Вы находитесь на странице: 1из 152

IDENTIFIKASI DAN TKP

HARI WUJOSO

1
PENANGANAN
TKP
2
1 pengamanan

2 pengolahan

3
TKP
1. PERTOLONGAN PADA
KORBAN
2. PENUTUPAN
3. PENJAGAAN

- CEK KORBAN YANG ADA


-MASIH HIDUP CEPAT DITOLONG
- SUDAH MATI JANGAN DIRUBAH

4
DILAKUKAN POLISI

1. MEMBERI PERTOLONGA KORBAN YANG MSIH HIDUP


2. MEMBUAT BATAS TKP (DENGAN POLICE LINE, TANDA, DAN LAIN-
LAIN)
3. MELARANG SEMBARANG ORANG UNTUK MASUK TKP
4. CARI PELAKU JIKA MSIH DISEKITAR TKP
5. CATAT IDENTITAS KORBAN DAN TANDA LAIN YANG BERHUB
DENGAN TKP
6. MINTA BANTUAN RT RW (JIKA PERLU) UNTUK MEMBANTU
MENGAWASI TKP
7. SEGERA BERI TAAHU PENYIDIK / SERSE UNTUK SGR MLKK
PENYIDIKAN
5
TKP
TAHAP-TAHAPNYA

1 PENGAMATAN TKP SECARA UMUM

PEMBUATAN SKETSA
2

3 PEMOTRETAN
6
3 PEMOTRETAN

PENCARIAN BARANG BUKTI


4

PENGAMBILAN BARANG BUKTI


5

6 PENGUMPULAN BARANG BUKTI

7 PERSYARATAN BARANG BUKTI

7
3 PEMOTRETAN

PENCARIAN BARANG BUKTI


4

SETELAH BB DITEMUKAN
PENGAMBILAN BARANG BUKTI
SEGERA
5
DIAMBIL
SESUAI KETENTUAN TEKNIS YANG ADA
6 PENGUMPULAN BARANG BUKTI

7 PERSYARATAN BARANG BUKTI

8
3 PEMOTRETAN

PENCARIAN BARANG BUKTI


4

PENGUMPULANSETELAH BB DITEMUKAN
BB DILAKUKAN DENGAN KETENTUAN
PENGAMBILAN BARANG
SEGERA
• PENENTUAN BUKTI
WADAH BB
5
• SETIAP LOKASI BERBEDA WADAHNYA BEDA
DIAMBIL
• JIKA PERLU DIAWETKAN
• SESUAI
SESEGRA MGKN BB TEKNIS
KETENTUAN YANG TLH TERKUMPUL
YANG ADA
6 PENGUMPULAN BARANG BUKTI
SGERA DI PX / DI LAB FOR

7 PERSYARATAN BARANG BUKTI

9
PERSYARATAN BB
1. TEKNIS
DIJAGA KEMURNIANNYA
JANGAN SAMPAI TERTUKAR

2. ADMINISTRATIF
DIBUAT BERITA ACARANYA

10
PEGAMATAN UMUM BERTUJUAN UNTUK MENDAPAT GAMBARAN
SECARA KASAR DAN UMUM DARI TKP, KIRA-2 TJD APA DISINI

HAL-HAL YANG DAPAT DILAKUKAN DARI


TAHAP INI ADALAH :

1. SIAPA YANG HARUS MLKK PENGAMBILAN BB


2. APA YANG TERJADI, BB APA YANG HARUS DICARI
3. DIMANA BB DAPAT DITEMUKAN
4. BRP JML BB YANG DAPAT DITEMUKAN
5. MENGAPA BB TERSEBUT HARUS DITEMUKAN
6. BGMN KONDISI BB SAAT DITEMUKAN
7. BB YANG DITEMUKAN SGR DI PX DI LAB FOR.

11
SEGERA DIBUAT SKETSA TKP
-USAHAKAN SEBELUM ADA PERUBAHAN
AKIBAT UPAYA PERTOLONGAN, DLL

SKETSA DIBUAT SECARA TOTAL


SEHINGGA MEMBERIKAN GAMBARAN
TOPOGRAFIS YANG LENGKAP

12
- PEMOTRETAN MUTLAK PERLU DILAKUKAN

1. DILAKUKAN DARI BANYAK SUDUT


2. PAKAI PENCAHAYAAN NORMAL
3. FILM NEGATIF DICATAT/DIIDNTIFIKASI
4. DILAKUKAN JURU FOTO KEPOLISIAN KHUSUS
5. AMBIL POSISI ASLI, BARU KEMUDIAN POSISI
TAMBAHAN
6. KEMBALIKAN BB KEMBALI PADA TEMPATNYA

13
TEKNIK PENCARIAN BB

1. METODE STRIP / DOUBLE STRIP

TKP
14
2. METODA ZONA

R. TAMU
K TIDUR

R. KELUARGA
K TIDUR

15
3. METODE SPIRAL
PUSAT
4 METODE RODA
SPIRAL 1

SPIRAL 2

16
Identifikasi berdasar jenis
primer sekunder

Sidik DNA Properti

Sidik Jari Dokumen

Medical
Sidik Gigi
record

17
Identifikasi berdasar sampel
Darah
Liur
Kulit
Rambut / bulu
Telinga
Bibir
Kuku

18
ENTOMOLOGI FORENSIK

19
Pendahuluan
• Penentuan saat kematian sangat penting baik pada kasus
karena tindakan kriminal maupun kasus yang umum
• Kasus kriminal waktu terjadinya pembunuhan,
mengurangi jumlah tersangka atau memperkirakan
tersangka, menegaskan atau menyangkal suatu alibi
• Kasus umummenentukan siapa yang mewarisi kekayaan
atau polis asuransi

20
Pendahuluan

• Jenasah membusuksudah terdapat larva


• Jenasah membusuk  lahan berkembang
biak serangga t.u lalat
• Serangga disekitar jenasah bersifat kriptozoik
menyukai hidup disekitar sampah atau jenasah
• Larva lalat : kira-kira 36-48 jam pasca mati

21
Pendahuluan
• Identifikasi spesies lalat dan mengukur
panjang larva, maka dapat diketahui usia larva
tersebut, yang dapat dipergunakan untuk
memperkirakan saat mati, dengan asumsi
bahwa lalat secepatnya meletakkan telur
setelah seseorang meninggal

