Вы находитесь на странице: 1из 56

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI ATAU ANAK

DENGAN GANGGUAN HEMATOLOGI


KE LOM P OK 1 5

HAFITA - OKTAV IOLA - T SAN IA


PENGERTIAN THALASEMIA

Thalasemia merupakan penyakit anemia


hemolitik herediter yang diturunkan secara
resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi
globin pada hemoglobin.
Dimana terjadi kerusakan sel darah
merah didalam pembuluh darah sehingga
umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari
100 hari).
Herediter: Homoglobin terdiri dari rantaian
globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi
gangguan produksi rantai α atau β. Dua
kromosom 11 mempunyai satu gen β pada
ETIOLOGY setiap kromosom (total dua gen β) sedangkan
dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada
setiap kromosom (total empat gen α). Oleh
karena itu satu protein Hb mempunyai dua
subunit α dan dua subunit β.
Thalassemia terjadi apabila gen
globin gagal, dan produksi protein
globin subunit tidak seimbang.
Abnormalitas pada gen globin α
akan menyebabkan defek pada
seluruh gen. Sedangkan
abnormalitas pada gen rantai
globin β dapat menyebabkan
defek yang menyeluruh atau
parsial (Wiwanitkit, 2007).
KLASIFIKASI THALASEMIA
Thalassemia diklasifiksikan berdasarkan rantai
globin mana yang mengalami defek, yaitu
Thalassemia α dan Thalassemia β, berbagai defek
secara delesi dan nondelesi dapat menyebabkan
Thalassemia (Rodak,2007).
Thalassemia Alpha Thalassemia Βeta

Oleh karena terjadi duplikasi Thalassemia β disebabkan


gen α pada kromosom 16, oleh gangguan pada gen β
maka akan terdapat total yang terdapat pada
empat gen α. Mutasi gen kromosom 11 (Rodak, 2007).
sering terjadi pada Penyakit ini diturunkan secara
Thalassemia α maka resesif dan biasanya hanya
terminologi untuk terdapat di daerah tropis dan
thalassemia α tergantung subtropis serta didaerah
terhadap mutasii yang terjadi. dengan prevalensi malarin
Apakah pada satu gen atau yang endemik (Wiwanitkit,
dua gen. 2007).
Kromosom
Secara umum, terdapat 2 Penderita thalassemia mayor
jenis Thalassemia yaitu: akan tampak normal saat lahir,
(NUCLEUS PRECISE, 2010). namun di usia 3-18 bulan akan
mulai terlihat adanya gejala
a. Thalassemia Mayor. anemia, selain itu, juga bisa
Karena sifat-sifat gen muncul gejala lain seperti
domain. Thalassemia jantung berdetak lebih kencang
mayor merupakan dan facies cooley. Facies cooley
penyakit yang ditandai adalah ciri khas Thalassemia
mayor, yakni batang hidung
dengan kurangnya kadar
masuk kedalam dan tulang pipi
hemoglobin dalam menonjol akibat sumsum tulang
darah. Akibatnya, yang bekerja terlalu keras untuk
penderita kekurangan mengatasi kekurangan
darah merah yang bisa hemoglobin.
menyebabkan anemia.
b. Thalassemia Minor. Individu hanya membawa gen penyakit thalassemia,
namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalassemia tidak
muncul. Walau thallasemia minor tak bermasalah, namun bila ia
menikah dengan thalassemia minor juga akan terjadi masalah.
Kemungkinan 25% anak mereka menderita thalassemia mayor.
Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit
thalassemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak
menjadi anemia, lemas, loyo, dan sering mengalami pendarahan.
Thalassemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di
sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi
darah di sepanjang hidupnya (Chen, 2006).
MANIFESTASI KLINIS
1. Pucat 9. Disritmia
2. Lemah 10. Epistaksis
3. Aneroksia 11. Sel darah merah mikrositik dan
hipokromik
4. Sesak napas
12. Kadar Hb kurang dari 5 gram/
5. Peka rangsang
100 ml
6. Tebalnya tulang kranial
13. Kadar besi serum tinggi
7. Pembesaran hati dan limpa/
14. Ikterik
hepatosplenomegali
15. Peningkatan pertumbuhan fasial
8. Menipisnya tulang kartilago,
mandibular: mata sipit, dasar
nyeri tulang
hidung lebar dan datar.
Thalasemia Minor
1. Pucat
2. Hitungan sel darah merah
normal
3. Kadar konsentrasi
hemoglobin menurun 2
sampai 3 gram/100ml
dibawah kadar normal sel
darah merah mikrositik
dan hipokromik sedang
(Tamam, 2009).

