Вы находитесь на странице: 1из 24

Penatalaksaan Kegawatdaruratan

dan Pertanggungjawaban Pengidap


Gangguan Kejiwaan Menurut
Hukum di Indonesia
Skenario 1
Seorang laki-laki berusia 30 tahun dibawa ke igd
karena berlumuran darah di daerah muka dan
kepalanya, setelah dikeroyok oleh penduduk. Dia
dikira maling sepeda motor, kalua keluarga tidak
dating pemuda itu bias mati dikeroyok. Menurut
keluarganya pemuda itu pasien RS Jiwa yang sudah 1
tahun, masih berobat jalan. Menurut pasien ia
mendorong sepeda motor karena ada suara bisikan di
telingannya yang menyuruhnya mengendarai motor
itu.
Isitilah yang Tidak Diketahui
• Tidak ada
Rumusan Masalah
Laki-laki 30 tahun ke IGD dengan berlumuran
darah di kepala dan mukanya setelah dikeroyok
dengan gangguan kejiwaan.
Hipotesis
• Laki-laki 30 tahun tersebut dapat dibebaskan
dari aspek hokum karna memiliki gangguan
jiwa.
Sasaran Pembelajaran
• Setiap korban kekerasan yang dibawa ke IGD dapat
merupakan kormobiditas, luka fisiknya dan gangguan jiwa juga
• Pada tuntutan di pangadilan penderita gangguan jiwa dapat
dibebaskan karena tindak pidana yang dilakukannya akibat
gangguan jiwa
• Pelaku tindak kekerasan dapat dituntut, karena menganiaya
penderita gangguan jiwa.
• Tindakan main hakim sendiri dapat membahayakan nyawa
orang.
Penangan Luka
• Cek keadaan umum Pesan untuk penderita / keluarga :

• Kesadaran Segera kembali ke Rumah Sakit bila dijumpai hal-hal sbb :


Tidur / sulit dibangunkan tiap 2 jam, mual dan muntah >>, SK
>>, Kejang kelemahan tungkai & lengan, Bingung /
• TTV normal Perubahan tingkah laku, Pupil anisokor, Nadi naik / turun.

• Lakukan inspeksi untuk mengeluarkan benda asing


• Lakukan palpasi mencari adanya laserasi, uvulasi,
hematoma dan fraktur. Perhatikan ekspresi wajah
pasien dan mendengarkan keluhan nyeri.
• Bersihkan luka yang kotor.
• Lakukan balut tekan pada pasien untuk sementara untuk
menghentikan pendarahan.
Anamnesis dan Pemeriksaan Psikiatri
• Auto/alloanamnesis
• Perkenalkan diri agar bisa meyakinkan pasien. Boleh
didengarkan keluarga?
• Identitas diri pasien (Orientasi: posisi pasien skrg dlm ruang
dan waktu?)
• Keluhan utama auto (alasan, brp lama, ada pencetus, pasien
tau dia sakit?). Allo (sjk kpn, perkiraan mengapa bisa, brp kali
kambuh?
• Menanyakan perjalanan permasalahannya (gejala-gejalanya)
keluhan yang terlebih dahulu dan hubungan antara keluhan
fisik dan keluhan kejiwaan
• Menyanyakan stresornya (stresornya organobiologik dan
stressor psikososial) misal : ada/tidak penyakit
kronis/menahun/akut; pengobatan/obat-obatan yang sedang
dimakan saat ini? Pernah mengalami trauma fisik?
• Menanyakan ada/tidaknya gangguan fungsi
- Fungsi pekerjaan
- Fungsi social
- Fungsi sehari-hari: bagaimana pola makan sehari hari,
kebersihan diri, pola tidur-bvangun?
• Menanyakan riwayat perjalanan penyakit sebeumnya
- Penyakit fisik
- Gejala dahulu spt apa, dpt pengobatan apa aja, warna obat, di
rawat/dirawat jalan? Kontrol teratur/tidak? Setelah sakit
apakah bisa kembali ke fungsi semula?
- Hub penyakit sblmnya dg gangguan skrg?
- Menanyakan riwayat kehidupan pribadinya
• Riwayat perkembangan kepribadian misal kecendrungan
(sejak kecil) suka menyendiri/suka hal magic mistik/suka
mencurigai semua hal/suka menjadi pusat perhatian/suka
menonjolkan kemampuan diri/suka melanggar hukum/suka
menghindar/suka akan keteraturan atau ketepatan waktu dan
lain-lain/suka menurut di depan namun memberontak di
belakang?
- Riwayat kehidupan beragama
- Riwayat perkawinan dan kehidupan psikoseksual.
- Menanyakan riwayat keluarga (menyusun pohon keluarga dan
identitas).
- Menanyakan kehidupan social sekarang ( (kondisi tempat
tinggal pasien, jmlh penghuni, pencari nafkah)
• Membuat status mental dari hasil wawancara diatas:
- Penampilan
- Sikap : kooperatif/ bermusuhan/ gaduh gelisah
- Mood : bagaiman perasaan pasien? Hipertim, eutym, hipotim,
dismorfik, labil
- Afek : apa pasien pernah menangis/tertawa tanpa sebab.
Perhatikan wajah pasien ketika diwawancara
- Proses pikir : selama wawancara apakah nyambung?
- Isi Pikir : diulang-ulang, ada waham?
- Persepsi : pernahkah melihat/mendengar sesuatu yang tidak
dilihat/didengar orang lain
- Tilikan
Klasifikasi gangguan jiwa dalam PPDGJ-
III
• Blok F0 : Gangguan mental organik atau simpatomatik
• Gangguan kejiwaannya disebabkan oleh penyakit atau gangguan fisik/kondisi medic yang secara
primer atau secara sekunder (sistemik) mempengaruhi otak secara fisiologis sehingga terjadi
disfungsi otak. Demensia merupakan salah satu kelainan yang paling mendapatkan perhatian.
Diperlukan bukti riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan labortatorium untuk menyokong hal
tersebut.

