Вы находитесь на странице: 1из 25

PANCASILA PARADIGMA PENGEMBANGAN IPTEKS DAN

PEMBANGUNAN NASIONAL

• Thomas S. Khun, dalam bukunya ‘The Structure of Scientific Revolution’ ,1970


mengemukakan pengertian paradigma – adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan
asumsi-asumsi teoritis yg umum (merupakan sumber nilai) sehingga merupakan
suatu sumber hukum2, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan
sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu
sendiri.
• Ilmu pengetahuan sifatnya sangat dinamis. Hal ini disebabkan oleh banyaknya
hasil2 penelitian – sehingga dalam perkembangannya terdapat suatu
kemungkinan yg sangat besar ditemukannya kelemahan2 pada teori yg telah ada.
Jika demikian halnya, maka ilmuwan akan kembali pada asumsi2 dasar dan
asumsi2 teoritis. Dengan demikian perkembangan ilmu pengetahuan kembali
mengkaji paradigma dari ilmu pengetahuan tsb atau dengan kata lain ilmu
pengetahuan harus mengkaji dasar ontologism dari ilmu pengetahuan itu sendiri.
• Misalnya, dalam ilmu2 sosial manakala suatu teori yg didasarkan pada suatu hasil
penelitian ilmiah yg mendasarkan pada metode kuantitatif – yg mengkaji manusia
dan masy berdasarkan pada sifat2 yg parsial, terukur, korelatif dan positivistic –
maka ternyata dari hasil ilmu pengetahuan tsb secara epistemologis hanya
mengkaji satu aspek saja dari obyek ilmu pengetahuan yaitu manusia.
• Oleh sebab itu kalangan ahli ilmu pengetahuan sosial kembali mengkaji
paradigma ilmu pengetahuan sosial tsb yaitu manusia. Berdasarkan hakikatnya,
manusia dalam kenyataan obyektifnya bersifat ganda – bahkan multi dimensi.
Atas dasar kajian paradigma ilmu pengetahuan sosial tsb kemudian
dikembangkan metode baru berdasarkan hakikat dan sifat paradigma ilmu
pengetahuan tsb – yaitu manusia – dengan mengembangkan metode kualitatif.
• Istilah ilmiah tsb kemudian berkembang dalam berbagai bidang
kehidupan manusia serta ilmu pengetahuan lain, misalnya ilmu
politik, hukum, budaya serta bidang2 lainnya.

• Dalam masalah yg populer ini, istilah ‘paradigma’ berkembang


menjadi terminology yg mengandung konotasi pengertian – sumber
nilai , kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas-asas, serta arah
dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam
suatu bidang tertentu, termasuk dalam bidang pembangunan,
reformasi maupun dalam bidang pendidikan.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
• Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara – bangsa
Indonesia melaksanakan pembangunan nasional.
• Hal tsb sbg perwujudan praksis dalam meningkatkan harkat dan martabatnya.
• Tujuan negara tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945: “…melindungi segenap bangsa
dan seluruh tumpah darah Indonesia…” .. “…memajukan kesejahteraan umum
mencerdaskan kehidupan bangsa..” – rumusan ini dalam pengertian Negara hukum
material – yg secara keseluruhan sbg manifestasi tujuan khusus nasional.
• Tujuan internasional – tujuan umum – dalam tata pergaulan internasional dirumuskan
“…ikut melaksanakan ketertiban dunia yg berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial”
• Secara filosofis – kedudukan Pancasila sbg paradigma pembangunan nasional ->
mengandung suatu konsekuensi - > bahwa dalam segala aspek pembangunan
nasional harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai dalam setiap sila
Pancasila.

• Oleh karena hakikat nilai sila-sila Pancasila mendasarkan diri pada dasar ontologis
manusia sbg subyek pendukung pokok sila-sila Pancasila sekaligus pendukung
pokok Negara. Hal ini berdasarkan pada kenyataan obyektif – bahwa Pancasila
sebagai dasar neg dan neg adalah organisasi persekutuan hidup manusia. Oleh
karenanya – neg dalam mewujudkan tujuannya melalui pembangunan nasional
untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya - > harus dikembalikan pada dasar-
dasar hakikat manusia sbg makhluk “monopluralis”.
• Unsur-unsur hakikat manusia sbg “monopluralis” – meliputi susunan kodrat
manusia – rohani (jiwa) dan raga, sifat kodrat manusia sbg makhluk individu
dan makhluk social serta kedudukan kodrat manusia sbg makhluk Tuhan YME.
• Oleh karena pembangunan nasional sebagai upaya praksis untuk mewujudkan
tujuan Negara dan seluruh warga negaranya -> maka pembangunan harus
mendasarkan pada paradigm hakikat manusia “monopluralis” tsb.
• Konsekuensinya dalam realisasi pembangunan nasional berbagai bidang untuk
mewujudkan peningkatan harkat dan martabat manusia secara konsisten
berdasarkan pada nilai-nilai hakikat kodrat manusia tsb.
• Maka pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa (rohani) – yang
mencakup akal, rasa, dan kehendak dan aspek raga (jasmani), aspek individu,
aspek makhluk social, aspek pribadi dan juga aspek kehidupan Ketuhanannya.

