Вы находитесь на странице: 1из 30

JARAK PANDANG

1. Pengertian
Jarak pandang adalah panjang bagian jalan di
depan pengemudi yang dapat dilihat dengan
jelas, diukur dari tempat kedudukan mata
pengemudi. Kemampuan untuk dapat
melihat ke muka dengan jelas merupakan hal
yang penting untuk keselamatan dan
pemakaian kendaraan yang efisien bagi
pengemudi di jalan. Lintasan dan kecepatan
kendaraan di jalan sangat dipengaruhi oleh
kontrol pengemudi seperti : kemampuan,
keterampilan, dan pengalaman pengemudi.
Jarak pandangan berguna
untuk :
 Mengindarkan terjadinya tabrakan yang dapat
membahayakan kendaraan dan manusia akibat adanya
benda yang berukuran besar, kendaraan yang sedang
berhenti, pejalan kaki, hewan-hewan pada lajur jalannya
 Memberi kemungkinan untuk mendahului kendaraan lain
yang bergerak dengan kecepatan lebih rendah dengan
mempergunakan lajur di sebelahnya
 Menambah effisiensi jalan tersebut, sehingga volume
pelayanan dapat dicapai semaksimal mungkin
 Sebagai pedoman bagi pengatur lalu-lintas dalam
menempatkan rambu- rambu lalu lintas yang diperlukan
pada setiap segmen jalan.
Dilihat dari kegunaannya jarak pandangan
dapat dibedakan atas :

 Jarak yang diperlukan oleh kendaraan untuk


berhenti (stoping). Jarak ini harus berlaku pada
semua jalan
 Jarak yang diperlukan untuk melakukan
penyiapan (passing) kendaraan lain, sangat
diperlukan pada jalan dengan dua jalur atau tiga
jalur
2. Jarak Pandang Henti (Jh)

 Jarak pandang henti adalah jarak yang ditempuh


pengemudi untuk menghentikan kendaraannya.
Pada setiap panjang jalan haruslah dipenuhi
paling sedikit jarak pandangan sepanjang jarak
pandangan henti minimum.
 Jarak pandang henti minimum adalah jarak yang
ditempuh pengemudi untuk menghentikan
kendaraan yang bergerak setelah melihat
adanya rintangan pada lajur jalannya, ditambah
jarak untuk mengerem.
Jarak pandang henti minimum merupakan
penjumlahan dari dua bagian jarak, yaitu :

 1) Jarak PIEV / Jarak Tanggap, yaitu jarak yang


ditempuh oleh kendaraan pada saat
pengemudi menyadari adanya rintangan
sampai dia mengambil keputusan untuk
menginjak rem
 2) Jarak Pengereman, yaitu jarak yang
ditempuh oleh kendaraan dari menginjak
pedal rem sampai kendaraan itu berhenti
a. Waktu Persepsi dan Reaksi

 Waktu persepsi adalah waktu yang


diperlukan pengemudi untuk menyadari
adanya halangan pada lintasannya, dan
pikiran untuk mengantisipasi keadaan
tersebut dengan keharusan menginjak rem.
Waktu reaksi adalah waktu yang dibutuhkan
oleh pengemudi untuk meghentikan
kendaraannya setelah mengambil keputusan
untuk menginjak rem
Kedua waktu tersebut dipengaruhi oleh
PIEV (perception, intellection, emotion,
and villition) dan waktu PIEV ini
tergantung dari beberapa faktor :

 Karakteristik mental pengemudi


 Tipe dan kondisi jalan
 Warna, ukuran dan bentuk halangan
 Kemampuan pengemudi mengontrol kendaraan
 Tujuan perjalanan, dan
 Kecepatan kendaraan
 Berdasarkan AASHTO ’90 mengambil waktu
PIEV sebesar 1,5 detik. Setelah pengemudi
mengambil keputusan untuk menginjak rem,
maka pengemudi membutuhkan waktu
sampai dia menginjak pedal rem. Rata-rata
pengemudi membutuhkan waktu 0,5 detik – 1
detik. Untuk perencanaan diambil waktu 1
detik, sehingga total waktu yang dibutuhkan
dari saat dia melihat rintangan sampai
menginjak pedal rem, disebut sebagai waktu
reaksi adalah 2,5 detik.
b. Jarak waktu persepsi dan reaksi
 Jarak waktu persepsi dan reaksi adalah jarak
perjalanan kendaraan selama waktu persepsi
dan reaksi, jarak ini merupakan hasil perkalian
antara kecepatan kendaraan dengan waktunya.
 Besarnya jarak PIEV dapat dirumuskan sebagai
berikut :