2019
PATOFISIOLOGI
a. Normal hemoglobin terdiri dari Hb A dengan dua polipeptida rantai
α dan dua rantai β.
b. Pada β thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai β
dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan
eritrosit membawa oksigen.
c. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai α, tetapi
rantai β memproduksi secara terus menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defektive. Ketidak seimbangan
polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintregrasi. Hal
ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolysis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Dalam stimulasi yang konstan pada
bone marrow, produksi RBC diluar
d. Kelebihan pada rantai α
menjadi eritropoitik aktif.
ditemukan pada thalasemia β
Kompensator produksi RBC secara
dan kelebihan rantai β dan
terus menerus pada suatu dasar
gamma ditemukan pada
kronik, dan dengan cepatnya
thalasemia α. Kelebihan rantai
destruksi RBC, menimbulkan tidak
polipeptida ini mengalami
adekuatnya sirkulasi hemoglobin.
presipitasi, dalam sel eritrosit.
Kelebihan produksi dan destruksi
Reduksi dalam hemoglobin
RBC menyebabkan bone marrow
menstimulasi bone marrow
menjadi tipis dan mudah pecah
memproduksi RBC yang lebih.
atau rapuh. (Lindayani, Rohaeti,
Inriyana, & Aisyah, 2005).
PATHWAY
KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering
terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis
menyebabkan kadar besi dalam darah
sangat tinggi, sehingga di timbun dalam
berbagai jaringan tubuh seperti hepar,
limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Limpa
yang besar mudah ruptur akibat trauma
ringan kadang-kadang thalasemia disertai
tanda hiperspleenisme seperti leukopenia
dan trompositopenia, kematian terutama
disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung
(Hassan dan Alatas, 2002).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah tepi:
1. Hb gambaran morfologi leukosit
2. Retikulosit meningkat
Pemeriksaan khusus:
1. Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
2. Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan
mengukur kadar Hb F.
3. Pemeriksaan pedigree: kedua orang tua
pasien thalasemia mayor merupakan trait
(carrier) dengan Hb A2 meningkat (>3,5% dari
Hb total).
Pemeriksaan lain:
1. Foto Ro tulang kepala.
2. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang
peluasan sumsum tulang. (Kusuma & Nurarif,
2015).
PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut (Suriadi, Splenectomy
2001) penatalaksanaan Medis
Splenektomi adalah prosedur pengangkatan
Thalasemia antara lain:
limpa yang pecah, biasanya akibat cedera
Pemberian tranfusi hingga Hb perut. Dilakukan untuk mengurangi
mencapai 9-10g/dl. penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah
Komplikasi dari pemberian
merah yang berasal dari suplemen
tranfusi darah yang berlebihan
(tranfusi).
akan menyebabkan terjadinya
penumpukan zat besi yang
disebut hemosiderosis.
Hemosiderosis ini dapat
dicegah dengan pemberian
deferoxamine (Desferal), yang
berfungsi untuk mengeluarkan
besi dari dalam tubuh (iron
chelating agent).
Pada thalasemia yang berat diperlukan tranfusi darah rutin dan
pemberian tambahan asam folat.
Penderita yang mengalami tranfusi, harus menghindari tambahan zat
besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid). Karena
zat besi yang berlebihan bisa meyebabkan keracunan. Pada bentuk yang
sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi
genetik masih di dalam tahap penelitian.
a. Tindakan pencegahan dilakukan sesuai dengan syok
yang dialami
b. Konsumsi makanan yang banyak mengandung
nutrisi
c. Kenali tanda-tanda dan gejala syok
DISCHARGE d. Jika terdapat luka parah dan perdarahan segera
PLANNING bawa kerumah sakit
e. Kontrol stress
f. Kenali diri sendiri jika terdapat alergi
g. Jika terdapat luka rawatlah dengan benar untuk
menghindari infeksi, jika tidak bisa segera bawa ke
tenaga medis. (Kusuma & Nurarif, 2015)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian

Asal keturunan Riwayat Kesehatan Pertumbuhan Dan


Umur
Kewarganegaraan Anak Perkembangan
Thalasemia banyak Pada Thalasemia Hal ini mudah Sering di dapatkan
dijumpai pada mayor, gejala dimengerti karena data mengenai
bangsa disekitar tersebut terlihat rendahnya Hb yang adanya
laut tengah sejak anak berumur berfungsi sebagai kecenderungan
(mediterania). kurang dari 1 tahun. alat transport. gangguan terhadap
Sedangkan pada tumbuh kembang
thalasemia minor, sejak anak masih
biasanya anak baru bayi, karena adanya
datang berobat pengaruh hipoksia
pada umur sekitar jaringan yang
4-6 tahun. bersifat kronik.
Riwayat ibu saat
Riwayat Kesehatan
Pola Makan Pola Aktivitas hamil (Ante Natal
Keluarga
Core-ANC)

Karena adanya Anak terlihat Karena merupakan Selama masa


anoreksia, anak lemah dan tidak penyakit keturunan, kehamilan, hendaknya
sering mengalami selincah anak maka perlu dikaji perlu dikaji secara
susah makan, usianya. Anak apakah orang tua mendalam adanya
sehingga berat banyak tidur, yang menderita faktor risiko
badan anak sangat istirahat, karena thalasemia. thalasemia. Apabila di
rendah dan tidak bila beraktivitas duga faktor resiko,
sesuai dengan seperti anak maka ibu segera
usianya. normal mudah dirujuk ke dokter.
merasa lelah.
Data keadaan fisik anak pucat kekuningan
thalasemia yang sering
Mulut dan bibir terlihat pucat
didapatkan diantaranya adalah :
kehitaman
Keadaan Umum
Anak biasanya terlihat lemah dan Dada
kurang bergairah serta tidak Pada inspeksi terlihat bahwa
selincah anak seusianya yang dada sebelah kiri menonjol.
normal Perut
Kepala Dan Bentuk Muka Kelihatan membuncit.
Anak yang belum tidak Pertumbuhan fisiknya terlalu
mendapatkan pengobatan kecil untuk umumnya dan BB
mempunyai bentuk khas, yaitu nya kurang dari normal.
kepala membesar dan bentuk Pertumbuhan organ seks
mukanya adalah mengoloid yaitu sekunder untuk anak pada usia
hidung pesek tanpa pangkal pubertas
hidung jarak kedua mata lebar, Kulit
dan tulang dahi terlihat lebar. Warna kulit pucat kekuning-
Mata dan konjungtiva terlihat kuningan.
Diagnosa Keperawatan

Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen


seluler yang menghantarkan oksigen/ nutrisi.
Hasil yang diharapkan:
(NOC) Klien menunjukkan perfusi jaringan yang ditunjukkan dengan terabanya
nadi perifer, kulit kering dan hangat, keluaran urin adekuat, dan tidak ada distress
pernafasan.