22
Perubahan-perubahan tubuh jenasah

• Pembusukan setiap organ berbeda


• Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu lingkungan
optimal (26,5 C)
• Kecepatan pembusukan mayat yang berada dalam tanah :
air : udara= 1 : 2 : 8
• Proses pembusukan dapat melalui dua cara yakni melalui
autolisis dan bakteri

23
Jenis-jenis Serangga dalam Kedokteran Forensik

• Serangga atau lalat akan datang ke jenasah dua hari


setelah kematian korban
• Lalat merupakan serangga yang termasuk dalam filum
arthropoda, yang didapatkan pada mayat sebagai
kelompok serangga yang bersifat nekrofag
• Filum arthropoda lalat termasuk dalam kelas insecta atau
hexapoda. Pada hexapoda pada tubuhnya terdiri dari
kepala, thoraks dan abdomen yang merupakan ciri khas
dari serangga, ketiga bagian tersebut berbatas jelas satu
dengan lainnya.

24
Jenis-jenis Serangga dalam Kedokteran Forensik

• Hexapoda: 3 subordo, lalat  subordo Cyclorrhapha


(Sarcosaphagus): 3 famili penting dalam kedokteran
forensik
• 3 Famili yakni :
- Calliphoridae (Blow flies/lalat hijau): Calliphora,
Callitroga, Crysomyia dan dermatobia
- Muscidae (House flies/lalat rumah):musca
domestica
- Sarcophagidae (Flesh flies/ lalat daging) :
sarcophaga

25
Jenis lalat yang penting dalam kedokteran
forensik
sarcophaga

Calliphora

Musca domestica

26
Lalat berkembang biak melalui proses
metamorphosis

27
Stadium perkembang biakan lalat

Stadium telur : 8 – 14 jam menetas menjadi larva


Stadium larva :
- Larva instar 1 : panj. max 5 mm, setelah 2 hari,
enzim proteolitik (+), hidup 8 – 12 jam
- Larva instar 2 : panj. max 10 mm, setelah 3 hari,
hidup 2 – 3 hari, aktif makan
- Larva instar 3 : panj. max 17 mm, setelah 4-5 hari,
berhenti makan, migrasi
Stadium prepupa : larva lambat bergerak, memendek, panjang 12
mm, setelah 8 – 12 hari
Stadium pupa : kulit mengering warna coklat dan mengeras
(puparium), panjang 9 -10 mm setelah 2 minggu

28
Insecta yang ditemukan di jenasah pada musim
panas

• Jenasah segar Ordo Diptera : Calliphoridae, lucilla,


sarcphagidae dan muscidae
• Jenasah permulaan pembusukan Calliphoridae,
Sarcophagidae dan muscidae
• Jenasah umur 3 – 6 bulanOrdo diptera, ordo
coleopteran & ordo Lepidoptera
• Jenasah umur 1 tahunOrdo diptera
(drosophillidae,etc); ordo coleopteran (Hister)
• Jenasah dengan fermentasi ordo diptera (Muscidae) & ordo
coleopteran (Saprinus)
• Jenasah mengeringordo diptera ( Sphaericerdidae) & ordo
acarina(Mites)
• Jenasah kering sempurnaOrdo coleopteran & ordo Lepidoptera.

29
Saat Kematian Melalui Entomologi Forensik

• Pengambilan sampel larva pada jenasah yakni pada semua


tempat/bagian ditubuh jenasah
• Mencari larva yang paling besar sebanyak-banyaknya.
• Jika larva akan dikirim ke laboratorium terlengkap maka larva
direndam dalam air panas (60C) untuk mejaga morphologinya
• Sebagai pengawet pemeliharaan digunakan antar lain ethyl alcohol
70% dan Alkohol 95% + formalin 40% + glyserin

30
Saat Kematian Melalui Entomologi Forensik

Pembuatan sediaan yang dikerjakan Lee (1985) dengan


cara sebagai berikut :
• larva direndam dalam larutan KOH 10% selama 4 jam,
lalu cuci dengan air
• masukkan dalam larutan asam asetat 10% selama 30
menit, lalu cuci dengan air
• lalu mengangkat hati-hati badan larva dan potong
bagian terakhir transversal
• bagian dalam badan larva pada potongan tadi lakukan
dehidrasi dengan larutan etanol 30%---70%-----90%-----
-absolut masing-masing selama 30 menit

31
Saat Kematian Melalui Entomologi Forensik

• Potongan larva dijernihkan dengan minyak zaitun


selama 30 menit
• Cuci dengan larutan xylol
• Potongan larva dibuat sediaan dengan menggunakan
Canada balsam lalu dilihat pada mikroskop untuk jenis
spesiesnya.

32
33
Tatacara Pengumpulan dan
Preservasi Sampel DNA pada kasus
forensik

Evi Untoro
Jakarta, Indonesia
Email: evi_untoro@yahoo.com,

34
Deoksiribo Nucleic Acid (DNA)
• 1944 : Oswald Avery menyatakan bahwa DNA merupakan
materi keturunan genetik
• 1953 : James Watson dan Francis Crick menyatakan bahwa
struktur molekul DNA adalah Double Helix
• 1980 : David Botstein,dkk menemukan landasan konstruksi
pemetaan gen manusia melalui RFLP (Restriction Fragment
Length Polymorphism)
• 1984 : Alex Jeffreys menemukan bahwa teknologi RFLP dapat
diterapkan pada ilmu identifikasi personal yang dikenal
dengan “DNA Fingerprinting” dipakai pada lab kriminal di
seluruh Amerika.
• 1986 : Karl Mullis memperkenalkan metode PCR (Polymerase
Chain Reaction)

35
Deoksiribo Nucleic Acid (DNA)
• Sebagai suatu tehnik baru, pemeriksaan DNA
telah diterima sebagai bukti di pengadilan
sejak tahun 1990
• Dalam hal identifikasi personal atau barang
bukti biologis, DNA merupakan salah satu
pemasti identitas di samping data gigi
(odontologi forensik) dan sidik jari.