 dimana :
 d1 = jarak PIEV dalam (m)
 V = kecepatan kendaraan dalam (m)
 t = waktu PIEV dalam (detik) = 2,5 detik
c. Jarak Mengerem

 Jarak pengereman ini dipengaruhi oleh faktor


ban, sistim pengereman itu sendiri, kondisi muka
jalan, dan kondisi perkerasan jalan. Untuk
perencanaan hanya diperhitungkan adanya
gesekan antara ban dan muka jalan.
 Jarak mengerem ini diturunkan berdasarkan
prinsip mekanika, dengan meninjau kendaraan
yang sedang berjalan dengan kecepatan V
seperti pada gambar 4.1.

 Dimana :
 W = berat kendaraan
 f = koefisien antara ban dan permukaan perkerasan
jalan
 α = sudut jalan terhadap horisontal a = perlambatan
 Db = jarak horisontal selama mengerem sampai
berhenti g = percepatan grafitasi
 u = kecepatan saat mengerem
 G = tangen α (% kemiringan / 100)
 umum jarak pandangan henti untuk jalan dengan
kelandaian tertentu adalah :

 Untuk jalan datar :

 dimana : L = landai jalan dalam (%) dibagi 100


 Dengan mensubstitusikan nilai t = 2,5 detik, rumus jalan
datar disederhanakan menjadi :

 dimana :
 fp = koefisien gesekan antara ban dan perkerasan jalan
dalam arah memanjang jalan (menurut Bina Marga,
untuk aspal fp = 0,35 – 0,55)
 d2 = jarak mengerem (m)
 V = kecepatan kendaraan (km/jam)
Tabel 4.1. Jarak Pandang Henti (Jh)
Minimum
3. Jarak Pandang Mendahului
(Jd)
 Jarak pandang mendahului adalah jarak yang
dibutuhkan pengemudi sehingga dapat
melakukan gerakan menyiap suatu kendaraan
dengan sempurna dan aman berdasarkan asumsi
yang diambil.
 Penentuan jarak pandang menyiap yang
diperlukan pada jalan 2 lajur
 menurut AASHTO didasarkan pada jarak yang
ditempuh dengan posisi kritis dari gerakan
menyiap, sehingga secara teoritis diusahakan
mendekati keadaan seungguhnya.
 Jarak pandangan menyiap standar pada jalan 2 jalur 2 arah dihitung
berdasarkan beberapa asumsi terhadap sifat arus lalu lintas yaitu :
 Kendaraan yang akan disiap harus mempunyai kecepatan yang tetap
 Sebelum melakukan gerakan menyiap, kendaraan harus mengurangi dan
mengikuti kendaraan yang akan disiap dengan kecepatan yang sama
 Apabila kendaraan sudah berada pada lajur untuk menyiap, maka
pengemudi harus mempunyai waktu untuk menentukan apakah gerakan
menyiap dapat diteruskan atau tidak
 Kecepatan kendaraan yang menyiap mempunyai perbedaan sekitar 15
km/jam dengan kecepatan kendaraan yang akan disiap pada waktu
melaksanakan kegiatan menyiap
 Pada saat kendaraan yang menyiap telah berada kembali pada laju jalannya,
maka harus tersedia cukup jarak dengan kendaraan yang bergerak dari arah
yang berlawanan
 Tinggi mata pengemudi dikur dari
permukaan perkerasan menurut
AAHSTO’90 = 1,06 m (3,5 ft) dan tinggi objek
yaitu kendaraan yang akan disiap adalah
1,25 m (4,25 ft), sedangkan Bina Marga
(antar kota) mengambil tinggi mata
pengemudi sama dengan tinggi objek
(halangan) yaitu 1,05 cm.
 Berdasarkan asumsi tersebut, jarak pandang menyiap
didefinisikan sebagai penjumlahan 4 bagian jarak
seperti terlihat pada gambar 4.2.
 Jarak pandangan menyiap standar untuk jalan 2 lajur 2
arah terdiri dari 2 tahap yaitu :