Intervensi (NIC)
1. Manajemen Tanda Vital a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan RR tiap
6 jam atau sesuai indikasi.
b. Monitor frekuensi dan irama pernafasan.
c. Monitor pola pernafasan abnormal.
d. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit.
e. Monitor sianosis perifer.
Intervensi (NIC)
2. Monitor Status Neurologi a. Monitor ukuran, bentuk, simetris, dan reaktifitas
pupil.
b. Monitor tingkat kesadaran klien.
c. Monitor tingkat orientasi.
d. Monitor GCS.
e. Monitor respon pasien terhadap pengobatan.
f. Informasikan pada dokter tentang perubahan
kondisi pasien.
3. Manajemen Cairan a. Mencatat intake dan output cairan
b. Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit
jelek, mata cekung, dll)
c. Monitor status sendiri
d. Persiapkan memberikan transfusi
e. Awasi pemberian komponen darah/ transfusi
f. Awasi respon klien selama pemberian komponen
darah
g. Monitor hasil laboratorium (kadar Hb, besi serum,
angka trombosit).
Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan
suplai oksigen.
Hasil yang diharapkan:
(NOC) Klien dapat melakukan aktifitas yang dianjurkan
dengan tetap mempertahankan tekanan darah, nadi, dan
frekuensi pernafasan dalam rentang normal.

Intervensi (NIC)
1. Manajemen Energy a. Tentukan keterbatasan aktifitas fisik pasien.
b. Kaji persepsi pasien tentang penyebab kelelahan yang
dialaminya.
c. Dorong pengungkapan perasaan klien tentang adanya
kelemahan fisik.
d. Monitor intake nutrisi untuk meyakinkan sumber energi
yang cukup.
e. Konsultasi dengan ahli gizi tentang cara peningkatan
energy melalui makanan.
f. Monitor respon kardiopulmonari terhadap aktifitas
(seperti takikardi, dyspnea, disritmia, diaphoresis,
frekuensi pernafasan, warna kulit, tekanan darah).
g. Monitor pola dan kuantitas tidur.
h. Bantu pasien menjadwalkan mencegah atau
meminimalkan malnutrisi.
Intervensi (NIC)
a. Monitor adanya penurunan BB.
b. Ciptakan lingkungan nyaman selama klien makan.
c. Jadwalkan pengelolaan dan tindakan, tidak selama jam
makan.
d. Monitor kulit (kering) dan perubahan pigmentasi.
e. Monitor turgor kulit.
f. Monitor mual dan muntah.
g. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, kadar
hematokrit.
h. Monitor kadar limfosit dan elektrolit.
i. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia.
Hasil yang diharapkan:
(NOC) Klien menunjukkan pencapaian berat badan normal bebas dari tanda malnutrisi.
Intervensi (NIC)
1. Manajemen Nutrisi a. Tanyakan pada pasien tentang alergi terhadap makanan.
b. Tanyakan makanan kesukaan pasien.
c. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jumlah kalori dan tipe
nutrisi yang dibutuhkan (TKTP).
d. Anjurkan masukan kalori yang tepat sesuai dengan
kebutuhan energy.
e. Sajikan diet dalam keadaan hangat.
2. Monitor Nutrisi a. Monitor adanya penurunan BB.
b. Ciptakan lingkungan nyaman selama klien makan.
c. Jadwalkan pengobatan dan tindakan, tidak selama jam
makan.
d. Monitor kulit (kering) dan perubahan pigmentasi.
e. Monitor turgor kulit.
f. Monitor mual dan muntah.
g. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, kadar
hematocrit.
h. Monitor kadar limfosit dan elektrolit.
i. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
Kelelahan b.d malnutrisi, kondisi sakit.
Hasil yang diharapkan:
(NOC) Klien menunjukkan Istirahat dan aktivitas seimbang; Mengetahui keterbatasan
energinya; Mengubah gaya hidup sesuai tingkat energy; Memelihara nutrisi yang
adekuat; Energy yang cukup untuk beraktifitas.