36
Deoksiribo Nucleic Acid (DNA)
• Materi keturunan pembawa sifat
• core-DNA (c-DNA) : dalam nucleus, double
helix, diturunkan dari ibu dan bapak
• Mitokondria DNA (mt-DNA) : dalam
mitokondria, sirkuler, diturunkan dari ibu

37
Keunggulan pemeriksaan DNA
• Sensitifitas tinggi : peka
• Spesifisitas tinggi : akurat, polimorfik
• Sampel lebih stabil
• Pilihan sampel luas
• Pada kasus perkosaan: dapat menentukan
identitas dan jumlah pelaku
• Paternitas antenatal, postmortem dan tanpa
ayah
38
Sampel DNA
• Sebelum sampel dna dapat diperiksa, maka
harus dibawa dahulu ke laboratorium.
• Biasanya pengambilan sampel berasal dari TKP
maupun ruang otopsi
• Sampel harus dilindungi dari bahan-bahan
yang akan membuatnya terdegradasi sehingga
DNA pecah menjadi fragment-fragment kecil
yang sulit untuk dinilai.

39
Faktor yang membuat DNA terdegradasi

• Waktu
• Suhu
• Kelembaban (tumbuh mikroorganisme pada
sampel)
• Sinar (lampu maupun Matahari/UV)
• Paparan terhadap macam-macam zat kimia
• Enzim DNAase

40
Sampel DNA
• Mixed sample : campuran sampel DNA yang
terdiri dari beberapa indvidu pada saat
pengambilan sampel
• Contaminated sample : sampel DNA yang
telah terkontaminasi saat dikumpulkan,
disimpan dan dianalisa.

41
Jenis Sampel DNA
• Darah dan bercak darah
• Sperma dan bercak sperma
• Jaringan dan sel
• Tulang dan organ
• Rambut dan folikel rambut
• Saliva dan bercak saliva
• Urin
• Potongan kuku, perangko, puntung rokok

42
Prinsip Penanganan
• Semua bahan harus dianggap infeksius dan
berbahaya
• Menggunakan masker,sarung tangan
• Menggunakan alat yang bersih belum
terkontaminasi

43
Cara pemindahan barang bukti biologis

• Deposit langsung
Dari sumber langsung ke korban dan TKP
primer
• Deposit sekunder
Dari sumber ke korban atau TKP primer dan ke
TKP sekunder atau ruang otopsi

44
Penanganan di TKP
• bahan di kumpulkan
• Di dokumentasikan sesuai posisinya dengan
posisi foto tegak lurus
• Dicatat lokasi dan kondisi barang bukti
• Di tuliskan hubungan spasial BB dengan TKP
• Dicatat kondisi barang bukti biologis

45
Sampel Darah
• Darah cair 3-5ml diberi pengawet EDTA dimasukkan
ke termos yang bersuhu 4 derajat Celcius dan bawa
ke lab.
• Bercak darah yang masih basah dapat diusap pada
kain kasa lalu dikeringkan dan dimasukkan dalam
plastik atau amplop
• Bercak darah yang mengering dapat di kerok dengan
skalpel, dibawa dengan skalpelnya atau di usap pada
kain kasa yang basah lalu di keringkan dan dibungkus

46
Sampel Darah
• Percikan darah kering yang sukar di ambil,
gunakan selotip (sebaiknya dengan
menggunakan selotip yang dipergunakan
untuk sidik jari)
• Tiap selotip dibungkus dan di beri label
• Atau selotip tersebut di taruh di suatu
kontainer bentuk kubus yang bagian bercak
darahnya tidak terkena tutup kontainer. Diberi
label dan bungkus.

47
Sampel Darah
• Bercak darah pada kendaraan
• 1. permukaan luar
• 2. bagian bawah kendaraan
• Didokumentasikan, di ambil dan dibungkus.
• Untuk bercak darah pada permukaan bercat, di kerok
dengan/tanpa catnya dan tampung dengan kertas.
• Hal ini harus dilakukan sebelum deteksi sidik jari
pada kendaraan (kecuali deteksi sidik jari yang
menggunakan laser/cahaya lain)

48
Sampel Darah dapat di kumpulkan dengan
FTA technology

49
Sampel Sperma
• Diserapkan pada kain kassa dan dikeringkan lalu
dibungkus
• Untuk semen cair pada TKP, di ambil dengan spuit,
ditaruh di tabung, simpan di suhu 4 derajat Celcius
kirim ke lab.
• Bercak semen pada barang yang dapat dipindah,
diambil bersama bendanya dikeringkan di udara, lalu
dikumpulkan secara terpisah di segel dan dilabel,
simpan pada suhu 4 derajat Celcius, kirim ke lab

50
Sampel Sperma
• Bercak semen pada benda yang dapat
dipotong, gunting daerah bercak, simpan tiap
bercak terpisah, dibungkus, segel dan beri
label
• Bercak semen yang tidak dapat di pindah, dan
tidak dapat diserap, di kerok dengan skalpel
dan tampung pada kertas, simpan tiap bercak
terpisah.

51
Sampel sperma
• Pada kasus susila dengan menggunakan Rape
Kit lakukan swap oral, vaginal dan anal,
kemudian keringkan, bungkus, segel dan label.
Segera kirimkan ke lab.

52
Jaringan ,Organ dan Tulang
• Jaringan dan organ yang segar, sampel terbaik
: limpa, hepar,KGB
• Jaringan yang membusuk, sampel terbaik :
otak walaupun kondisi sudah mencair
• Bisa juga dengan mengambil otot psoas
• Untuk tulang yang sering di ambil adalah
tulang klavikula, namun dapat juga
menggunakan tulang lainnya

53
Jaringan, Organ dan Tulang
• Untuk organ yang segar di ambil dengan
menggunakan forceps, dimasukkan ke dalam
wadah atau tabung, tanpa fiksatif, di bungkus,
segel, label dan masukkan ke freezer -
20derajat Celcius.
• Bisa juga menggunakan kertas aluminium dan
dibekukan pada -20 derajat celsius

54
Jaringan, Organ dan Tulang
• Untuk bahan yang tidak segar, di ambil dengan
menggunakan sarung tangan, yang berkaitan
disatukan
• Ganti sarung tangan tiap kali selesai mengambil
sampel masing-masing organ.
• Ditaruh di wadah/tabung tanpa fiksatif biarkan
dalam suhu ruangan kirim segera ke lab
• atau dapat pula dibungkus dengan kertas aluminium
dan disimpan di -20derajat celcius kirim segera ke
lab.

