Hal ini sesuai dengan konsep yang ada pada tinjauan
teori yaitu penentuan rencana tindakan disesuaikan dengan prioritas masalah (Core
problem) yang mengacu pada tiga aspek yaitu tujuan jangka panjang(tujuan umum,
tujuan jangka pendek (tujuan khusus), dan rencana tindakan keperawatan (Keliat
2011). Karena penentuan intervensi sudah berlaku nasional dan jika masalah utama
sudah teratasi maka masalah keperawatan yang lain juga akan lebih mudah teratasi.
5.4 Implementasi
Implementasi merupakan bentuk aplikasi nyata dari rencana nyata dari rencana
keperawatan. Pada pelaksanaan kasus Tn.S dengan masalah keperawatan gangguan
persepsi sensori :halusinasi pendengaran disesuaikan dengan strategi pelaksanaan
(SP)yang telah di buat sebelum bertemu dengan pasien dan keluarga,dimana
SPpasien ada 3 kali pertemuan dan SP keluarga 3 kali pertemuan.
Hal ini sesuai dengan teori dimana pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan
dengan rencana yang telah ditetapkan dan terangkum didalam SP pasien dan
keluarga yang dilaksanakan secara berurutan serta disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan pasien saat itu (Keliat ,2011). Pada SP1 poin 2 pasien harus dilaksanakan
3 kali karena pasien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri.

5.5 Evaluasi
Berdasarkan pendokumentasian tersebut,evaluasi keperawatan dalam bentuk SOAP
(catatan perkembangan) telah diterapkan. Setelah memberikan asuhan keperawatan
jiwa pada Tn.S dengan masalah keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi
pendengaran selama 5 hari masalah dapat teratasi sebagian karena SP 3 belum
dapat teratasi sebagianialami pasien dapat dievaluasi kemampuan pasien yaitu:pasien
mampu bercakap–cakap dengan orang lain,mampu mengontrol halusinasi, pasien
mendapat dukungan keluarga, pasien mampu melakukan aktifitas terjadwal meski
masih dibimbing oleh keluarga.
5.6 Hambatan-Hambatan
1. Saat peneliti mengunjungi pasien, kadang pasien tidak mau ditemui pada hari itu
2. Pihak puskesmas masih kurang dalam melakukan asuhan keperawatan pada Tn.
S dengan gangguan jiwa .

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Pengkajian
6.1.2 Diagnosa Keperawatan
6.1.3 Perencanaan Keperawatan
6.1.4 Pelaksanaan Keperawatan
6.1.5 Evaluasi Keperawatan
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Puskesmas
Bagi puskesmas untuk menunjang keberhasilan keperawatan pada Tn. S
dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran perlu ditingkatkan
lagi hubungan kerja sama antara pihak perawat dan keluarga dalam perawatan
pasien saat berada di rumah
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Вам также может понравиться