Intervensi (NIC)
1. Manajemen Energy a. Tentukan keterbatasan fisik klien.
b. Kaji persepsi pasien tentang penyebab kelelahan.
c. Dorong pengungkapan perasaan tentang kelemahan
fisik.
d. Monitor intake nutrisi untuk meyakinkan sumber
energy yang cukup.
e. Konsultsasi dengan ahli gizi tentang cara
peningkatan energy melalui makanan.
f. Monitor respon kardiopulmonari terhadap aktifitas
(seperti takikardi, dyspnea, disritmia, diaphoresis,
frekuensi pernafasan, warna kulit, tekanan darah.
g. Monitor pola dan kuantitas tidur.
h. Bantu klien menjadwalkan istirahat dan aktifitas.
i. Monitor respon oksigenasi pasien selama aktivitas.
j. Ajari pasien untuk mengenali tanda dan gejala
kelelahan sehingga dapat mengurangi aktivitasnya.
Intervensi (NIC)
2. Terapi Oksigen a. Bersihkan mulut, hidung, trakea bila ada sekret.
b. Pertahankan kepatenan jalan nafas.
c. Atur alat oksigenasi termasuk humidifier.
d. Monitor aliran oksigen sesuai program.
e. Secara periodik, monitor ketepatan pemasangan alat.

3. Manajemen Cairan a. Persiapkan pemberian transfusi.


b. Awasi pemberian komponen darah/ transfusi.
c. Awasi komponen klien selama pemberian komponen
darah.
d. Monitor hasil laboratorium (kadar Hb, besi serum).
Potensial Komplikasi: Perdarahan
Hasil yang diharapkan:
Mencegah/ meminimalkan terjadinya perdarahan.

Intervensi
1. Monitor tanda-tanda perdarahan dan perubahan tanda vital.
2. Monitor hasil laboratorium, seperti Hb, angka trombosit, hematocrit, angka
eritrosit, dll.
3. Gunakan alat-alat yang aman untuk mencegah perdarahan (sikat gigi yang
lembut, dll).
Nyeri b.d penyakit kronis.
Hasil yang diharapkan:
(NOC) Klien dapat mengenali factor penyebab; Mengenali lamanya (onset) sakit;
Menggunakan cara non analgetik untuk mengurangi nyeri; Menggunakan analgetik
sesuai kebutuhan.
Intervensi (NIC)
1. Manajemen Nyeri a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
pasien.
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien.
d. Jelaskan pada pasien tentang nyeri yang
dialaminya.
e. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
tentang pengalaman nyeri dan ketidakefektifan
kontrol nyeri pada masa lampau.
f. Atur lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan.
g. Kurangi factor pencetus nyeri pada pasien.
Intervensi (NIC)
2. Pemberian Analgetik a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat.
b. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi.
c. Cek riwayat alergi pada pasien.
d. Kolaborasi pemilihan analgetik tergantung tipe dan
beratnya nyeri, rute pemberian, dan dosis optimal.
e. Monitor tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
f. Kolaborasi pemberian analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat.
g. Monitor respon klien terhadap penggunaan
analgetik.
Kecemasan (orang tua) b.d kurang pengetahuan.
Hasil yang diharapkan:
(NOC) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas;
Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukan teknik untuk mengontrol cemas;
Vital sign (TD, nadi, respiration) dalam batas normal; Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan tingkah aktivitas menunjukan berkurangnya kecemasan; Menunjukan
peningkatan konsentrasi dan akurasi dalam berfikir.
Intervensi (NIC)
1. Menurunkan a. Gunakan pendekatan dengan konsep atraumatik care.
Cemas b. Jangan memberikan jaminan tentang prognosis penyakit.
c. Jelaskan semua prosedur dan dengarkan kebutuhan klien.
d. Pahami harapan pasien dalam situasi stress.
e. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut.
f. Bersama tim kesehatan berikan informasi mengenai diagnosis, tindakan
prognosis.
g. Anjurkan keluarga untuk menemani anak dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan.
h. Lakukan massage pada leher dan punggung bila perlu.
i. Bantu paien mengenal penyebab kecemasan.
j. Dorong pasien/keluarga untuk mengungkapkan perasaaan, ketakutan,
persepri tentang penyakit.
k. Intruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi (separt tarik nafas dalam,
distraksi, dll).
l. Kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi kecemasan.
Evaluasi
1. Tidak adanya gangguan
perfusi jaringan.
2. Nutrisi terpenuhi.
3. Tidak adanya gangguan
intoleransi aktivitas.
4. Berkurangnya resiko
tinggi infeksi.
5. Bertambahnya
pengetahuan keluarga
tentang thalassemia.
6. Koping keluarga efektif.
Idiopathic (Autimmune) Trombocytopenia Purpura
(ITP/ATP) merupakan kelainan autoimun dimana
PENGERTIAN autobody igG dibentuk untuk menigikat trombosit.
IDIOPATHIC Tidak jelas apakah antigen pada permukaan
trombosit dibentuk. Meskipun antibody
TROMBOCYTOPEN antitrombosit dapat meningkat komplemen,
IA PURPURA (ITP) insiden tersering pada usia 20-50 tahundan lebih
sering pada wanita dibanding laki laki (Manjoer,
Triyanti, Savitri, Wardani, Dan Setiowulan 1999).
ETIOLOGI
IDIOPATHIC
TROMBOCYTOPENIA
PURPURA (ITP)