55
Rambut dan Folikel Rambut
• Untuk helai rambut, ambil dengan
forceps/pinset bersih
• Tiap kelompok rambut ditaruh ditempat yang
terpisah, bungkus, segel dan beri label
• hati-hati jangan sampai merusak akar/folikel
rambut

56
Rambut dan Folikel Rambut
• Untuk rambut yang tercampur dengan darah,
jaringan atau cairan tubuh, diambil secara
hati-hati dalam wadah atau tabung, atau di
bungkus di kertas aluminium, disegel dan beri
label
• Simpan pada suhu 4 derajat Celcius, kirim ke
lab

57
Saliva, Urin, dan Cairan Tubuh lainnya
• Jika sampel cair, masukkan ke dalam wadah
botol segel dan label, dalam keadaan 4 derajat
Celcius segera kirim ke lab.
• Untuk saliva, jika tidak ada wadah, bisa di
swap pada cotton bud, dikeringkan dan
dibungkus, segel dan beri label.

58
Saliva, Urin dan Cairan Tubuh Lainnya
• Bila berupa bercak, dikumpulkan seadanya, di
kerok atau dipotong dari tempatnya
• Di masukkan ke dalam plastik atau amplop,
bungkus, segel dan beri label
• Kirim ke lab

59
Potongan Kuku, Perangko,Puntung Rokok

• Sampel di atas dapat langsung di keringkan


dan dimasukkan ke dalam amplop yang
terpisah,di segel, di label, dan dikirimkan ke
lab segera.

60
Penulisan label
• Tanggal
• Jam
• Sumber
• Lokasi
• Kolektor
• No kasus
• No urut

61
Penanganan di Lab DNA Forensik
• Dilihat bungkusan, label dan segelnya apakah
sesuai dan masih utuh
• Di identifikasi no lab dan tanggal, jamnya
• Di buka dalamnya dan di dokumentasikan,
dicatat kondisi barang bukti biologis dan beri
no baru lab
• Dilakukan uji pendahuluan

62
Penanganan di Lab DNA Forensik
• Orang yang berada di lab harus membuat formulir
informasi sampel yang dikirimkan berupa:
• 1. no. kasus
• 2. deskripsi, no.bahan
• 3. lokasi bercak
• 4. ukuran, pola bercak
• 5. kondisi bercak
• 6. jumlah sampel
• 7. no. tabung ekstraksi

63
Penanganan di Lab DNA Forensik
• Orang Lab harus memakai topi, masker dan jas lab
• Ambil bahan secara hati-hati, jangan sampai
misnumbering atau mengkontaminasi sampel
dengan menggunakan peralatan yang sudah kotor
atau tidak steril lagi.
• Sebagian sampel di simpan pada -20derajat Celcius
bila diperlukan dapat di periksa lagi sisanya(cadangan
analisis).
• Tiap sampel di taruh di wadah yang terpisah
• Harus ada penggunaan kontrol negatif

64
Kesimpulan
• Pemanfaatan DNA dalam bidang kedokteran
terkendala oleh kondisi riil di lapangan di mana
sampel sudah tidak segar lagi bahkan minim
jumlahnya.
• Kesalahan dalam penanganan sampel DNA dari TKP
dan ruang otopsi akan menyulitkan proses
pemeriksaan DNA di laboratorium
• Hal yang paling berbahaya adalah jika salah
mengambil sampel dan terkontaminasi, yang juga
bisa terjadi saat preservasi dan pengangkutan DNA
sampel ke lab. Bahkan kontaminasi oleh orang lab
sendiri.
65
Kesimpulan
• * Keberhasilan analisa DNA tergantung:
• Jenis bahan dan jumlahnya
• Cara pengumpulan bahan
• Cara preservasi
• Sistem dokumentasi
• Cara pembungkusan

66
Kesimpulan
• Untuk menghindari terbentuknya DNAase
yang akan merusak DNA itu sendiri maka
sampel DNA dapat di simpan dalam kondisi
kering, di beri pengawet EDTA atau di simpan
di suhu -20derajat Celcius.
• Dengan melakukan pengambilan, preservasi
dan pengiriman sampel DNA secara legeartis,
maka diharapkan sampel dapat dianalisa
dengan baik pula di laboratorium DNA
Forensik.
67
POLA PEMETAAN LOKUS DNA INTI DALAM
PEMERIKSAAN SAMPEL IDENTIFIKASI FORENSIK
DENGAN METODE PCR PADA LOKUS CSFIPO, THOI &
TPOX

AHMAD YUDIANTO
68
Pendahuluan

• Identifikasi  terpenting dalam


pemeriksaan Forensik
• Contoh Kasus : Bom Bali 1-2, Bus terbakar di
Paiton, Gempa Yogya dll
 Pada kasus tertentu sulit teridentifikasi 
bisa gagal identifikasi
 Perlu metode : molekuler Forensik Kondisi
tertentu sampel tidak fresh : degradasi DNA

69
70
Pendahuluan

Sejauh ini identifikasi forensik secara molekuler


pada kasus dengan kegagalan identifikasi
konvensional belum banyak diketahui.