• Blok F1 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif


• Gejala gangguan jiwa dalam blok ini tidak disebabkan oleh F0. Terdapat riwayat pengguaan zat
psikoaktif yang secara psikoaktif yang secara fisiologis mempengaruhi dan menimbulkan ganggun
mental dan perilaku. Namun, tidak semua orang yang menggunakan zat psikoaktif menunjukkan
gejala gangguan jiwa.

• Blok F2 : Skizorenia, Gangguan skizotipal, Gangguan waham (dan gangguan psikotik lainnya) -
(gangguan psikotik nonorganic).
• Ciri khasnya adalah disingkirkannya kemungkinan blok F0 dan F1, terutama berdasarkan
etiologinya. Gejala yang muncul berupa gejala psikotik: halusinasi, waham, perilaku kacau,
pembicaraan kacau (tidak selalu), disertai tilikan yang buruk. Namun ada pula gangguan mental
dalam blok ini yang tidak disertai gejala psikotik yaitu gangguan skizotipal. Meskipun begitu, secara
genetik gangguan tersebut tergabung dalam keluarga skizofrenia.5
• Blok F3 : Gangguan suasana perasaan (mood/afektif)
• Untuk memasukkan ke dalam blok ini, blok F0, F1, dan F2 harus disingkirkan. Gejala dasarnya
berupa gangguan suasana perasaan/mood (depresi atau manik) yang umumnya bersifat
episodik. Kadang-kadang ditemukan juga gejala psikotik, tetapi jangka waktunya lebih pendek
daripada episode gangguan mood yang mendasarinya.

• Pada scenario pasien termasuk dalam Blok F2 yang mengacu pada gangguan kepribadian
dengan diagnosis pada PPDGJ III F20.0 tentang skizofrenia paranoid yang memiliki ciri-ciri :
• Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
• Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi
auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling) mendengung (humming) atau
bunyi tawa (laughing);
• Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual atau lain-lain perasaan
tubuh; halusianasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;
• Waham dapat berupa hamper setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control),
dipengaruhi (delusion of influence) atau “passivity”(delusion of passivity) dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas;
• gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta katatonik secara relative tidak
nyata atau tidak menonjol.
Penatalaksanaan
I. Perawatan di rumah sakit
• Indikasi utama perawatan di rumah sakit adalah :
- Untuk tujuan diagnostik.
- Menstabilkan medikasi.
- Keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh.
- Perilaku yang sangat kacau atau tidak sesuai.
- Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Antipsikotik
II. Terapi somatik
Antipsikotik
• Antagonis reseptor dopamine. Preparat : Golongan
Fenotiazin (Klorpromazin, Tioridazin), Golongan Tioxantin
(Klorprotiksen)
• Risperidone (risperdal) 2 – 4 mg per hari
• Clozapine (clozaril) 200 – 450 mg per hari.
III. Terapi somatik lainnya
Elektrokonvulsif (ECT)
• Dapat diindikasikan pada pasien katatonik dan bagi
pasien yang karena suatu alasan tidak dapat
menggunakan antipsikotik ( kurang efektif )
• Dimasa lalu skizofrenia diobati dengan koma yang di
timbulkan insulin (insulin-induced coma) dan koma
yang ditimbulkan barbiturat (barbiturate-induced
coma)
IV. Terapi psikososial
Terapi Perilaku
• Memulangkan pasien dan membiarkan pasien
berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya
atau di rawat di rumah sakit sampai pasien
bisa mengendalikan pikirannya kurang lebih 1
tahun lamanya.
Ketentuan Menurut Hukum di
Indonesia
• Proses Penyidikan Tersangka yang Diduga Mengidap
Gangguan Jiwa