Penyebab pasti belum diketahui tetapi di kemukakan berbagai kemungkinan


diantaranya ialah hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah, morbili,
varisela, dan sebagainya, introksiksi makanan atau obat (asetral, PAS,
diamox, kina, sedormind) atau bahan kimia pengaruh fisis (radiasi, panas)
kekurangan faktor pematang (malnutrisi), DIC (misalnya pada DSS, leukimia,
respiratory diseasse syndrome) .
MANIFESTASI KLINIK PENYAKIT
IDIOPATHIC TROMBOCYTOPENIA
PURPURA (ITP)
ITP banyak terjadi pada masa anak tersering
dipresipitasi oleh infeksi virus dan biasanya dapat
sembuh sendiri. Sebaliknya pada orang dewasa
biasanya menjadi kronik dan jarang mengikuti suatu
infeksi virus. Pasien secara umum tampak lebih baik
dan tidak demam. Keluhan yang dapat ditemukan
ialah pendarahan mukosa dan kulit.
PATOFISIOLOGI IDIOPATHIC
TROMBOCYTOPENIA PURPURA (ITP)
Trombosit dihancurkan antibody yang dibentik akibat
obat atau autoantibody(menyerang jar. Sendiri) hidup
trombosit diperpendek petechie.
Petechie disebabkan oleh antibodi IgG yang ditemukan
pada membran trombosit yang mengakibatkan gangg.
Agregasi trombosit dan meningkatkan pembangunan serta
penghancuran trombosit makrofag. (Manjoer, Triyanti,
Savitri, Wardhani, Dan Setiowulan 1999)
PATHWAY
RIWAYAT
KEPERAWATAN PEMERIKSAAN FISIK
Jika dokter mencurigai ITP, maka akan
Sekarang dilakukan pemeriksaan kulit pasien yang
dicurigai memar daerah purpura, atau
petechiae. Jika pasien ada riwayat mimisan
atau perdarahan dari mulut atau bagian lain
dari tubuh, akan diperiksa penyebab lain
dari perdarahan. Pasien dengan ITP
Dahulu
biasanya terlihat dan merasa sehat kecuali
apabila terjadi perdarahan. Yang paling
penting diperiksa adalah spleen dan adanva
demam. Pasien dengan ITP biasanya tidak
demam, sedangkan pasien dengan lupus
Keluarga atau adanva trombositopenia biasanya
demam.
TANDA-TANDA PENYAKIT ITP GEJALA PENYAKIT ITP

