Вы находитесь на странице: 1из 136

GASTRITIS

2
Sistem Cerna

3
Copyright © 2001 Benjamin Cummings, an imprint of Addison Wesley Longman, Inc.
Gaster/ventriculus Dari bolus ke kimus

4
Ventrikulus
 Dibagi
 Regio
 Cardia
(penyimpanan),
 Fundus
(penyimpanan),
 Corpus
(penyimpanan),
 Piloricum (digesti)

 Spingter pyloric
mencegah aliran bolus
makanan kembali dari
duodenum ke gaster

 Rugae: lipatan dalam


gaster
5
Struktur Dinding Gaster

6 Figure 14.7
Copyright © 2001 Benjamin Cummings, an imprint of Addison Wesley Longman, Inc. Slide 14.9A
1. Mukosa
 Mulai dari lambung
 Mukosa : sel epitel : sekresi mukus & hormon
 Invaginasi jaringan epitel kedalamnya membentuk
kelenjar eksokrin
 Kelenjar eksokrin : sekresi asam, enzim, ion-ion
kedalam lumen
Lamina Propia
 Di bawah lapisan epitel
 Jaringan ikat : dilalui pembuluh darah kecil, serat
saraf & saluran limfe

 Lamina propria dipisahkan jaringan ikat di


bawahnya oleh suartu lapisan tipis otot polos yaitu
muskularis mukosa
2. Sub Mukosa
 Jaringan ikat kedua dibawahnya
 Lapisan ini dilalui pembuluh darah & limfe lebih
besar, cabangnya menembus lapisan mukosa diatas
&lapisan otot di bawahnya

 Terdapat jala saraf disebut pleksus sub mukosa (


meissner)
3. Muskularis Eksterna
 Jaringan otot polos
 Kontraksinya menimbulkan gaya mendorong &
memindahkan isi saluran GI
3. Muskularis Eksterna
 Terdiri 2 lapisan
a. Otot sirkuler : sebelah dalam, tebal, kelilingi
lumen, jika kontraksi lumen menyempit

b. Otot longitudinal : sebelah luar , lebih tipis,


bila kontraksi saluran GI memendek
3. Muskularis Eksterna
 Diantara kedua otot polos terdapat pleksus saraf
lain yang lebih eksentif yaitu:
a. Pleksus mienterikus (AUERBACH)
b. Pleksus sub mukosa
c. Pleksus mienterikus/ intramural
d. Neuron lain di Saluran GI membentuk sistem
saraf enterik
4. Serosa
 Selapis jaringan ikat , diliputi sel gepeng ,
mengelilingi permukaan luar saluran GI
 Sekresi cairan serosa, untuk membasahi &
mencegah gesekan dengan organ lain
 Lembar jaringan ikat tipis2 ( Mesenterium,),
hubungkan serosa ke dinding abdomen,
menopang segmen GI ke rongga abdomen
Struktur Lambung
 Lapisan peritoneal yang merupakan lapisan serosa
 Lapisan otot
 Lapisan longitudinal yg bersambung dgn esofagus
 Lapisan sirkuler yg paling tebal dan terletak di pilorik
membentuk spinkter.
 Lapisan obliq yg terdapat pada bagian fundus dan berjalan
mulai dari orifisium kardiak, membelok ke bawah melalui
kurvatura minor.
 Lapisan sub mukosa terdiri dari jaringan areolar yg banyak
mengandung pembuluh darah dan limfe.
 Lapisan mukosa berbentuk rugae (kerutan), dilapisi
epitelium silindris yg mensekresi mukus.
14
Stomach - Histology
Rugae – folds of mucosa & submucosa to allow for
expansion of stomach

Mucosa of simple columnar


epithelium with mucous cells

Gastric pit leading to


gastric glands
Stomach – Histology (cont)
- Secrete mucus to protect
epithelial cells from enzymes &
acid

- Secrete HCl (for protein


digestion) & intrinsic factor (for
B12 absorption)

- Secrete pepsinogen which


(peptic cells) gets converted to “pepsin”
when mixed with HCl; for
protein digestion
Entero- - Secrete gastrin to regulate
(G-cells) stomach emptying
Kelenjar Pada Lambung
 Glandula cardiacae
Menghasilkan mukus
 Glandula gastricae
Menghasilkan pepsin dan asam lambung (HCl)
 Glandula pyloricae
Menghasilkan hormon

17
MOVEMENTS OF FOOD THROUGH THE PHARYNX
AND UPPER ESOPHAGUS DURING SWALLOWING

Hard Palate Soft Palate

Pharynx

Epiglottis

Upper
esophageal
Tongue sphincter

Esophagus

Adapted by:
Dr. Andreanyta Meliala, PhD.
THE THREE REGIONS OF THE STOMACH :
FUNDUS, BODY, AND ATRIUM

Esophagus
Fundus

Body
(secretes mucus
Pepsinogen and HCI)

Duodenum

Antrium
(secretes mucus
Pyloric Pepsinogen and gastrin)
sphincter
Adapted by:
Dr. Andreanyta Meliala, PhD.
Pencernaan Pada Lambung

 Terjadi gerakan pada lambung yg berfungsi


mencampur makanan dgn sekret lambung &
mengosongkan makanan.
 Makanan bercampur dgn sekret lambung menjadi
chyme.
 Sekresi lambung : mukus, asam lambung, tripsin,
lipase, amilase & protease.