• Kemudian pada gilirannya dijabarkan dalam berbagai bidang pembangunan


antara lain, politik, ekonomi, hukum, pendidikan, social budaya, ipteks serta
bidang kehidupan agama.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ipteks
• Dalam upaya manusia mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan
martabatnya, maka manusia mengembangkan ipteks.
• Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) pada hakikatnya merupakan suatu hasil
kreativitas rohani manusia. Unsur jiwa (rohani) manusia, meliputi aspek akal, rasa dan
kehendak.
• Akal merupakan potensi rohaniah manusia dalam hubungan dengan intelektualitas, rasa
dalam bidang estetis dan kehendak dalam bidang moral (etika).
• Atas dasar kreativitas akalnya, manusia mengembangkan ipteks dalam rangka mengolah
kekayaan alam yang disediakan Tuhan YME.
• Oleh karena itu, tujuan esensial dari ipteks adalah demi kesejahteraan umat manusia –
sehingga ipteks pada hakikatnya tidak bebas nilai – namun terikat oleh nilai.
• Dalam hal ini, Pancasila telah memberikan dasar nilai-nilai bagi
pengembangan ipteks demi kesejahteraan umat manusia.

• Pengembangan ipteks sebagai hasil budaya manusia harus


didasarkan pada moral Ketuhanan YME dan Kemanusiaan yang adil
dan beradab.

• Pancasila yang sila-silanya merupakan kesatuan yg sistematis haruslah


menjadi system etika dalam pengembangan ipteks.
• Sila Ketuhanan YME mengkomplementasikan ilmu pengetahuan, mencipta,
perimbangan antara rasional dan irasional, antara akal, rasa dan kehendak.
• Berdasarkan sila tsb ipteks tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan,
dibuktikan, dan diciptakan – tetapi juga dipertimbangkan maksud-maksudnya dan
akibatnya – pakah merugikan manusia dengan sekitarnya. Pengolahan diimbangi
dengan melestarikan.
• Sila tsb menempatkan manusia di alam semesta – bukan sebagai pusatnya –
melainkan sbg bagian yg sistematik dari alam yg diolahnya (T.Jacob, 1986).
• Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab – memberikan dasar-dasar moralitas
bahwa manusia dalam mengembangkan ipteks haruslah bersifat beradab.
• Ipteks adalah sebagai hasil budaya manusia yg beradab dan bermoral.
• Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab – memberikan dasar-dasar moralitas
bahwa manusia dalam mengembangkan ipteks haruslah bersifat beradab.
• Ipteks adalah sebagai hasil budaya manusia yg beradab dan bermoral.

• Oleh karena itu pengembangan ipteks harus didasarkan pada hakikat tujuan
demi kesejahteraan umat manusia.
• Ipteks bukan untuk kesombongan, kecongkakan dan keserakahan manusia –
namun harus diabdikan demi peningkatan harkat dan martabat manusia.
• Sila Persatuan Indonesia – mengkomplementasikan universalitas dan
internasionalisme (kemanusiaan) dalam sila-sila yg lain.
• Pengembangan ipteks diarahkan demi kesejahteraan umat manusia, termasuk di
dalamnya kesejahteraan bangsa Indonesia.
• Pengembangan ipteks hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme
Indonesia, kebesaran bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat
manusia di dunia.
• Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan – mendasari pengembangan ipteks secara
demokratis.
• Artinya setiap ilmuwan haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan
ipteks.
• Selain itu, dalam pengembangan ipteks – ilmuwan juga harus menghormati dan
menghargai kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap yg terbuka untuk
dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan teori lainnya.
• Sila Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia – mengkomplementasikan
pengembangan ipteks haruslan menjaga keseimbangan keadilan dalam
kehidupan kemanusiaan – yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannya
dengan diri sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lain,
manusia dengan masyarakat bangsa dan Negara serta manusia dengan alam
lingkungannya.