1. Peradangan pada hidung. 1. Bintik merah di kulit sebesar ujung


jarum.
2. Peradangan pada gigi.
2. Memar tanpa penyebab yang pasti.
3. Mengalami lebam di anggota 3. Perdarahan gusi dan hidung (Brunner &
badan (Lindayani, Rohaeti, Suddart, 2002).
Inriyana, dan Aisyah, 2005).
4. Gejala Penyakit Idiopathic
Trombocytopenia Purpura (ITP).
5. Bintik-bintik merah di kulit
sebesar ujung jarum.
6. Memar tanpa penyebab yang
pasti.
7. Perdarahan gusi dan hidung
(Brunner & Suddart, 2002).
PEMERIKSAAN PENUNJANG PENYAKIT
IDIOPATHIC TROMBOCYTOPENIA
PURPURA (ITP)
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombosit <10.000/ml.
hitung jenis lain normal kecuali kadang-kadang dapat terjadi anemia
ringan yang disebabkan oleh perdarahan atau berhubungan dengan
hemolysis.
Pada pemeriksaan, sumsum tulang terlihat normal, dengan jumlah
megakariosit normal atau meningkat. Teskoalgulasi terlihat mendekati
normal. Meskipun test tersebut sangat sensitive (95%) namun sangat
tidak spesifik dan 50% dari semua pasien dengan trombositopenia dari
berbagai sebab dapat mempunyai peningkatan igG trombosit.
(Mansjoer, Triyanty, Savitri, Wardhani, & Setiwulan, 1999).
PENATALAKSANAAN PENYAKIT
TROMBOCYTOPENIA PURPURA (ITP)

ITP AKUT ITP MENAHUN


Tanpa pengobatan, karena dapat sembuh Kortikosteroid diberikan selama 6 bulan.
secara spontan.
Imunosuprasif (misalnya 6-merkaptopurin,
Pada keadaan yang berat dapat diberikan azation, siklofosfamid). Pemberian obat
kostikosteraid (prednison) peroral dengan golongan ini didasarkan atas adanya peranan
atau tanpa tranfusi darah. proses imunologis pada ITP menahun.
Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan Splenektomi dianjurkan bila tidak diperoleh
belum terlihat tanda kenaikan hasil dengan penambahan obat imunosupresif
jumlahtrombosit, dapat dianjurkan selama 2-3 bulan.
pemberian kortikosteroid karena biasanya
perjalanan penyakit sudah menjurus
kepada ITP menahun.
Bila keadaan sangat gawat (pendarahan
otak) hendaknya diberikan tranfusi suspensi
trombosit
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Asimtomatik sampai jumlah trombosit bmenurun dibawah 20.000.
2. Tanda – tanda pendarahan.
3. Pendarahan berlebih setelah prosedur bedah.
4. Sirkulasi.
5. Integritas ego.
6. Eliminasi.
7. Makanan/ cairan.
8. Neurosensory.
9. Nyeri/ kenyamanan.
10. Pemafasan.
11. Keamanan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Hasil yang diharapkan:
Pasien dapat menghilangkan mual dan muntah dengan kriteria
hasil mual dan muntah berkurang.

Intervensi Rasional
1. Berikan nutrisi yang adekuat secara 1. Mencukupi kebutuhan kalori setiap
kualitas maupun kuantitas. hari.
2. Berikan makanan dalam porsi kecil 2. Porsi lebih kecil dapat meningkatkan
tapi sering. masukan yang sesuai dengan kalori.

3. Pantau pemasukan makanan dan 3. Anoreksia dan kelemahan dapat


timbang berat badan setiap hari. mengakibatkan penurunan berat
badan malnutrisi yang serius.
4. Lakukan konsultasi dengan ahli diet. 4. Sangat bermanfaat dalam
perhitungan dan penyesuaian diet
untuk memenuhi kebutuhan.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen
dan nutrisi ke sel.
Hasil yang diharapkan:
Tekanan darah pada pasien normal dan pengisian kapiler baik
dengan kriteria hasil menunjukkan perbaikan.

Intervensi Rasional
1. Awasi TTV, kaji pengisian kapiler. 1. Memberikan informasi tentang
derajat/ keadekuatan perfusi jaringan
dan membantu menentukan
kebutuhan intervensi.
2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai 2. Meningkatkan ekspansi paru dan
toleransi. memkasimalkan oksigenasi.
3. Kaji untuk respon verbal melambat,
mudah terangsang.
4. Awasi upaya pernafasan, auskultasi
bunyi nafas.
Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan
dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah.
Hasil yang diharapkan:
Pasien dapat mengurangi distress pernafasan dengan kriteria
hasil Mempertahankan pola pernafasan normal efektif.