20
PERISTALTIC WAVES
CONTRIBUTE TO Esophagus
THE ANTRAL CONTENTS
Lower
Esophageal
sphincter

Duodenum

Pyloric
sphincter

Stomach
Peristaltic Adapted by:
wave Dr. Andreanyta Meliala, PhD.
DIAGRAM

Heart
Liver

Hepatic
Stomach Portal vein
Mouth
ABSORPTION Anus
Vitamin K Rectum
Vitamin Air, Elektrolit
Karbonhidrat Protein
enzim asam, dll C, D, B2, B12, dll
Mineral Lipid FLATUS
Pembentukan
Food and Gas CO2, Metana, dll
water
SECRETION FECES
Aktifitas
Salivary glands BAKTERI
Small intestine
Large intestine
MOTILITY

Adapted by:
Dr. Andreanyta Meliala, PhD.
Fisiologi Saluran Pencernaan
 Ditutupi di bagian dalam oleh lapisan mukosa (Selaput
lendir), untuk :
 1. Absorpsi : penyerapan
 2. Sekresi : pengeluaran larutan (enzim), mukus
(lendir)
 3. Proteksi : perlindungan
Lapisan otot polos utk motilitas (gerakan memeras/mendorong =
peristaltik).
Diatur oleh persarafan simpatis dan parasimpatis (vagus)
Saraf parasimpatis meningkatkan
peristaltik dan sekresi.
Saraf simpatis menghambat efek
parasimpatik (mengurangi peristaltik
dan sekresi)
25
26
Pengaturan sekresi lambung fase ini sudah dimulai
bahkan sebelum
Terdapat 3 makanan masuk ke
fase yaitu: lambUng,
menghasilkan 10% dr
sekresi lambung
FaSe sefalik,
dimulai saat makanan
mencapai antrum
Fase gasTrik pilorus, menghasilkan
2/3 sekresi lambung

Fase intestinal dimulai oleh gerakan


kimus dari lambung ke
duodenum yang
dipengaruhi oleh
hormon
FUNGSI LAMBUNG
FUNGSI MOTORIK FUNGSI PENCERNAAN dan SEKRESI

Fungsi MENAMPUNG

Fungsi MENCAMPUR

Fungsi PENGOSONGAN LAMBUNG

Pencernaan protein oleh pepsin dan HCl

Sintesis dan pelepasan gastrin

Sekresi faktor intrinsik

Sekresi bikarbonat

Sekresi mukus
29
Askep Gastritis
Definisi

Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang
berarti inflamasi/peradangan.
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001:127), gastritis adalah:
proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang
berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri
atau bahan iritan lain. Secara hispatologi dapat dibuktikan dengan
adanya infiltrasi sel-sel.

Menurut Lindseth dalam Prince (2005: 422), gastritis adalah:


suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang
dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.

30
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling
sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya
makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang
terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain
seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi
radiasi (Brunner, 2000 : 187).
Gastritis berarti peradangan mukosa lambung.
Peradangan dari gastritis dapat hanya superficial atau
dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa lambung,
dan pada kasus-kasus yang berlangsung lama
menyebabkan atropi mukosa lambung yang hampir
lengkap. Pada beberapa kasus, gastritis dapat menjadi
sangat akut dan berat, dengan ekskoriasi ulserativa
mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung
sendiri (Guyton, 2001).
31
Penyebab & Patofisiologi

1. Pola Makan.
Menurut Yayuk Farida Baliwati (2004), terjadinya gastritis
dapat disebabka oleh pola makan yang tidak baik
dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah
makanan, sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung
meningkat.

a. Frekuensi Makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari, baik
kualitatif dan kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam
tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus
halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis
makanan. Jika rata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4
jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya
lambung (Okviani, 2011).
32
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah
terserang penyakit gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi
dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung
akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa
nyeri (Ester, 2001).

Secara alami lambung akan terus memproduksi asam


lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6
jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah
banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan
lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila
seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung
yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat
mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di
seitar epigastrium (Baliwati, 2004).

33
Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit
untuk beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam
lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa
pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik.
Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala
tersebut bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas
terbakar (Nadesul, 2005).

Produksi asam lambung diantaranya dipengaruhi oleh pengaturan


sefalik, yaitu pengaturan oleh otak. Adanya makanan dalam mulut
secara refleks akan merangsang sekresi asam lambung. Pada
manusia, melihat dan memikirkan makanan dapat merangsang sekresi
asam lambung (Ganong 2001).
34
b. Jenis Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan,
dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu
sehat dan seimbang. Menyediakan variasi makanan bergantung pada
orangnya, makanan tertentu dapat menyebabkan gangguan
pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Okviani, 2011).

Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan


merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk
berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri
di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut
membuat penderita makin berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan
mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali dalam seminggu
selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan
iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis (Okviani, 2011).

35
Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil makanan yang tidak
cocok. Makanan tertentu yang dapat menyebabkan penyakit
gastritis, seperti buah yang masih mentah, daging mentah, kari, dan
makanan yang banyak mengandung krim atau mentega.
Bukan berarti makanan ini tidak dapat dicerna, melainkan karena
lambung membutuhkan waktu yang labih lama untuk mencerna
makanan tadi dan lambat meneruskannya kebagian usus selebihnya.
Akibatnya, isi lambung dan asam lambung tinggal di dalam lambung
untuk waktu yang lama sebelum diteruskan ke dalam duodenum dan
asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas di ulu hati dan
dapat mengiritasi (Iskandar, 2009).

36
c. Porsi Makan
Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan
yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Setiap orang harus makan
makanan dalam jumlah benar sebagai bahan bakar untuk semua
kebutuhan tubuh. Jika konsumsi makanan berlebihan, kelebihannya akan
disimpan di dalam tubuh dan menyebabkan obesitas (kegemukan).
Selain itu, Makanan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi
lambung, yang pada akhirnya membuat kekuatan dinding lambung
menurun. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka
pada lambung (Baliwati, 2004).

37
2. Kopi
Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari
berbagai jenis bahan dan senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat,
asam amino, asam nabati yang disebut dengan fenol, vitamin dan
mineral.

Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam


lambung sehingga menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat
mengiritasi lambung. Ada dua unsur yang bisa mempengaruhi kesehatan
perut dan lapisan lambung, yaitu kafein dan asam chlorogenic.

Studi yang diterbitkan dalam Gastroenterology menemukan bahwa


berbagai faktor seperti keasaman, kafein atau kandungan mineral lain
dalam kopi bisa memicu tingginya asam lambung. Sehingga tidak ada
komponen tunggal yang harus bertanggung jawab(Anonim, 2011).

38
Kafein dapat menimbulkan perangsangan terhadap susunan saraf
pusat (otak), sistem pernapasan, serta sistem pembuluh darah dan
jantung. Oleh sebab itu tidak heran setiap minum kopi dalam jumlah
wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa segar, bergairah, daya pikir
lebih cepat, tidak mudah lelah atau mengantuk. Kafein dapat
menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat sehingga dapat
meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada
lambung dan pepsin. Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh lambung
mempunyai efek sekresi getah lambung yang sangat asam dari bagian
fundus lambung. Sekresi asam yang meningkat dapat menyebabkan
iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung (Okviani, 2011).

Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang yang


sering minum kopi adalah gastritis (peradangan pada lapisan
lambung). Beberapa orang yang memilliki gangguan pencernaan dan
ketidaknyamanan di perut atau lambung biasanya disarankan untuk
menghindari atau membatasi minum kopi agar kondisinya tidak
39
bertambah parah(Warianto, 2011).
3.Teh
Hasil penelitian Hiromi Shinya, MD., dalam buku “The Miracle of
Enzyme”menemukan bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh
kaya antioksidan lebih dari dua gelas secara teratur, sering
menderita penyakit yang disebut gastritis. Sebagai contoh Teh Hijau,
yang mengandung banyak antioksidan dapat membunuh bakteri dan
memiliki efek antioksidan berjenis polifenol yang mencegah atau
menetralisasi efek radikal bebas yang merusak. Namun, jika
beberapa antioksidan bersatu akan membentuk suatu zat yang
disebut tannin. Tannin inilah yang menyebabkan beberapa buah dan
tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat dan mudah
teroksidasi (Shinya, 2008).
Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi
terhadap protein pada mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir
yang melapisi lambung). Akibatnya terjadi proses dimana membran
mukosa akan mengikat lebih kuat dan menjadi kurang permeabel.
Proses tersebut menyebabkan peningkatan proteksi mukosa terhadap
mikroorganisme dan zat kimia iritan. Dosis tinggi tannin menyebabkan
efek tersebut berlebih sehingga dapat mengakibatkan iritasi pada
40 membran mukosa usus (Shinya, 2008).
Selain itu apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat dengan
mudah berubah menjadi asam tanat. Asam tanat ini juga berfungsi
membekukan protein mukosa lambung.Asam tanat akan mengiritasi
mukosa lambung perlahan-lahan sehingga sel-sel mukosa lambung
menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan orang tersebut menderita
berbagai masalah lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus peptic,
hingga mengarah pada keganasan lambung (Shinya, 2008).

4. Rokok
Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah.
Dalam sebatang rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya
yang berperan seperti racun. Dalam asap rokok yang disulut, terdapat
kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas karbon monoksida,
nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol, perylene, hidrogen
sianida, akrolein, asetilen, bensaldehid, arsen, benzopyrene,
urethane, coumarine, ortocresol,nitrosamin, nikotin, tar, dan lain-lain.
Selain nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan
substansi racun lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai
dampak rokok terhadap kesehatan (Budiyanto, 2010).
41
Efek rokok pada saluran gastrointestinal antara lain
melemahkan katup esofagus dan pilorus, meningkatkan
refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung, menghambat
sekresi bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan
cairan lambung, dan menurunkan pH duodenum. Sekresi asam
lambung meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau
asetilkolin. Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan
cimetidine (obat penghambat asam lambung) dan obat-obatan
lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari,
dimana hal tersebut memegang peranan penting dalam
proses timbulnya peradangan pada mukosa lambung.
42 (Beyer, 2004).
Rokok dapat mengganggu faktor defensif lambung
(menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran darah di mukosa),
memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan
komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori. Merokok juga
dapat menghambat penyembuhan spontan dan meningkatkan
risiko kekambuhan tukak peptik(Beyer, 2004).

Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang


mengakibatkan bagi perokok menderita penyakit lambung
(gastritis) sampai tukak lambung. Penyembuhan berbagai
penyakit di saluran cerna juga lebih sulit selama orang
tersebut tidak berhenti merokok (Departemen Kesehatan
RI, 2001).

43
5. AINS ( Anti Inflamasi Non Steroid)
Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif
adalah aspirin dan sebagian besar obat anti inflamasi non steroid
(Suyono, 2001).

Asam asetil salisilat lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin.


Asam asetil salisilat merupakan obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS) turunan asam karboksilat derivat asam salisilat yang
dapat dipakai secara sistemik.

Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara
kimia heterogen menghambat aktivitas siklooksigenase,
menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor
tromboksan dari asam arakhidonat. Siklooksigenase merupakan
enzim yang penting untuk pembentukkan prostaglandin dari asam
arakhidonat.

44
Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa
lambung yang amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin
mukosa, aspirin dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat
merusak mukosa secara topikal, kerusakan topikal terjadi karena
kandungan asam dalam obat tersebut bersifat korosif sehingga dapat
merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin dan obat
antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat
dan mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif
terganggu. Jika pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka
kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika
pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau berlebihan dapat
mengakibatkan gastritis dan ulkus peptikum. Pemakaian setiap hari
selama minimal 3 bulan dapat menyebabkan gastritis (Rosniyanti,
2010).
45
46 Cox = cyclo-oxygenase
6. Stress
Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh
terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan,
membahayakan dan merisaukan seseorang. Definisi lain menyebutkan
bahwa stress merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang
dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu
saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Potter,
2005).

a. Stress Psikis
Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stress, misalnya
pada beban kerja berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung
yang meningkat dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal ini
dibiarkan, lama-kelamaan dapat menyebabkan terjadinya gastritis. Bagi
sebagian orang, keadaan stres umumnya tidak dapat dihindari. Oleh
karena itu, maka kuncinya adalah mengendalikannya secara efektif
dengan cara diet sesuai dengan kebutuhan nutrisi, istirahat cukup, olah
raga teratur dan relaksasi yang cukup(Friscaan, 2010).