Gambar 4.2. Jarak Pandang Menyiap


Sumber : TPGJAK ‘97
 dimana :
 d1 = jarak yang ditempuh kendaraan menyiap
selama waktu persepsi reaksi hingga
percepatan awal untuk menempati jalur
berlawanan
 d2 = jarak yang ditempuh kendaraan
menyiap selama menempati jalur berlawanan
 d3 = jarak antara kendaraan menyiap dan
kendaraan yang berlawanan arah pada akhir
gerakan menyiap
 d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang
berlawanan sebesar 2/3 waktu kendaraan
menyiap menempati jalur yang berlawanan.
 Jarak pandangan menyiap standar dihitung dengan
rumus :

 Dimana :

 d1 = jarak yang ditempuh kendaraan menyiap selama waktu persepsi


reaksi hingga percepatan awal untuk menempati jalur berlawanan
 T1 = waktu reaksi (detik), besarnya tergantung kecepatan,
2,12 + 0,026 VR
 m = perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang
disiap (diambil 10 – 15 km/jam)
 V = kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap, dalam perhitungan
dapat dianggap sama dengan kecepatan rencana (km/jam)
 a = percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari kecepatan
rata-rata kendaraan yang menyiap, 2,052 + 0,0036 VR
 dimana :
 d2 = jarak yang ditempuh kendaraan
menyiap selama menempati jalur
berlawanan (lajur kanan)
 T2 = waktu dimana kendaraan yang menyiap
berada pada lajur kanan, 6,56 + 0,048 VR
 Di dalam perencanaan seringkali kondisi jarak
pandangan menyiap standar ini terbatasi
kekurangan biaya, sehingga jarak pandangan
menyiap yang dipergunakan dapat
mempergunakan jarak pandangan menyiap
minimum (dmin) : dmin = 2/3 d2 + d3 + d4
 Penyebaran Lokasi
 Lokasi atau daerah untuk mendahului harus
disebar di sepanjang jalan dengan jumlah
panjang minimum 30 % dari panjang total ruas
jalan yang direncanakan.

4. Ketinggian Mata Pengemudi dan Halangan

 Jarak pandangan yang diperlukan sepanjang


jalan tersebut diukur dengan ketinggian mata
pengemudi ke puncak halangan / objek di jalan
saat pertama kali terlihat oleh pengemudi,
ketinggian tersebut diukur dari permukaan
perkerasan ke mata pengemudi atau puncak
objek. Berdasarkan Bina Marga (luar kota), untuk
jarak pandang henti, tinggi mata adalah 105 cm
dan tinggi objek 15 cm. Sedangkan untuk jarak
pandang menyiap, tinggi mata 105 cm dan tinggi
objek 105 cm.
 Ketinggian mata pengemudi dan objek
mempengaruhi keperluan dalam perencanaan
geometrik jalan dan keamanannya, tinggi mata
pengemudi tergantung pada karakteristik kendaraan
dan tinggi badan pengemudi. Pemilihan tinggi objek
untuk rencana merupakan hasil pertimbangan akan
kemungkinan dan penghematan biaya.
 Di dalam perencanaan geometrik jalan faktor
karakteristik jalan turut menentukan, sementara itu
perkembangan kendaraan bermotor yang sangat
cepat. Hal ini menimbulkan evolusi terhadap bentuk
kendaraan yang cenderung pada penurunan tinggi
mata pengemudi sehingga akan berpengaruh pada
perencanaan geometik jalan.

Вам также может понравиться