Вы находитесь на странице: 1из 24

REFERAT

Airway Management

Dokter Pembimbing:
dr. Ucu, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT BAYUKARTA, KARAWANG
PERIODE 19 DESEMBER 2016 – 7 JANUARI 2017
Anatomi Jalan Napas
Manajemen Jalan Napas Rutin
• Airway assesment • Intubasi (jika terdapat
• Persiapan dan indikasi)
pemeriksaan alat-alat • Konfirmasi letak ETT
• Posisi pasien • Intraoperative
• Preoksigenasi management and
• Bag and Mask troubleshooting
Ventilation (BMV) • Ekstubasi
Airway Assesment
1. Mulut dibuka : jarak antara gigi seri 3 cm atau
lebih pada orang dewasa.
2. Tes mengigit bibir atas: gigi bawah ditarik ke
depan gigi atas. Seberapa jauhnya derajatnya
menentekan estimasi kemampuan gerakan
dari sendi temporo mandibular.
3. Klasifikasi Mallampati
4. Jarak thyromental : Diharapkan lebih dari 3
jari.

5. Ukuran lingkar leher : lingkar leher >27 cm


mensugestikan kesulitan dalam visualisasi
pembukaan glottis.
Alat-alat
1. Oral and Nasal Airway
Saat anestesi, tonus otot jalan napas menurun
 lidah dan epiglotis jatuh ke belakang
 bebaskan jalan napas
2. Teknik dan Bentuk
Face Mask
• Fasilitasi pengaliran
O2 dan gas anestesi
• Ukuran disesuaikan
dengan wajah pasien
• Bening  observasi
uap gas dan
muntahan
• Ventilasi efektif 
jalan napas harus
bebas
3. Teknik dan Bentuk Laryngeal
Mask Airway ( LMA)
Ada beberapa macam :
• Proseal LMA
• Classic LMA (dapat dipakai
ulang)
• Tidak dapat dipakai ulang
• Fastarch LMA
4. Esophageal – Tracheal
Combitube (ETC)

• Terdiri dari 2
gabungan pipa
• Masing-masing
dengan pipa
konektor 15 mm
pada ujungnya.
• Jarang digunakan
5. Pipa trakea/Tracheal
Tube (TT)

• Gold Standard
• Mengendalikan saluran
napas bawah dan
mengakses tempat
pertukaran gas secara
langsung  kontrol
ventilasi dan oksigenasi
• Pemilihan ukuran TT,
pertimbangkan :
– Memaksimalkan aliran
– Meminimalkan trauma
jalan nafas
6. Rigid Laryngoscope
• Alat untuk
pemeriksaan laring
dan fasilitas intubasi
trakea.
• Blade Macintosh dan
Miller ada yang
bentuk melengkung
ada yang lurus.
7. Flexible Fibreoptic Bronchoscope
• Digunakan pada pasien
tulang servikal tidak
stabil, pergerakan
terbatas pada temporo-
mandibular joint,
kelainan kongenital,
kelainan jalan napas
atas.
Teknik Laringoskopi dan Intubasi
• Indikasi Intubasi dengan TT:
– Pasien yang memiliki resiko aspirasi
– Operasi lama
• Pada operasi yang sebentar  Face Mask atau
LMA
Persiapan Rigid Laringoskopi
1. Tes sistem inflasi cuff 6. Posisi pasien yang benar 
dengan Elevasi kepala sedang (sekitar
menggembungkan balon 5-10 cm diatas meja operasi)
dengan spuit 10 ml. dan ekstensi dari
2. Masukan introducer ke atlantoocipito joint
dalam TT menempatkan pasien pada
3. Blade terkunci di atas posisi sniffing yang
handle laringoskop dan diinginkan.
pastikan lampu menyala 7. Preoksigenasi rutin  dapat
4. Siapkan Extra blade, dihilangkan pada pasien
handle, TT ( 1 ukuran tanpa penyakit paru dan tidak
lebih kecil atau lebih memiliki jalan nafas yang
besar) dan introducer sulit.
5. Siapkan suction 8. Mata di plester spy tidak
terjadi abrasi kornea.
Intubasi Orotrakeal
Intubasi Nasotrakeal
• Mirip dengan orotrakeal  tetapi masuk
lewat hidung dan nasofaring menuju orofaring
• Sebelumnya diberikan tetes hidung
phenylephrine 0,5-0,25%  vasokonstriksi
pembuluh mukosa hidung
• Lubrikasi TT  masukan ke dasar hidung, ke
bawah konka inferior
Teknik Ekstubasi
• Saat pasien pulih dari • Sebelum dilakukan
pelumpuh otot. ekstubasi  suction 
• Refleks batuk mengurangi resiko aspirasi
• Reaksi ini meningkatkan dan laringospasme
denyut nadi, tekanan vena • Lepas plester, balon
sentral, tekanan darah dikempiskan
arteri, tekanan intrakranial, • TT dicabut dalam 1 gerakan
dan tekanan intraokular halus
• Pada pasien asma  • Ventilasi O2 100% dengan
bronkospasme sungkup
Komplikasi jalan napas

• Hampir semua berupa


trauma
• Jika tidak cermat  lidah
tergigit
• Intubasi  gigi tanggal,
laserasi sudut mulut,
cedera glotis, dislokasi
dan subluksasi aritenoid
• Pada kasus berat 
Kelumpuhan pita suara,
edema laring
Refleks Fisiologis pada instrumentasi
jalan napas
• Mencetuskan hipertensi • Sekresi faringeal
dan takikardia • Bronkospasme
• LMA sedikit perubahan • Hipoksia
hemodinamik
• Laringospasmae
involunter  ventilasi
tekanan positif dengan
O2 100% + lidokain IV(1-
1,5 mg/kgBB)
Kesimpulan
• Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas (misalnya kelemahan dari
otot genioglosus) pada pasien yang dianestesi menyebabkan lidah dan
epiglotis jatuh kebelakang kearah dinding posterior faring. Pemasangan
oral airway kadang-kadang difasilitasi dengan penekanan refleks jalan
nafas dan kadang-kadang dengan menekan lidah dengan spatel lidah. Alat-
alat yang digunakan untuk mempertahankan jalan nafas diantaranya
adalah oral dan nasal airway, face mask, LMA, Esophageal – Tracheal
Combitube (ETC), dan Pipa Tracheal (TT). Sedangkan untuk laringoskop nya
terdapat berbagai jenis yaitu Rigid Laryngoscope, Laringokop Bullard dan
laringoskop Wu, dan Flexible Fiberoptic Bronchoscope (FOB) .

• Teknik intubasi ada 2 macam yaitu intubasi endotrakeal dan intubasi


nasotrakeal. Ektubasi saat anestesi dangkal (keadaan antara anestesi
dalam dan sadar) harus dihindari karena meningkatkan resiko
laringospasme. Komplikasi laringoskopi dan intubasi termasuk hipoksia,
hiperkarbia, trauma gigi dan jalan nafas, posisi ETT yang salah, respons
fisiologi, atau malfungsi ETT. Komplikasi-komplikasi ini dapat terjadi slama
laringoskopi atau intubasi, saat ETT dimasukkan, dan setelah ekstubasi.

Вам также может понравиться