Intervensi Rasional
1. Kaji/ awasi frekuensi pernafasan, 1. Perubahan (seperti takipnea,
kedalaman dan irama. dyspnea, penggunaan otot aksesoris)
dapat mengindikasikan berlanjutnya
keterlibatan/ pengaruh pernfasan.
2. Tempatkan pasien pada posisi yang 2. Memaksimalkan ekspansi paru,
nyaman. menurunkan kerja pernafasan dan
menurunkan resiko aspirasi.
3. Beri posisi dan bantu ubah posisi 3. Memaksimalkan ekspansi paru,
secara periodik. menurunkan kerja pernafasan dan
menurunkan resiko aspirasi.
4. Bantu dengan teknik nafas dalam. 4. Membantu meningkatkan difusi gas
dan ekspansi jalan nafas kecil.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Hasil yang diharapkan:
Pasien dapat meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dengan
kriteria hasil pasien dapat menunjukkan peningkatan toleransi
aktivitas.

Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan pasien untuk 1. Mempengaruhi pilihan intervensi
melakukan aktivitas normal, catat manifestasi kardiopulmonal dari
laporan kelemahan. upaya jantung dan paru untuk
2. Berikan lingkungan tenang. membawa jumlah oksigen ke
3. Ubah posisi pasien dengan perlahan jaringan.
dan pantau terhadap pusing. 2. Meningkatkan istirahat untuk
menurunkan kebutuhan oksigen
tubuh.
3. Hipotensi
4. postural/ hipoksin serebral
menyebabkan pusing, berdenyut, dan
peningkatan resiko cedera.
Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah
interpretasi informasi.
Hasil yang diharapkan:
Pasien dapat memahami dan menerima terhadap program
pengobatan yang diresepkan dengan kriteria hasil pasien
Faham akan prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.

Intervensi Rasional
1. Berikan informasi tentang ITP. 1. Berikan informasi tentang ITP.
Diskusikan kenyataan bahwa terapi Diskusikan kenyataan bahwa terapi
tergantung pada tipe dan beratnya tergantung pada tipe dan beratnya
ITP. ITP.
2. Tinjau tujuan dan persiapan untuk 2. Ketidaktahuan meningkatkan stress.
pemeriksaan diagnostic.
3. Jelaskan bahwa darah yang diambil 3. Merupakan kekhawatiran yang tidak
untuk pemeriksaan laboratorium diungkapkan yang dapat
tidak akan memperburuk ITP. memperkuat ansietas pasien/
keluarga.
Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan penurunan
jumlah trombosit.
Hasil yang diharapkan:
Pasien dapat mengembalikan jumlah trombosit sesuai dengan
kebutuhan.

Intervensi Rasional
1. Pasien diberikan sel darah 1. Meningkatkan jumlah sel
merah, darah lengkap darah pembawa oksigen
perpacked, produk darah dan memperbaiki
sesuai indikasi. defisiensi trombosit untuk
menurunkan resiko
pendarahan.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perdarahan
dibawah kulit.
Hasil yang diharapkan:
Pasien dapat mempertahankan integritas kulit.

Intervensi Rasional
1. Kaji integritas kulit, cacat turgor, 1. Kondisi kulit dipengaruhi oleh
warna, kehangatan kulit, eritema dan sirkulasi nutrisi dan imobilisasi
ekskoriasi. jaringan dapat menjadi rapuh dan
cenderung untuk infeksi atau rusak.
2. Ubah posisi secara perodik. 2. Meningkatkan sirkulasi ke semua
area kulit membatasi iskemia
jaringan atau memperngaruhi
hipoksia seluler.
SEKIAN
DAN
TERIMA
KASIH

Вам также может понравиться