• Simpulannya – bahwa hakikatnya sila-sila Pancasila harus merupakan sumber


nilai, kerangka berpikir serta basis moralitas bagi pengembangan ipteks.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Poleksosbudhankam.

Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Poleksosbudhankam.


• Pembangunan hakikatnya merupakan suatu realisasi praksis untuk mencapai
tujuan bangsa. Adapun pembangunan dirinci dalam bidang antara lain
POLEKSOSBUDHANKAM.
• Dalam bidang kenegaraan penjabaran pembangunan dituangkan dalam GBHN yg
dirinci dalam bidang-bidang operasional serta tartget pencapaiannya.
• Pembangunan yg merupakan realisasi praksis dalam neg untuk mencapai tujuan
seluruh warga harus mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subyek
pelaksana sekaligus tujuan pembangunan.
• Hakikat manusia adalah ‘monopluralis’ – artinya meliputi berbagai unsur – yaitu
rohani – jasmani, individu – makhluk social serta manusia sebagai pribadi –
makhluk Tuhan YME.
• Pancasila sebagai Paradigma
• Pengembangan Sosial Budaya

• Dalam pembangunan pengembangan aspek sosial budaya – hendaknya didasarkan atas sistem
nilai yg sesuai dengan nilai-nilai budaya yg dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan.
• Sebagai anti klimaks proses reformasi dewasa ini sering kita saksikan adanya stagnasi nilai social
budaya dalam masy sehingga tidak mengherankan jikalau diberbagai wilayah Indonesia saat ini
terjadi berbagai macam gejolak yg memprihatinkan – antara lain amuk masa yg cenderung
anarkhis, bentrok antar kelompok masy yg muaranya pada masalah politik.
• Oleh karena itu dalam pengembangan sosbud pada masa reformasi dewasa ini - kita harus
mengangkat nilai-nilai yg dimiliki bangsa Indonesia sbg dasar nilai – yaitu nilai-nilai Pancasila itu
sendiri.
• Dalam prinsip etika Pancasila - hakikatnya bersifat humanistik – artinya nilai-nilai Pancasila
mendasarkan pada nilai yg bersumber pada harkat dan martabat manusia sbg makhluk
berbudaya. Rumusan Sila ke-2 Pancasila – ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
• Dalam rangka pengembangan social budaya – Pancasila merupakan sumber
normative bagi peningkatan humanisasi dalam bidang social budaya.
• Sebagai kerangka kesadaran - Pancasila dapat merupakan dorongan untuk :
• universalisasi – yaitu melepaskan simbol-simbol dari keterkaitan struktur;
• transendentalisasi - yaitu meningkatkan derajat kemerdekaan manusia dan
kebebasan spiritual (Koentowijoyo, 1986).