47
b. Stress Fisik
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar,
refluks empedu atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan
juga ulkus serta pendarahan pada lambung. Perawatan terhadap
kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan
peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat berkembang
menjadi gastritis dan ulkus peptik. Ketika tubuh terkena sejumlah
kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam
dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi
permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak
kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung (Anonim, 2010).
Refluks dari empedu juga dapat menyebabkan gastritis. Bile
(empedu) adalah cairan yang membantu mencerna lemak-lemak dalam
tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan
melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam
kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin
(pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam
lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu
akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan
48(gastritis).
49
50
51
7. Alkohol
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama
dengan kemampuannya sebagai pelarut lipida. Kemampuannya
melarutkan lipida yang terdapat dalam membran sel memungkinkannya
cepat masuk ke dalam sel-sel dan menghancurkan struktur sel
tersebut. Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau racun. Alkohol
yang terdapat dalam minuman seperti bir, anggur, dan minuman keras
lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol
(Almatsier, 2002).
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah
lambung dan hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi
alkohol dalam jangka panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau
sirosis, tetapi juga kerusakan lambung. Dalam jumlah sedikit, alkohol
merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang,
dan mual, sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi
mukosa lambung dan duodenum. Konsumsi alkohol berlebihan dapat
merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak peptik, dan
mengganggu penyembuhan tukak peptik. Alkohol mengakibatkan
menurunnya kesanggupan mencerna dan menyerap makanan karena
ketidakcukupan enzim pankreas dan perubahan morfologi serta fisiologi
52
mukosa gastrointestinal (Beyer 2004).
8. Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah kuman Gram negatif, basil yang
berbentuk kurva dan batang. Helicobacter pylori adalah suatu
bakteri yang menyebabkan peradangan lapisan lambung yang kronis
(gastritis) pada manusia. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi
oleh bakteri Helicobacter pylori yang hidup di bagian dalam lapisan
mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya
dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun
diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat
memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini.
InfeksiHelicobacter pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak dan
dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan.
Infeksi Helicobacter pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab
utama terjadinya ulkus peptikum dan penyebab tersering
terjadinya gastritis(Prince, 2005).

53
54
55
56
9. Usia
Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita
gastritis dibandingkan dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa
seiring dengan bertambahnya usia mukosa gaster cenderung menjadi
tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi Helicobacter
Pylory atau gangguan autoimun daripada orang yang lebih muda.
Sebaliknya,jika mengenai usia muda biasanya lebih berhubungan
dengan pola hidup yang tidak sehat.

Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum


meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Di negara Barat, populasi
yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80% menderita gastritis
kronik dan menjadi 100% pada saat usia mencapai dekade ke-7.
Selain mikroba dan proses imunologis, faktor lain juga berpengaruh
terhadap patogenesis Gastritis adalah refluks kronik
cairan penereatotilien, empedu dan lisolesitin (Suyono, 2001)

57
58
59
Klasifikasi
1. Gastritis Akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya
bersifat jinak dan sembuh sempurna (Prince, 2005: 422).

Gastritis akut terjadi akibat respons mukosa lambung terhadap


berbagai iritan lokal. Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian
besar kasus merupakan penyakit yang ringan. Bentuk terberat dari
gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat, yang
dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi.
Pembentukan jaringan parut dapat terjadi yang mengakibatkan obstruksi
pylorus (Brunner, 2000).

Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat


berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosif atau gastritis
hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit ini akan
dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan
terjadi drosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada
beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung
tersebut (Suyono, 2001: 127).
60
GASTRITIS AKUT

61
a. Gastritis Akut Erosif
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis akut erosif
adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan
kerusakan-kerusakan erosi. Disebut erosi apabila kerusakan yang terjadi
tidak lebih dalam dari pada mukosa muskularis. Penyakit ini dijumpai di
klinik, sebagai akibat efek samping dari pemakaian obat, sebagai penyulit
penyakit-penyakit lain atau karena sebab yang tidak diketahui.

Perjalanan penyakitnya biasanya ringan, walaupun demikian kadang-


kadang dapat menyebabkan kedaruratan medis, yakni perdarahan saluran
cerna bagian atas. Penderita gastritis akut erosif yang tidak mengalami
pendarahan sering diagnosisnya tidak tercapai (Suyono, 2001).

Untuk menegakkan diagnosis tersebut diperlukan pemerisaan khusus yang


sering dirasakan tidak sesuai dengan keluhan penderita yang ringan saja.
Diagnosis gastritis akut erosif, ditegakkan dengan pemeriksaan
endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi
mukosa lambung (Suyono, 2001).

62
GASTRITIS EROSI

63
b. Gastritis Akut Hemoragik
Penyebab utama gastritis akut hemoragik;
1).minum alkohol atau obat lain yang menimbulkan iritasi pada mukosa
gastrik secara berlebihan (aspirin atau NSAID lainnya). Meskipun
pendarahan mungkin cukup berat, tapi pendarahan pada kebanyakan
pasien akan berhenti sendiri secara spontan dan mortalitas cukup rendah.
2). stress gastritis yang dialami pasien di Rumah Sakit, stressgastritis
dialami pasien yang mengalami trauma berat berkepanjangan, sepsis terus
menerus atau penyakit berat lainnya (Suyono, 2001).

Erosi stress merupakan lesi hemoragika pungtata majemuk pada


lambung proksimal yang timbul dalam keadaan stress fisiologi parah dan
tak berkurang. Berbeda dengan ulserasi menahun yang lebih biasa pada
traktus gastrointestinalis atas, ia jarang menembus profunda ke dalam
mukosa dan tak disertai dengan infiltrasi sel radang menahun. Tanpa
profilaksis efektif, erosi stress akan berlanjut dan bersatu dalam 20%
kasus untuk membentuk beberapa ulserasi yang menyebabkan perdarahan
gastrointestinalis atas dari keparahan yang mengancam nyawa. Keadaan ini
dikenal sebagai gastritis hemoragika akuta (Sabiston, 1995: 525).
64
2. Gastritis Kronik
Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada
lamina propria dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel radang
kronik, yaitu limfosit dan sel plasma. Gastritis kronis didefenisikan secara
histologis sebagai peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa
lambung. Derajat paling ringan gastritis kronis adalah gastritis superfisial
kronis, yang mengenai bagian sub epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus
yang lebih parah juga mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih
dalam, hal ini biasanya berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi
kronis) dan metaplasia intestinal (Chandrasoma, 2005 : 522).

Sebagian besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu dari dua tipe,
yaitu tipe A yang merupakan gastritis autoimun yang terutama mengenai
tubuh dan berkaitan dengan anemia pernisiosa; dan tipe B yang terutama
meliputi antrum dan berkaitan dengan infeksiHelicobacter pylori. Terdapat
beberapa kasus gastritis kronis yang tidak tergolong dalam kedua tipe
tersebut dan penyebabnya tidak diketahui (Chandrasoma, 2005 : 522).