71
Tujuan Penelitian
• Tujuan Umum
- Untuk mengetahui identifikasi forensik secara molekuler
pada kasus dengan kegagalan identifikasi konvensional

• Tujuan Khusus
- Koleksi dan isolasi degrded DNA yang berasal dari bercak
darah ataupun keringat yang sudah mengering setelah
dibiarkan beberapa saat.
- Melakukan deteksi keberhasilan DNA Profiling melalui
amplifikasi DNA dengan metode PCR dengan primer STR
(Lokus THOI, TPOX & CSF1PO)

72
Manfaat Penelitian
• Ditemukan pola –pola pemetaan lokus-lokus
DNA inti yang masih dapat terdeteksi dalam
degradasi DNA, sehingga membantu dalam
hal pemilihan primer lokus STR.
• Pemetaan – pemetaan lokus tersebut dapat
digunakan sebagai acuan dalam Forensic DNA
Profiling

73
Kerangka Konseptual

Forensic Identification
(Butler et al, 2001)

matching suspect with Missing persons investigations Mass disasters : putting pieces back
evidence together

Associative identification Failure

Unidentified body Decomposed body

Alternative Human Identity Testing

Forensic DNA profilling

Nuclear DNA Mitochondrial DNA

Degraded DNA

Partial degraded DNA Total degraded DNA

Mapping (STR loci) and HV1,2 mtDNA

Protocol recommendation
for DNA forensic identification procedure

74
RENCANA RISET
1. Rancangan Penelitian : Observasional analitik
2. Sampel : bercak keringat & bercak darah
3. Besar Sampel : 6 buah
4. Variabel :
- Tergantung : lokus DNA terdegradasi
- Bebas : waktu paparan
5. Bahan penelitian : STR (CSF1PO,THO1, TPOX)
- STR ini metode masuk akal, kuat, efisien &
deteksi & ekspresi tinggi

75
Rencana Riset
Primer Short Tandem Repeat
(STR)(biotech/strbase/seq.ref.htm):
- THO1 : 160-204 bp
5’-CTGGGCACGTGAGGGCAGCGTCT-3
5’-TGCCGGAAGTCCATCCTCACAGTC-3’
-TPOX : 213-249 bp
5’-ACTGGCACAGAACAGGCATCTAGG-3’
5’-GGAGGAACTGGGAACCACACAGGT-3’
-CSF1PO : 280 -320 bp
5’-AACCTGAGTCTGCCAAGGACTAGC-3’
5’-TTCCACACACCACTGGCCATCTTC-3’

76
Alur Rencana Penelitian
Sampel Forensik

Bercak darah & Bercak keringat


setelah 10 hari & 20 hari

Ekstraksi/Isolasi
DNA

UV Spectrofotometer

Amplifikasi PCR primer STR lokus


CSFIPO, THO1, TPOX

Elektroforesis

Deteksi Deteksi (-) Mini primer


(+) set

Analisis

77
HASIL PENELITIAN
• Kadar & Kemurnian Sampel

Sampel Lama Paparan Tempat penyimpanan


Suhu kamar Lembab
Kadar Kemurnian Kadar Kemurnian
(ng/ml) (ng/ml)

Bercak Hari ke 1 790 1,37 450 1,25


darah
Hari ke 10 850 1,27 356 1,36

Hari ke 20 220 1,59 210 1,21

Bercak Hari ke 1 98,38 1,23 80,9 1,23


Keringat
Hari ke 10 60,12 1,15 59,18 1,19

Hari ke 20 51,38 1,46 49,46 1,02


78
• Disini kadar DNA Bercak darah & Keringat berdistribusi
normal, jadi memenuhi syarat untuk uji parametrik. (p>
0.05, p sampel B drh : 0.324 dan p sampel b keringat :
0.174, uji kolmogorof smirnov)
• Dari hasil uji pearson, p 0.000; artinya ada korelasi yang
bermakna antara perlakuan dengan kadar DNA B drh.
Koefisien korelasi pearson -0.847, maksudnya ada korelasi
yang cukup kuat dan negatif artinya berbanding terbalik.
Makin kuat paparan makin rendah kadar DNA.
• Korelasi perlakuan dengan kadar DNA cukup kuat,
korelasinya negatif artinya berbanding terbalik. Koefisien
korelasi -0.786. Sama dengan sampel 1. Korelasinya
bermakna dengan p 0.001

79
HASIL PENELITIAN
• Hasil visualisasi Lokus STR
Sampel Lama paparan Hasil Visualisasi Lokus STR
CSF1PO TPOX THO1
Bercak Hari Ke 1
Darah
+ + +
Hari Ke 10
+ + +
Hari Ke 20
+ + +
Bercak Hari ke 1
Keringat
+ + +
Hari ke 10
+ + +
Hari ke 20
+ + +

80
Bercak darah Bercak Keringat

B.keringat b.drh

Visualisasi THO1 hari ke 20 Visualisasi TPOX hari ke 1

81
b.keringat b.drh b.keringat
b.drh

Visualisasi TPOX hari ke 20 Visualisasi CSF1PO hari ke 20


82
Pembahasan
• Efek lingkungan  kadar & kemurnian
DNA

• Ok. Penurunan 1 ng  penurunan hingga


95% pada STR
• Degradasi DNA  akibat efek lingkungan
• PCR  dibutuhkan hanya sedikit sampel

83
• Degradasi DNA :
- kerusakan dari dalam  ROS
- Kerusakan factor luar : suhu, kelembaban

84
Pembahasan
• Muladno : visualisasi kuat  kemurnian yg
adekuat & Kadar yg memadai
• Dlm penelitian ini  penurunan signifikan
terhadap lama paparan serta tempat
penyimpanan
• 40% sampel Forensik : degradasi DNA STR

85
86
• 5-6 lokus : 1 : 100 milyard
• CSF1PO, THO1, TPOX : power diskriminant tinggi,
sering digunakan dalam populasi genetik
• Penelitian ini didapatkan urutan: THO1, TPOX,
CSF1PO
• Ok. GC content kestabilan
• TH01 & TPOX : rasio GC content ; 0,48 sedangkan
CSF1PO : 0,33

87
Simpulan
• Faktor lingkungan berpengaruh dlm kadar &
kemurnian DNA
• Urutan keberhasilan lokus STR : THO1, TPOX,
CSF1PO

88
CODIS-13 AND ITS ROLE
IN PERSONAL IDENTIFICATION

Djaja Surya Atmadja, Evi Untoro, Erwin Kristanto


Department of Forensic Medicine and Medicolegal
Faculty of Medicine University of Indonesia
Jl. Salemba 6, Jakarta 10430
atmadjads@yahoo.com, evi_untoro@yahoo.com

89
Introduction
• Since the first application in 1990, STR
nowadays is the most popular DNA typing
all over the world, not only for disputed
paternity cases, but also for personal
identification.
• STR is recommended for application in
forensic cases due to its high degree of
discrimination, and fast analysis