• Dengan demikian, maka proses humanisasi universal akan menciptakan sistem


sosial budaya yang beradab.
• Dalam proses reformasi dewasa ini sering kita saksikan gejolak masy yg jauh dari
nilai-nilai kemanusiaan yg beradab. Hal ini sbg akibat perbenturan kepentingan
politik demi kekuasaan. Masy sbg elemen infrastruktur politik melakukan aksi sbg
akibat akumulasi persoalan2 politik. Anehnya suatu aksi yg tidak beradab dan
tidak manusiawi tsb mendapat afirmasi politis dari kalangan elite politik sbg
tokohnya.
• Demikian juga meningkatnya fanatisme etnis di berbagai daerah mengakibatkan
lumpuhnya keberadaban masy.
• Oleh sebab itu menjadi tugas kita bersama sbg Warga Negara Indonesia pada
pasca reformasi ini untuk mengembangkan aspek sosbud dengan
mendasarakan pada nilai-nilai Pancasila. Secara spesifik, perlu mengembangkan
aspek sosbud berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan, nilai Ketuhanan dan nilai
keberadaban.
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hankam
• Neg pada hakikatnya adalah suatu masy hukum. Demi menjamin dan hak-hak warga
Negara diperlukan peraturan perundang-undangan neg – baik dalam rangka mengatur
ketertiban warga masy maupun dalam rangka melindungi hak-hak warganya.
• Oleh karena itu neg bertujuan dan berkewajiban melindungi segenap wilayah neg dan
bangsanya.
• Oleh sebab itu – maka keamanan merupakan syarat mutlak tercapainya kesejahteraan
warga negaranya.
• Demi tegaknya integritas seluruh warga neg diperlukan pertahanan neg. Maka diperlukan
aparat keamanan negara dan aparat penegak hukum neg.
• Pancasila sebagai dasar neg dan mendasarkan diri pada hakikat nilai kemanusiaan
monopluralis – maka pertahanan dan keamanan neg harus dikembalikan pada
tercapainya harkat dan martabat manusia sbg pendukung pokok neg.
• Dasar-dasar kemanusiaan yg beradab merupakan basis moralitas
pertahanan dan keamanan neg. Dengan demikian, pertahanan dan
keamanan neg harus mendasarkan pada tujuan demi terjaminnya
harkat dan martabat manusia – secara spesifik terjaminnya hak-hak
asasi manusia.
• Pertahanan dan keamanan bukanlah untuk kekuasaan – sebab dapat
dipastikan akan terjadi pelanggaran hak-hak asasi manusia.
• Demikian pula pertahanan dan keamanan neg bukan hanya untuk
sekelompok warga ataupun kelompok politik tertentu – sehingga
berakibat neg menjadi totaliter atau otoriter.
• Oleh karena itu pertahanan dan keamanan harus dikembangkan berdasarkan
nilai-nilai Pancasila.
• Pertahanan dan keamanan neg harus dikembangkan dengan tujuan mencapai
kesejahteraan hidup manusia sbg makhluk Tuhan YME (Sila I dan Sila II).
• Pertahanan dan keamanan neg harus mendasarkan pada tujuan demi
kepentingan warga neg dalam seluruh wilayah neg (Sila III).
• Pertahanan dan keamanan neg harus mampu menjamin hak-hak dasar,
persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan (Sila IV).
• Pertahanan dan keamanan neg harus dikembangkan demi terwujudnya keadilan
dalam hidup masy – terwujudnya suatu keadilan sosial (Sila V) - agar neg
meletakkan fungsi yg sebenarnya sbg suatu neg hukum – bukan sbg neg
berdasarkan atas kekuasaan.
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama
• Pada proses reformasi dewasa ini di beberapa wilayah neg Indonesia terjadi
konflik sos yg berlatar belakang masalah SARA – terutama bersumber pada
masalah agama.
• Kondisi tsb menunjukkan kemunduran bgs Indonesia ke arah kehidupan
beragama yg tidak berkemanusiaan dan melemahnya toleransi kehidupan
beragama yg berdasarkan kemanusiaan yg adil dan beradab (tragedi Ambon,
Poso, Medan, Mataram, Kupang).
• Maka menjadi tugas kita bersama sbg warga neg Indonesia untuk mengembalikan
suasana kehidupan beragama yg penuh kedamaian-saling menghormati- dan
saling mencintai sbg sesame umat manusia yg beradab.
• Pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai yg fundamental bagi umat
beragama - bangsa Indonesia untuk hidup secara damai dalam kehidupan
beragama di neg Indonesia ini.
• Manusia sbg makhluk Tuhan YME – karena itu manusia wajib untuk beribadah
kpd Tuhan YME dalam wilayah neg dimana mrk hidup.
• Tuhan YME menghendaki untuk hidup saling menghormati – karena Tuhan
menciptakan umat manusia dari laki-laki dan perempuan – yg kemudian
berbangsa-bangsa, bergolong-golongan, berkelompok – kelompok social, politik,
budaya maupun etnis – yg tidak lain untuk saling hidup damai yg
berkemanusiaan.
• Pembukaan UUD 1945 - Pokok Pikiran IV – bahwa “ Neg berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa atas dasar kemanusiaan yg adil dan beradab”.
• Hal tsb berarti bahwa kehidupan dalam neg mendasarkan pada nilai-nilai
Ketuhanan. Neg memberikan kebebasan kepada warga negaranya untuk
memeluk agama serta menjalankan ibadah sesaui dengan agama dan
kepercayaan masing-masing.
• Hal tsb menunjukkan bhw dalam neg Indonesia memberikan kebebasan atas
kehidupan beragama atau menjamin demokrasi di bidang agama.
• Oleh karena setiap agama memiliki dasar-dasar ajaran-ajaran sesuai dng
keyakinan masing-masing maka dlm pergaulan hidup neg - kehidupan beragama -
hubungan antar pemeluk agama didasarkan atas nilai-nilai kemanusiaan yang
beradab – hal ini berdasarkan pada nilai bhw semua pemeluk agama adalah
sebagai bagian dari umat manusia di dunia.

• Oleh sebab itu – maka kehidupan beragama di neg Indonesia harus


dikembangkan kearah terciptanya kehidupan bersama yg penuh toleransi –
saling menghargai – berdasarkan nilai kemanusiaan yg beradab. **

*mpri*

Вам также может понравиться