Gastritis kronik dapat dibagi dalam berbagai bentuk tergantung pada


kelainan histologi, topografi, dan etiologi yang menjadi dasar pikiran
pembagian tersebut (Suyono, 2001).
65
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 128), klasifikasi histologi yang
sering digunakan membagi gastritis kronik menjadi :

a.Gastritis kronik superficial


 sel-sel radang kronik terbatas pada lamina propria mukosa
superfisialis
 edema yang memisahkan kelenjar-kelenjar mukosa,
 sel-sel kelenjar tetap utuh
 permulaan gastritis kronik.
b.Gastritis kronik atrofik
 sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam disertai dengan distorsi &
destruksi sel kelenjar mukosa lebih nyata.
Gastritis atrofik dianggap sebagai kelanjutan gastritis kronik
superfisialis.

c. Atrofi lambung
 stadium akhir gastritis kronik
 struktur kelenjar menghilang dan terpisah satu sama lain secara nyata
dengan jaringan ikat
 sel-sel radang juga menurun.
 Mukosa menjadi sangat tipis sehingga dapat menerangkan mengapa
66
pembuluh darah menjadi terlihat saat pemeriksaan endoskopi
4. Metaplasia intestinal
Suatu perubahan histologis kelenjar-kelenjar mukosa lambung
menjadi kelenjar-kelenjar mukosa usus halus yang mengandung sel
goblet. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi secara
menyeluruh pada hampir seluruh segmen lambung, tetapi dapat pula
hanya merupakan bercak-bercak pada beberapa bagian lambung.

Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), distribusi


anatomis pada gastritis kronik dapat dibagi menjadi tifa bagian, yaitu :
1.Gastritis Kronis Tipe A
Gastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang
disebabkan oleh adanya autoantibodi terhadap sel parietal kelenjar
lambung dan faktor intrinsik,dan berkaitan dengan tidak adanya sel
parietal dan chief cell, yang menurunkan sekresi asam dan
menyebabkan tingginya kadar gastrin. Dalam keadaan sangat berat,
tidak terjadi produksi faktor intrinsik. Anemia pernisiosa seringkali
dijumpai pada pasien karena tidak tersedianya faktor intrinsik untuk
mempermudah absorpsi vitamin B12 dalam ileum (Prince, 2005: 423)

67
Jadi, anemia pernisiosa itu disebabkan oleh kegagalan absorpsi
vitamin B12karena kekurangan faktor intrinsik akibat gastritis kronis
autoimun. Autoimunitas secara langsung menyerang sel parietal pada
korpus dan fundus lambung yang menyekresikan faktor intrinsik dan
asam (Chandrasoma, 2005 : 522).

Reaksi autoimun bermanifestasi sebagai sebukan limfo-plasmasitik


pada mukosa sekitar sel parietal, yang secara progresif berkurang
jumlahnya. Netrofil jarang dijumpai dan tidak didapati Helicobacter
pylori. Mukosa fundus dan korpus menipis dan kelenjar-kelenjar
dikelilingi oleh sel mukus yang mendominasi. Mukosa sering
memperlihatkan metaplasia intestinal yang ditandai dengan adanya sel
goblet dan sel paneth. Pada stadium akhir, mukosa menjadi atrofi dan
sel parietal menghilang (gastritis kronis tipe A)
(Chandrasoma, 2005 : 522)

68
2. Gastritis Kronis Tipe B
disebut juga sebagai gastritis antral (umumnya mengenai daerah
antrum) lebih sering terjadi dibandingkan dengan gastritis kronis tipe A.
lebih sering terjadi pada penderita yang berusia tua.
memiliki sekresi asam yang normal dan tidak berkaitan dengan anemia
pernisiosa.
Kadar gastrin yang rendah sering terjadi.
Penyebab utama gastritis kronis tipe B adalah infeksi kronis
oleh Helicobacter pylori.
Faktor etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol yang
berlebihan, merokok, dan refluks empedu kronis dengan
kofaktor Helicobacter pylori (Prince,2005: 423).
Memperlihatkan sebukan limfoplasmasitik pada mukosa lambung
superfisial.
Pada saat lesi berkembang, peradangan meluas yang meliputi mukosa
dalam dan korpus lambung.
Keterlibatan mukosa bagian dalam menyebabkan destruksi kelenjar
mukus antrum dan metaplasia intestinal (gastritis atrofik kronis tipe
B) (Chandrasoma, 2005 : 523).
69
Pada 60-70% pasien, didapatkan Helicobacter pylori pada pemeriksaan
histologis atau kultur biopsi. Pada banyak pasien yang tidak didapati
organisme ini, pemeriksaan serologisnya memperlihatkan antibodi
terhadap Helicobacter pylori, yang menunjukkan sudah ada
infeksi Helicobacter pylori sebelumnya (Suyono, 2001).

Helicobacter pylori
organisme yang kecil dan melengkung, seperti vibrio,
muncul pada lapisan mukus permukaan yang menutupi permukaan epitel
dan lumen kelenjar.
Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang menyerang sel
permukaan, menyebabkan deskuamari sel yang dipercepat dan
menimbulkan respon sel radang kronis pada mukosa lambung.
Helicobacter pyloriditemukan lebih dari 90% dari hasil biopsi
yang menunjukkan gastritis kronis.
Organisme ini dapat dilihat pada irisan rutin, tetapi lebih jelas dengan
pewarnaan perak Steiner atau Giemsa.
Keberadaan Helicobacter pylori berkaitan erat dengan peradangan
aktif dengan netrofil.
Organisme dapat tidak ditemukan pada pasien gastritis akut inaktif,
terutama
70 bila terjadi metaplasia intestinal (Chandrasoma, 2005 : 524).
3. Gastritis kronis tipe AB
Gastritis kronis tipe AB merupakan gastritis kronik yang
distribusi anatominya menyebar keseluruh gaster. Penyebaran
ke arah korpus tersebut cendrung meningkat dengan
bertambahnya usia (Suyono, 2001: 130).