90
DNA in a Cell

91
Core DNA

92
93
Short Tandem Repeats
• core DNA
• contains tandem repeats of about
2 – 6 or 3 - 7 base pairs
• In every STR locus, individual has 2
alleles:
– One from the mother (maternal allele)
– One from the father (paternal allele)

94
Advantages of STR
• Plentiful • Low molecular weight
• Small amount of DNA may be used
sample required • Non-radioactive
• Discrete detection
• Digital recording of data • Small, defined size
• Rapid DNA purification ranges allow multiple
methods available detection
• Automatization

95
STR polymorphism
• Every STR locus is 8 to 23 
combination of possible
genotype is plenty, more
than HLA-DQA and
Polymarker.
• To enhance the
discrimination power, the
number of STR locus to
type is suggested more
than 6.
96
Figure of STR typing

97
FBI recommendation
• In 1997 FBI announced the selection of 13 STR
locus to constitute the core of the US national
database, CODIS.
• All CODIS STRs are tetrameric repeats
sequences
• All forensic laboratories that use the CODIS
System can contribute to a national database

98
STR repeat motifs in CODIS13
• Simple repeats consisting of one repeating
sequence: TPOX, CSF1PO, D5S818, D13S317,
D16S539
• Simple repeats with non-consensus alleles:
TH01, D18S51, D7S820
• Compound repeats with non-consensus
alleles: vWA, FGA,D3S1358, D8S1179
• Complex repeats: D21S11

99
Hypervariability
• When all 13 CODIS loci are tested, the average
random match probability is 1 in a trillion
among unrelated individual (Chakraborty et
al, 1999)
• Three most polymorphic markers are FGA,
D18S51 and D21S11
• The least variation between individuals: TPOX

100
Advantages of CODIS STR system
• Has been adopted by forensic DNA analysis
• Commercially available kits
• Alleles are discrete and behave according to known
principles of population genetics
• Digital data  ideally suited for computer databases
• Labs worldwide are contributing to the analysis of
STR
• Very small amount of DNA

101

102

Amel
• CSF1PO
• TPOX
• THO1
• D16S539
CODIS 13 Loci

• D7S820
• D13S317
• D5S818
• D18S51
• D21S11
• D8S1179
• FGA
• vWA
• D3S1358
Personal ID approach
• For the suspect that has
DNA ID: Matching
analysis

• For the suspect that has


no DNA ID:
FCM analysis

103
Matching analysis
• If any two samples have matching genotypes
at all 13 CODIS loci  two samples came from
the same individual (or an identical twin).
• Matching Probability: the number that states
how many time a person taken randomly from
population will have the same typing as the
suspect.

104
FCM analysis
• The DNA of Child is compared to the DNA of
Mother, to find the maternal allele
• The paternal allele of the Child is compared to
the DNA of Father

• A child is the child of a couple if all the 13 STR


analysis is match, and not their if there are
two or more STR exclusions

105
Conclusion
• STR is the most popular DNA analysis in
forensic cases due to its high discrimination
power
• Combination of 13 STR loci, known as CODIS
13 give the highest discrimination power for
personal identification and fast analysis
• The STR analysis can be performed by either
matching analysis or FCM analysis

106
Thank you
• Konas PDFI
• Medan
• 24-25 August 2007

107
Identifikasi Jenis Kelamin dan Perkiraan Usia
Pada Temuan Fragmen Rangka Tak Dikenal
Melalui Mandibula Tak Bergigi
Andy Yok Siswosaputro
Bagian Ilmu Kedokteran Kehakiman &
Medikolegal, Fakultas Kedokteran, Universitas
Sebelas Maret, Surakarta

Disampaikan pada Ceramah Ilmiah FKG UGM, 8 & 9 Desember 2006


Di Jogjakartsa Plaza Hotel 108
PENDAHULUAN

• Odontologi Forensik: cabang dari Ilmu Kedokteran


Forensik yang berusaha menerapkan Ilmu
Kedokteran Gigi dalam membantu pemecahan
masalah-masalah hukum dan kejahatan.1

• Manfaat terpenting: membantu dalam penentuan


identitas (proses identifikasi) orang hidup, mayat,
bagian-bagiannya. Oleh karena itu segala upaya
ditujukan untuk mendapatkan bukti sebanyak-
banyaknya agar tidak terjadi kesalahan dalam
menentukan kematian seseorang.2

109
• Dari rangka tak dikenal antara lain
perlu diketahui Identitas jenis
kelamin, dan perkiraan usia saat
mati.

110
Identifikasi Jenis Kelamin Rangka
Melalui
Odontologi Forensik

111
1. Identifikasi jenis kelamin rangka tak
dikenal secara antroposkopi gigi dan
mandibula

• Gigi permanen laki-laki umumnya


mempunyai akar gigi lebih besar
daripada wanita. Mandibula pada laki-
laki berbentuk V sedangkan pada wanita
berbentuk U 3.

112
• Bodi, ramus, symphisis dan condylus
mandibula pada laki-laki lebih lebar, besar,
tinggi, kuat dan kasar sedangkan pada wanita
kecil dan halus. Pada mandibula sudut
terbentuk oleh ramus dan corpus mandibula
lebih kecil pada laki-laki (mendekati 90°).

113
• Dagu pada laki-laki cenderung segi empat,
berproyeksi ke depan pada wanita lebih
runcing.4

• Benjol dagu (protuberantia mentalis) lebih


jelas/besar pada laki-laki. Prosesus
koronoideus lebih besar/panjang pada laki-
laki.5

114
• Bentuk sudut mandibula dan dagu dapat
untuk menentukan jenis kelamin dengan cara
penilaian dari -2 sampai +2 : hiperfeminin (-2),
feminine (-1), netral (0), maskulin (+1),
hipermaskulin (+2). (Gambar 1).5

115
Penentuan jenis kelamin pada sudut mandibula
dan dagu

116
2. Identifikasi jenis kelamin rangka tak dikenal
secara antropometri gigi
• Penentuan jenis kelamin berdasarkan
temuan gigi adalah sulit bagi dokter gigi
sendiri maupun peneliti forensik, namun
demikian apabila diperlukan dapat
diteliti berdasarkan ukuran. Gigi laki-laki
umumnya lebih besar, kaninus wanita
lebih kecil dan sempit pada lebar buko-
lingual.1