Penggeledahan & Penyitaan  Penangkapan &


Penahanan Tersangka  Tersangka yang diduga
mengidap gangguan jiwa  Penyelidikan & Penyidikan 
Pemanggilan & Pemeriksaan Tersangka/saksi 
Pemeriksaan Kejiwaan Tersangka  Penangguhan/
Pembantaran Tersangka  Penyerahan Berkas Kepada
JPU (P21)  Penyerahan barang bukti & tersangka
kepada JPU
Dasar Bagi Tindakan-Tindakan yang dilakukan oleh Penyidik
Dalam Menangani Tersangka yang Diduga Mengidap
Gangguan Jiwa

• Bila Berkas dilanjutkan ke kejaksaan dan dinyataan lengkap


hingga memasuki proses persidangan. Selama proses
persidangan hakim menilai terdakwa memiliki gangguan jiwa
dan dikuatkan dengan keterangan saksi serta hasil observasi,
hakim memutuskan terdakwa bebas murni,
• dengan pasal 44 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa
mengerjakan sesuatu perbuatan, yang tidak dapat
dipertanggung jawabkan kepadanya karena kurang sempurna
akalnya atau karena sakit berubah akal, tidak boleh dihukum”
sebagai dasar hukumnya.
• Yang termasuk psikosa adalah gangguan jiwa, yang dengan
bahasa sehari-hari dinamakan: gila. Golongan yang kedua
adalah neurosa. Gangguan kepribadian dan gangguan jiwa
lain yang nonsipkosa, tidak termasuk orang gila dan harus
bertanggungjawab terhadap perbuatannya.
• DI negara maju ada undang-undang yang mengatur untuk
gangguan kepribadian.
Hukum yang Mengatur Tindakan Main Hakim
Sendiri
• Tindakan main hakim sendiri, seperti: merusak
kendaraan pelaku, menganiaya, membakar pelaku
hingga mengalami luka-luka atau bahkan
mengakibatkan hilangnya nyawa pelaku telah
memenuhi perumusan tindak pidana sebagaimana
diatur dalam KUHP.
• Penganiayaan diatur oleh pasal 351 KUHP
• (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara
paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
• (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang
bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun. (3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun. (4) Dengan penganiayaan
disamakan sengaja merusak kesehatan. (5) Percobaan untuk
melakukan kejahatan ini tidak dipidana
• Pasal 170 KUHP. Tentang kekerasan
(1) Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga
bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam
bulan. (2) Yang bersalah diancam: 1. Dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan
barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-
luka.
2. Dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan
mengakibatkan luka berat; 3. Dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.
• Pasal 406 tentang perusakan yang berbunyi:
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hak
membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai
lagi atau menghilang sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian
kepunyaan orang lain, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun
delapan bulan atau denda sebanyak-banyak Rp 4.500.
(2) Hukuman serupa dikenakan juga kepada orang yang dengan
sengaja dan dengan melawan hak membunuh, merusakkan, membuat
sehingga tidak dapat digunakan lagi atau menghilangkan binatang,
yang sama sekali atau sebagiannya kepunyaan orang lain.
Kesimpulan
• Laki-laki 30 tahun dapat dibebaskan dari pengadilan dan hukum
karna memiliki gangguan kejiwaan yaitu skizofrenia sesuai dengan
pasal 44 KUHP. Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang sifatnya
merusak, melibatkan gangguan berfikir, persepsi, pembicaraan,
emosional, dan gangguan perilaku. Gangguan psikotik adalah
gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu
menilai kenyataan yang terjadi. Faktor – faktor penyebab
skozofrenia meliputi faktor biologis, psikologis, lingkungan
dan organis. Secara umum ciri – ciri skizofrenia yaitu gangguan
delusi, halusinasi, disorganisai, pendataran afek, alogia, avolisi,
anhedonia. Sehingga laki-laki tersebut harus mendapatkan terapi
dan pengobatan sampai membaik oleh psiakiater. Penduduk yang
main hakim sendiri dapat dipidana sesuai dengan pasal 351, 170
dan 406 KUHP atau membayarkan denda.

Вам также может понравиться