71
Diagnosis

1. Tes Darah
untuk melihat adanya antibodi terhadap serangan Helicobacter pylori.
Hasil test yang positif menunjukkan bahwa seseorang pernah mengalami
kontak dengan bakteri Helicobacter pylori dalam hidupnya, tetapi keadaan
tersebut bukan berarti seseorang telah terinfeksi Helicobacter pylori.
Tes darah juga digunakan untuk mengecek terjadinya anemia yang mungkin
saja disebabkan oleh perdarahan karena gastritis (Anonim, 2010).

2. Breath Test
Test ini menggunakan tinja sebagai sampel dan ditujukan untuk
mengetahui apakah ada infeksi Helicobacter pylori dalam tubuh seseorang

3. Stool Test
Uji ini digunakan untuk mengetahui adanya Helicobacter pylori dalam
sampel tinja seseorang. Hasil test yang positif menunjukkan orang
tersebut terinfeksi Helicobacter pylori. Biasanya dokter juga menguji
adanya dar
4. Rontgen
untuk melihat kelainan pada lambung yang dapat dilihat dgn sinar X.
Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu
sebelum dilakukan rontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan
akan terlihat lebih jelas ketika di rontgen.
5. Endoskopi
untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang mungkin tidak dapat
dilihat dengan sinar X.

Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan,


dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan tersebut.
Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa.
Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien
biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi
harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, kurang lebih
satu atau dua jam. Hampir tidak ada resiko akibat tes ini. Komplikasi
yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat
menelan endoskop(Anonim,2010)

73
Manifestasi Klinis

Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium, mual,


kembung dan muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul.
Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan
melena, kemudian disesuaikan dengan tanda-tanda anemia pasca
perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, tanpa
riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu (Suyono,
2001).

Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi,


ketidaknyamanan abdomen (dengan sakit kepala, mual dan anoreksia)
dan dapat terjadi muntah, serta cegukan beberapa pasien adalah
asimtomatik, kolik dan diare dapat terjadi jika makanan pengiritasi
tidak dimuntahkan, tetapi jika sudah mencapai usus besar, pasien
biasanya sembuh kira-kira dalam sehari meskipun nafsu makan kurang
atau menurun selama 2 sampai 3 hari (Ester, 2001).

74
Keluhan saluran cerna :
 Disfagia
 Nyeri dada
 Nyeri /rasa panas epigastrium
 Kembung Sindroma dispepsia
 Nausea/mual
 Vomitus/muntah
 Cepat kenyang
 Colic,mules
 Diare
 Melena
 Konstipasi
Komplikasi

Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), komplikasi yang timbul


pada gastritis, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA)
berupa hematemesis dan melena, berakhir dengan syok hemoragik,
terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi.
Jika dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan
ulkus peptikum dan pendarahan pada lambung, Kolik abdomen ; nyeri
hebat , dehidrasi . Beberapa bentuk gastritis kronis dapat
meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan
secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-
sel di dinding lambung (Prince, 2005).

Kebanyakan kanker lambung adalah adenocarcinoma, yang bermula


pada sel-sel kelenjar dalam mukosa. Adenocarcinoma tipe 1 biasanya
terjadi akibat infeksi Helicobacter pylori. Kanker jenis lain yang
terkait dengan infeksi akibat Helicobacter pylori adalah MALT
(mucosa associated lyphoid tissue) lymphomas, kanker ini
berkembang secara perlahan pada jaringan sistem kekebalan pada
dinding lambung. Kanker jenis ini dapat disembuhkan bila ditemukan
76 pada tahap awal (Anonim, 2010).
ULKUS GASTER

77
KANKER LAMBUNG

78
TATALAKSANA GASTRITIS
NON MEDIKAMENTOSA
 Diet : diet lambung :
lunak, tidak merangsang, porsi kecil tapi sering
STOP/JANGAN: makan/minum asam, pedas, sayur mgd
gas, kopi, soft drink, obat OAINS/kortikosteroid
Jika ada mematemesis-melena : Puasa
 Hindari makanan/minum sbg pencetus, makanan
merangsang spt: Pedas,Asam,tinggi lemak, mengandung gas,
Kopi, alkohol dll
 Bila muntah hebat, jgn makan dulu
 Makan teratur, tidak berlebihan, porsi kecil tapi sering
 Hindari stress
79
Terapi Medikamentosa
 ANTACIDA :
 penetralisir faktor asam sesaat, pe nyeri sesaat
 Paling umum digunakan
 Study metaanalisis  manfaat (-), efektifitas = plasebo

 Penyekat H2 reseptor: pesekresi asam lambung


 Telah umum juga dikonsumsi
 Study : manfaat 20% diatas plasebo
 Generik : cimetidin, ranitidin, famotidin

80
 Penghambat pompa proton / proton
pump inhibitor (PPI) menghambat
produksi asam lambung :
 Paling efektif dan superior dlm menghambat
produksi asam lambung
 omeprazol, lansoprazol, pantoprazol, rabeprazol,
esomeprazol
 mahal

81
 Prokinetik (anti mual-muntah):
 dimenhidrinat, metoklopramid, domperidon,
cisapride, ondansetron
 Antagonis reseptor dopamin2 dan reseptor
serotonin
 Utk tipe dismotilitas efektif dibanding
plasebo

82
Sitoprotektor :
 sukralfat, teprenon, rebamipid
 Mucopromotor
 me prostaglandin
 me aliran darah mukosa

83
 Antibiotik:
 bila terbukti terlibatnya H.pylori (+)
 Amoxicillin, claritromisin, tetrasiklin,
metronidazol, bismuth

 Tranguilizer antianxietas, antidepresan


 Bila ada faktor psikik

84
85
86
Nursing care plan
 1. Nyeri b/d mukosa lambung teriritasi.
Tujuan : Nyeri berkurang atau terkontrol.
Intervensi :
1) Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas
(skala 0-10).
R/ Nyeri tidak selalu ada, tetapi bila ada harus dibandingkan
dengan gejala nyeri pasien sebelumnya.
2) Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau yang menurunkan
nyeri.
R/ Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.
3) Berikan makanan sedikit tapi sering sesuai indikasi.
R/ Makanan mempunyai efek penetralisis asam, juga
menghancurkan kandungan gaster. Makan sedikit mencegah
distensi dan haluaran gastrin.
87
keasaman gaster dengan absorpsi atau netralisis zat kimia.
4) Identifikasi dan batasi makanan yang dapat menimbulkan
iritasi lambung.
R/ Makanan tersebut dapat meningkatkan iritasi lambung
sehingga nyeri meningkat.
5) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, mis: analgesik
dan antasida.
R/ Analgesik dapat menghilangkan nyeri dan antasida dapat
menurunkan