117
• Kaninus mandibular sangat berguna untuk
penentuan jenis kelamin dalam odontologi
forensik; terutama dalam kecelakaan pesawat
terbang karena mandibula lebih sering
ditemukan dari pada maksila. Lagipula kaninus
adalah gigi yang paling resisten terhadap
penyakit.6

118
Estimasi Usia Rangka Melalui
Odontologi Forensik

• A. Urutan erupsi gigi berdasarkan usia 7

119
Tabel 1. Urutan erurpsi gigi
* Pemeriksaan melalui Rontgen photo

Gigi Maksila Mandibula


Desidui Erupsi Akar sempurna* Erupsi Akar sempurna*

Insisivus sentral 7½ bulan 1½ tahun 6 bulan 1½ tahun


Insisivus lateral 9 bulan 2 tahun 7 bulan 1½ tahun
Kaninus 18 bulan 3½ tahun 16 bulan 3½ tahun
Molar ke-1 14 bulan 2½ tahun 12 bulan 2½ tahun
Molar ke-2 24 bulan 3 tahun 20 bulan 3 tahun
Permanen
Insisivus sentral 7-8 tahun 10 tahun 6-7 tahun 9 tahun
Insisivus lateral 8-9 ahun 11 tahun 7-8 tahun 10 tahun
Kaninus 11-12 tahun 13-15 tahun 9-10 tahun 12-14 tahun
Premolar ke-1 10-11 tahun 12-13 tahun 10-12 tahun 12-13 tahun
Premolar ke-2 10-12 tahun 12-14 tahun 11-12 tahun 13-14 tahun
Molar ke-1 6-7 tahun 9- 10 tahun 6-7 tahun 9-10 tahun
Molar ke-2 12-13 tahun 14-16 tahun 11-13 tahun 14-15 tahun
120
Molar ke-3 17-21 tahun 18-25 tahun 17-21 tahun 18-25 tahun
B. Perkiraan usia dari gambaran oklusal gigi
berdasarkan pemakaian
• Pada akhir usia 20 tahun, perkiraan usia
berdasarkan pada posisi pelekatan gingiva,
atrisi gigi, dan resorpsi apikal.

• Hampir semua peneliti setuju bahwa keausan


dari pemakaian oklusal gigi dan resorpsi tulang
alveoler adalah karakterisitk pada usia lanjut.

121
• Beberapa metode yang disarankan untuk
menentukan usia lainnya adalah korelasi
antara pemakaian oklusal, pembentukan
dentin sekunder, reduksi level periodontal,
aposisi sementum sekunder, resorpsi apikal,
dan translusensi apikal progresif.1

122
• Perkiraan usia bisa juga dilihat dari eksposisi
dentin pada oklusal gigi molar karena
pemakaian; eksposisi dentin tidak sama besar
menunjukkan usia 17-25 tahun, dentin
kelihatan sudah bersambung perkiraan usia
25-35 tahun, dentin kelihatan perkiraan usia
35-45 tahun, ada bagian tonjol yang hilang
diperkirakan usia lebih dari 45 tahun.8

123
Tahapan estimasi usia melaluii pemeriksaan gigi:

1. Apakah di dalam mulut ditemukan kelompok:


• a) Gigi desidui, artinya diperkirakan usia antara 6
bulan sampai dengan 6 tahun. Usia 24 bulan semua
gigi desidui telah erupsi,
• b) Gigi desidui dan gigi permanen, artinya
diperkirakan usia antara 6 tahun sampai dengan 13
tahun. Pemeriksaan awal adalah pada gigi molar
kesatu mandibuler, sebagai penanda usia sekitar 6
tahun (Six years molare), molar kedua permanent
erupsi pada usia 12 tahun (Twelve years molare),

124
• c) Gigi permanen belum ada molar ketiga.
Artinya diperkirakan usia antara 13 tahun
sampai dengan 17 tahun,
• d) Gigi permanen sudah ada molar ketiga.
Artinya diperkirakan usia lebih dari 17 tahun,
• e) Gigi permanen sudah ada molar ketiga tetapi
belum/tidak erupsi. Dengan bantuan Rontgen
photo, apakah ada benih gigi atau tidak. Benih
gigi molar ketiga akan tumbuh artinya sekitar
17 tahun, tidak akan tumbuh karena terhalang
maka diperkirakan lebih dari 17 tahun.9

125
• 2. Perkiraan lebih rinci dengan memeriksa
masing-masing gigi yang ada, untuk
memperkuat perkiraan diperhatikan juga
gambaran oklusal yaitu adanya atrisi atau aus
akibat pemakaian.

126
• Perkiraan usia untuk identifikasi sering saling
berkaitan dengan perkiraan lainnya misalnya
jenis kelamin, ras atau sebaliknya. Sebagai
contoh pada wanita erupsi gigi lebih awal dari
pada pria.10

127
LAPORAN KASUS
• Pada tanggal 10 Agustus 2006, di tepi sungai daerah
Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, ditemukan fragmen rangka
tak dikenal. Fragmen rangka terdiri dari: 1 bh. cranium, 2 bh.
tulang belikat, 2 bh. tulang selangka, 17 bh. tulang rusuk, 5
bh. tulang belakang, 2 bh. tulang pinggul, 2 bh. tulang lengan
atas, 2 bh. tulang pengumpil, 2 bh. tulang paha, 1 tulang
kering kiri, 1 bh. tulang betis kiri, 1 bh. mandibula tak bergigi
namun masih terlihat jelas adanya alveolus dan ada sisa akar
gigi molar ketiga pada sisi kiri bawah. Keseluruhan fragmen
tulang dalam keadaan tidak utuh dan rusak. (Gb.1 dan 2)

128
Fragmen rangka yang ditemukan

129
Calvarium

130
Gambar 3. a. dan b. mandibula dengan alveolus
tanpa gigi

131
b

132
Gambar 4. a. dan b. Sudut mandibula +1:
maskulin

133
b

134
Gambar 5. Dagu +2, berarti hipermaskulin

135
Jalannya identifikasi:
• I. Menentukan rangka berasal manusia atau
bukan.
• Melalui pengamatan pada alveolus mandibula
menunjukkan bahwa fragmen tulang tersebut
berasal dari rangka manusia.

136
• II. Identifikasi jenis kelamin rangka
• Dari mandibula menunjukkan lengkung
rahang berbentuk ‘V’ berarti rahang laki-laki,
sudut mandibula +1 artinya maskulin, dan
dagu +2 artinya bersifat hiper maskulin
menunjukkan bahwa jenis kelamin rangka
tersebut adalah laki-laki.

137
• III. Perkiraan usia rangka
• Melalui inspeksi gigi yang ada dalam mulut,
dapat dilakukan estimasi usia. Pada rahang
bawah tidak didapatkan gigi tetapi alveolus
gigi masih ada, berarti gigi lepas ante mortem.

138
• Satu-satunya petunjuk adalah adanya
sisa akar molar ketiga dalam alveolus,
berarti molar ketiga sudah erupsi,
menurut tabel 1. Erupsi gigi rahang
bawah berdasarkan usia i maka
perkiraan usia di atas usia antara 17-21
tahun.

139
• Selanjutnya perlu diperiksa apeks akar gigi, apabila
pembentukan akar sempurna perkiraan usia menjadi
18-25 tahun, tidak adanya area edentolous dan tidak
adanya resorpsi tulang alveolar yang merupakan
karakteristik pada usia lanjut menunjukkan bahwa
rangka bukan berasal dari orang tua, sehingga
perkiraan usia di atas 17 tahun di bawah usia 30
tahun.

140
PEMBAHASAN
Ilmu Kedokteran Gigi menjadi
tumpuan harapan setelah bagian
tubuh tidak dapat diidentifikasi,
karena selain fragmen-fragmen
tulang yang ditemukan tidak
lengkap, organ-organ penting yang
dapat menentukan dengan tepat
sudah tidak ada, atau potongan
rangka terlalu kecil. 141
Organ penting untuk identifikasi adalah
pelvis. Harapan temuan data yang dapat
mendukung identifikasi adalah pada
mandibula.

142
• Mandibula menyimpan data jenis kelamin
melalui bentuk rahang, usia melalui gigi-gigi
yang ada dan adanya kerusakan tulang
alveolar akibat periodontitis kronis atau
kerusakan secara fisiologis.

143
• Kerusakan mandibula pada rangka tak dikenal
antara lain prosesus koronoideus patah,
kondilus tinggal satu sisi, gigi lepas dari
alveolus, kemungkinan karena trauma
ataupun binatang pemakan daging yang bisa
merusak tulang.

144
• Bukti jenis kelamin laki-laki pada rangka
tak dikenal sangat kuat karena ada 3
pembuktian yang mendukung yaitu dari
bentuk lengkung rahang bawah, sudut
mandibula, dan bentuk dagu.
• Perkiraan usia didasarkan 2 pembuktian
yaitu dari sisa akar gigi molar ketiga dan
tinggi tulang alveolar.

145
• Meskipun gigi-geligi pada mandibula
sudah tidak ada, namun alveolus gigi
dapat dipakai sebagai petunjuk.
Petunjuk pertama, gigi-geligi lepas dari
mandibula setelah menjadi rangka
artinya semasa hidupnya mempunyai gigi
yang cukup lengkap sehingga rangka
bukan dari orang tua. Hilangnya gigi
bukan karena adanya area edentulous.
146
• Tidak adanya gambaran kerusakan tulang
alveolar akibat periodontitis mendukung
temuan bahwa rangka yang ditemukan adalah
berusia muda, karena periodontitis banyak
didapati pada usia tua disamping itu karena
perubahan pada tulang alveolar, seperti
osteoporosis, ketidakteraturan permukaan
tulang alveolar, hilangnya tulang alveolar, dapat
terjadi pada pertambahan usia.11

147
KESIMPULAN

• Dari temuan fragmen-fragmen rangka tak


dikenal tanggal 10 Agustus 2006 di Klaten,
berdasarkan pemeriksaan mandibulae dengan
alveolus tanpa gigi maka disimpulkan bahwa
rangka tersebut berasal dari seorang laki-laki
berusia di atas 17 tahun, kurang dari 30 tahun.

148
DAFTAR PUSTAKA
1. Tedeschi CG, Eckert WG, and Tedeshi LG:
Forensic Medicine, W.B. Saunders Co.,
Philadelphia, 1977:1118-1125.

2. Sahelangi P: The Role of Dental Identitification in


Indonesian Mass Disasters. Peningkatan
Identifikasi Korban Mati. Semarang, 2005.

3. Andy Yok S: Ilmu Kedokteran Kehakiman.


Insektisida dan Odontologi. Forensik. Universitas
Sebelas Maret, Surakarta, 1987:17-31.

4. Indriati E: Antropologi Forensik. Identifikasi angka


manusia, aplikasi antropologi biologis dalam
konteks hukum. Gadjah Mada University Press,
2004:66-78.
149
5. Glinka J: Antropometri dan Antroposkopi. Edisi
ke-3. Fisip UNAIR Surabaya,1990:14,15.

6. Budijanto A: Peranan Odontologi Forensik dalam


Identifikasi. Diskusi Panel Forensic Odontology
pada Kongres PDGI ke XIII Medan, 1978.

7. Sopher IM: Forensic Dentistry. Charles C.


Thomas Publisher, Springfield, 1976:120.

8. Bass W: Human Osteology. 3rd. Archeol.Soc.,


Columbia Mo. 63205, Missouri, 1989:287.

150
9. Andy Yok S: Perkiraan Usia Melalui Pemeriksaan
Gigi. Kumpulan Naskah Pertemuan Ilmiah
Tahunan Perhimpunan Dokter Forensik
Indonesia, Yogyakarta 26 Agustus 2006.

10. Andy Yok S: Peranan Kedokteran Gigi pada


Identifikasi Jenis Kelamin Rangka Tak Dikenal.
Majalah Ceril FKG UGM 2005; 8:224-228.

11. Andy Yok S: Identifikasi Periodontitis Melalui


Pengamatan Hilangnya Puncak Tulang Alveoler
Rangka Manusia Situs Prasejarah Gilimanuk,
Bali. Kongres Nasional III Perhimpunan Dokter
Forensik Indonesia (PDFI), Semarang, 24-25
Juli, 2004.

151
152

Вам также может понравиться