88
 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d masukan nutrien yang tidak adekuat.
Tujuan : Menghindari makanan pengiritasi atau minuman yang mengandung
kafein dan alkohol.
Intervensi :
1) Catat masukan nutrisi.
R/ Mengidentifikasi kebutuhan diet.
2) Berikan perawatan oral teratur.
R/ Mencegah ketidaknyamanan karena mulut kering dan berbau.
3) Auskultasi bunyi usus dan catat pasase flatus.
R/ Peristaltik kembali normal menunjukkan kesiapan untuk memulai
makanan yang lain.
4) Catat berat badan saat masuk dan bandingkan dengan saat berikutnya.
R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan masukan diet atau
penentuan kebutuhan nutrisi.
5) Kolaborasi pemberian protein sesuai indikasi.
R/ Protein tambahan dapat membantu perbaikan dan penyembuhan.
89
 3. Risiko kekurangan volume cairan b/d masukan cairan tidak
adekuat dan kehilangan cairan berlebihan karena muntah.
Tujuan : Mempertahankan volume cairan adekuat dibuktikan oleh
membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
Intervensi :
1) Awasi masukan dan haluaran, karakter dan frekuensi muntah.
R/ Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan.
2) Kaji tanda-tanda vital.
R/ Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan atau dehidrasi.
3) Ukur berat badan tiap hari.
R/ Indikator cairan status nutrisi.
4) Kolaborasi pemberian antiemetik pada keadaan akut.
R/ Mengontrol mual dan muntah pada keadaan akut.

90
 4. Ansietas b/d pengobatan.
Tujuan : Ansietas teratasi/berkurang.
Intervensi :
1) Catat petunjuk perilaku, mis: gelisah, peka rangsang.
R/ Indikator derajat ansietas.
2) Motivasi menyatakan pernyataan, berikan umpan balik.
R/ Membuat hubungan terapeutik, membantu pasien/orang terdekat dalam
mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress.
3) Akui bahwa ansietas dan masalah mirip dengan yang dipersepsikan orang lain.
R/ Validasi bahwa perasaan normal dapat membantu menurunkan stress.
4) Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku koping yang digunakan pada
masa lalu.
R/ Perilaku yang berhasil dapat diikutkan pada penerimaan masalah saat ini,
meningkatkan rasa kontrol dingin pasien.
5) Bantu pasien belajar mekanisme koping yang efektif.
R/ Belajar cara memecahkan masalah dapat membantu dalam menurunkan stress
dan ansietas.
91
92
The role of microorganisms
Helicobacter Pylori
PATHOGENIC PROPERTIES OF HELICOBACTER PYLORI

- Adheres to gastric epithelium


- Lives within mucous gel layer overlying gastric epithelium
- Penetrates intercellular junctions
- Invades gastric glands and canaliculi of parietal cells
- Produces cytotoxins that may play role in pathogenicity
- Induces epithelial cytolysis and disrupts intercellular junctions
- Increases permeability of mucous layer to hydrogen ions and
pepsin
- Enables gastric acid and pepsin to create ulcer craters
- Evades host immune defenses
- Damages tissue
- Secretes urease to produce ammonia, which protects it from
gastric acid
1979
101
102
103
104
erosive gastritis
106
gastric ulcer
108
Duodenal ulcer
110
111
SINDROMA DISPEPSIA

112
SINDROMA DISPEPSIA
 Bukan istilah dari suatu nama penyakit
 Tapi istilah untuk suatu sindroma/kumpulan dari beberapa
gejala/keluhan, berupa:
 Nyeri di daerah ulu hati (epigastrium)
 Rasa panas di epigastrium
 Rasa tidak nyaman (discomfort) di epigastrium
 Kembung
 Mual – muntah
 Rasa cepat kenyang/perut rasa cepat penuh/begah
 Rasa seperti menyesak dari ulu hati ke atas

113
 Keluhan2 di atas tidak harus ada semuanya
pada seorang pasien Sindroma Dispepsia
 Keluhan bisa episodik atau menetap
 Awam : bila ada keluhan spt di atas
diasumsikan  Sakit Maag
 Ringan  berat  RS

114
Definisi Dispepsia
 Menurut konsensus ROMA II th 2000, adalah:
 “Dyspepsia refers to pain or discomfort centered
in the upper abdomen”

Heart burn atau pirosis


 tidak termasuk Dispepsia oleh karena
disebabkan GER

115
Epidemiologi dispepsia

15 – 30% dari populasi umum pernah mengalami dispepsia


Dijumpai 30% dari pasien dokter praktek umum
60% dari semua pasien di klinik gastroenterologi
Di Negara barat: prevalensi 7 – 41%
 (yang berobat hanya 10-20%)
Di Indonesia : data secara nasional (-)

116
Etiologi Dispepsia

Keluhan2 dispepsia timbul sbg akibat kondisi2 sbb:

1. Akibat penyakit/gangguan dalam lumen saluran cerna atas,


seperti penyakit:
 Tukak gaster (ulkus lambung)
 Ulkus duodenum
 Inflamasi : gastritis/duodenitis
 Tumor gaster
 Gastropati karena :
 NSAID/OAINS
 ASA

117
2. Penyakit2 hati, pankreas, dan bilier, spt: hepatitis, pankreatitis,
kolesistitis dll

3. Penyakit sistemik, spt :


 DM, GGK, hamil, PJK, CHF

4. Ggn fungsional  Non Organik (dispepsia fungsional) = dispepsia


non ulkus
- 30% dari kasus dispepsia
- tanpa kelainan/ggn organik/struktural

118
Hasil esofagogastroduodenoskopi pada 591 kasus
Dispepsia di RSCM th 1994

Hasil Jumlah kasus %


Normal 168 28,43
Esofagitis 35 5,91
Gastritis 295 49,1
Ulkus gaster 13 2,20
Ulkus duodeni 21 3,55
Tumor esofagus 1 0,16
Tumor gaster 6 1,01
Lain lain 52 8,83
119
Pendekatan Diagnostik pada Dispepsia
 Anamnesis : gambaran, karakteristik dan lokasi keluhan
 Pemeriksaan fisik abdomen:
 Nyeri tekan/lepas, organomegali,massa tumor
 Labor:
 jml lekosit (infeksi)
 Serologi (helicobacter pylori)
 Amilase & lipase (pankreatitis)
 Marker tumor (keganasan sal.cerna) : CEA, CA 19-9, AFP

120
 Endoskopi (esofagoduodenoskopi),
diindikasikan bila:
 Dispepsia + Alarm symptoms :
 Petunjuk awal akan kemungkinan adanya kelainan
organik: BB, anemia, muntah2 hebat, dugaan
obstruksi, hematemesis,melena, keluhan berulang,
umur > 45 th.
 Endoskopi dpt mengidentifikasi kelainan organik pada
lumen sal.cerna, biopsi dan pengambilan spesimen
untuk biakan kuman H. pylori

121
 USG : batu empedu, kolesistitis, sirosis
hati, hepatoma dsb

 Radiologi (Barium meal) :


Dapat mengidentifikasi kelainan mukosa

122
DISPEPSIA

Alarm symptoms
(anemia, BB, hematemesis, melena dsb)

- Terapi gagal +
Terapi empirik Eksplorasi diagnostik :
(endoskopik, radiologi, USG dll)

Penyebab organik Penyebab organik tidak


teridentifikasi teridentifikasi

Terapi definitif Dispepsia fungsional

123
Alur tatalaksana ringkas diagnosis kasus dispepsia
DISPEPSIA FUNGSIONAL
 DEFINISI
 Konsensus ROMA II th 2000, adalah dispepsia
 Berlangsung minimal 12 minggu (tak hrs berurutan) di dlm 12 bulan
1. dispepsia persisten a/ rekuren (nyeri a/ tak nyaman yg berpusat di upper
abdomen
2. Tak ada kelainan organik (endoskopik)
3. Bukan dispepsia yg berhubungan dg IBS

124
Epidemiologi Dispepsia Fungsional
 Inggris dan Skandinavia :
 Prevalensi : 7 – 41 %
 Hanya 10 – 20 % yg berobat

 Indonesia :
 secara nasional data (-)

125
 Untuk kepentingan th/ gambaran klinis
dispepsia fungsional terbagi atas:
1. Tipe spt ulkus  keluhan dominan nyeri
epigastrium disertai nyeri malam hari
2. Tipe spt dismotilitas  keluhan dominan
kembung, mual, muntah, rasa penuh, cepat
kenyang.
3. Tipe non pesifik  tak ada keluhan dominan

126
 Sebelum konsensus Roma II,
 heart burn/ regurgitasi termasuk dispepsia
 tapi saat ini masuk penyakit GERD krn
tingginya sensitifitas dan spesifisitasnya untuk
adanya proses GER

127
Patofisiologi Dispepsia Fungsional
 PATOFISIOLOGIS PASTI BELUM DIKETAHUI
 Faktor hipersekresi asam lambung mukosa hipersensitif thd
asam
 Faktor infeksi Helicobacter pylori  ?
 Dismotilitas  hipomotilitas antrum & ggn koord antroduodenal
 perlambatan pengosongan lambung

128
 Ambang rangsang nyeri rendah  shg distensi gaster ringan 
timbul nyeri

 Disfungsi otonom  ggn Vagal (neuropati vagal)  gagal relaxasi


proximal lambung saat makanan masuk  cepat kenyang/penuh

 Psikologis (stress kehidupan) berhub. dengan penurunan


kontraktilitas lambung

129
TATALAKSANA DISPEPSIA
NON MEDIKAMENTOSA
 Hindari makanan/minum sbg pencetus, makanan
merangsang spt:
 Pedas
 Asam
 tinggi lemak
 mengandung gas
 Kopi
 alkohol dll
 Bila muntah hebat, jgn makan dulu
 Makan teratur, tidak berlebihan, porsi kecil tapi sering
 Hindari stress, olah raga
130
Terapi Medikamentosa
 ANTACIDA :
 penetralisir faktor asam sesaat, pe nyeri sesaat
 Paling umum digunakan
 Study metaanalisis  manfaat (-), efektifitas = plasebo

 Penyekat H2 reseptor: pesekresi asam lambung


 Telah umum juga dikonsumsi
 Study : manfaat 20% diatas plasebo
 Generik : cimetidin, ranitidin, famotidin

131
 Penghambat pompa proton / proton
pump inhibitor (PPI) menghambat
produksi asam lambung :
 Paling efektif dan superior dlm menghambat
produksi asam lambung
 omeprazol, lansoprazol, pantoprazol, rabeprazol,
esomeprazol
 mahal

132
 Prokinetik (anti mual-muntah):
 dimenhidrinat, metoklopramid, domperidon,
cisapride, ondansetron
 Antagonis reseptor dopamin2 dan reseptor
serotonin
 Utk tipe dismotilitas efektif dibanding
plasebo

133
Sitoprotektor :
 sukralfat, teprenon, rebamipid
 Mucopromotor
 me prostaglandin
 me aliran darah mukosa

134
 Antibiotik:
 bila terbukti terlibatnya H.pylori (+)
 Amoxicillin, claritromisin, tetrasiklin,
metronidazol, bismuth

 Tranguilizer antianxietas, antidepresan


 Bila ada faktor psikik

135

Вам также может понравиться

  • Reseptor Obat
    Reseptor Obat
    Документ9 страниц
    Reseptor Obat
    imran pashar
    Оценок пока нет
  • Stroke
    Stroke
    Документ7 страниц
    Stroke
    imran pashar
    Оценок пока нет
  • Stase Elektif
    Stase Elektif
    Документ19 страниц
    Stase Elektif
    imran pashar
    Оценок пока нет
  • Stase Elektif
    Stase Elektif
    Документ15 страниц
    Stase Elektif
    imran pashar
    Оценок пока нет
  • LP SCTP Mow
    LP SCTP Mow
    Документ38 страниц
    LP SCTP Mow
    imran pashar
    Оценок пока нет
  • LP Laparaskopi
    LP Laparaskopi
    Документ42 страницы
    LP Laparaskopi
    imran pashar
    Оценок пока нет