Вы находитесь на странице: 1из 56

KASUS 2

Seorang laki-laki (58 Thn) di rawat dengan keluhan demam, lemas, mual muntah, Set
elah dianamnesa, keluarga mengatakan bahwa sebelum dibawa ke RS klien mengeluh
kan sering pusing,penglihatan kabur dan akhir-akhir ini klien sering BAK dimalam hari
hingga 7 sampai 8 kali, klien sering merasa haus dan lapar namun pasien mengalami
penurunan berat badan yang drastis. Hasil dari pemeriksaan fisik, kulit kaki tampak ke
ring kehitaman dan terdapat luka pada punggung kaki sebelah kanan 4 cm, luka ta
mpak kotor dan terdapat pus, kaki sering merasa kesemutan dan kebas. BB : 45 kg d
engan TB : 164 cm TD : 100/70 mmHg, Nadi : 110x/menit, RR : 26x/menit, S : 38,20C.
Hasil pemeriksaan laboratorium GDS 302 mg/Dl, Hb: 10,8 mg/Dl, CRT > 3 detik. Pasie
n mendapatkan terapi IVFD asering 500 ml/8 jam, cefotaximm 2x1 gr, OMZ 3X1, Ond
ancentron 2 x 4 mg, piroxicam 2x1 gr, Paracetamol 3 x 500 mg, Humalog 3x14 ui, la
ntus 1x20 ui.
Learning Objective
01 Patofisiologi

02 Etilogi

03 Analisa Data dan


pengkajian
04 Diagnosis
keperawatan
05 Intervensi dan EBP
Diabetes mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik
yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam
darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insu
lin, kerja insulin, atau keduanya (American Diabetes
Association,2003). Dalam keadaan normal, glukosa akan
beredar dalam darah yang didapat dari absorpsi
makanan yang masuk ke dalam pencernaan serta
pembentukan glukosa oleh hati dari zat makanan.
Insulin merupakan
hormon yang di produksi di pankreas yang berfungsi
untuk mengatur produksi dan penyimpanan glukosa.
Dalam keadaan diabetes, sel-sel ataupun pankreas
berhenti untuk memproduksi insulin yang dapat
menyebabkan hiperglikemi.
Kepala Pankreas : Menempel pada usus halus, kepala merupakan bagian terluas dari pan
kreas.
Badan Pankreas : Bagian yang berada diantara kepala dan ekor, Badan merupakan bagian
paling penting pada pankreas.
Ekor Pankreas : Bagian meruncing yang ada di perut kiri. Bagian ekor merupakan bagian
terakhir dari tubuh pankreas.
Pankreas terdiri dari 2 jaringan utama, yaitu:
1. Acini, menghasilkan enzim pencernaan
2. Pulau Langerhans, merupakan kumpulan sel berbentuk ovoid tersebar di seluru
h pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas. Besar pulau lange
rhans yang terkecil adalah 50µ, sedangkan yang terbesar 300µ, terbanyak adalah y
ang besarnya 100225µ. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan
antara 1-2 juta.
Jenis Sel Penghasil Hormon di Pulau-pulau Langerhans:
Sel Alfa Pankreas, merupakan sel yang berfungsi untuk menghasilkan Hormon Glukagon. Ho
rmon Glukagon berfungsi untuk meningkatkan kadar gula dalam darah, dan memecah cadanga
n gula dalam hati lalu membawanya ke darah. Sel Alfa berjumlah sekitar 25% dari pulau lange
rhans.
Sel Beta Pankreas, merupakan sel yang berfungsi untuk menghasilkan hormon Insulin. Horm
on Insulin berfungsi untuk menurunkan kadar gula dalam darah, apabila kadar gula dalam dara
h berlebihan, maka insulin akan menyimpan gula berlebih tersebut dalam hati. Apabila hormo
n insulin tidak ada, atau sedikit maka orang tersebut akan terkena penyakit diabetes melitus. S
el Beta berjumlah sekitar 70% dari pulau langerhans.
Sel F Pankreas (Sel Gamma Pankreas), merupakan sel yang berfungsi menghasilkan Polipe
ptida Pankreas. Polipeptida ini dapat berfungsi untuk memperlambat penyerapan makanan, na
mun fungsi utamanya masih belum diketahui. Sel Gamma berupa sel renik (sangat kecil) dan b
erjumlah kurang dari 1% dari pulau langerhans.
Sel Delta Pankreas, merupakan sel yang berfungsi untuk menghasilkan somatostatin. Hormon
Somatostatin berfungsi untuk menghambat sekresi Glukagon oleh sela Alfa pankreas, dan men
ghambat sekresi Insulin oleh sel beta pankreas, serta menghambat produksi polipeptida oleh S
el F pankreas. Intinya Hormon Somatostatin akan menghambat sekresi sel lainnya. Jumlah sel
Delta kurang dari 5% dari pulau langerhans.
Sekresi Insulin
Pelepasan insulin dari pulau-pulau La-Ngerhans memerlukan pengatur
an negatif. Insulin dilepaskan dalam bentuk bifasik yang terdiri dari
fase pertama yang terjadi singkat (berlangsung sekitar 10 menit) &
diikuti oleh fase kedua yang berkelanjutan. Pada individu normal, laju
sekresi insulin selama fase pertama dan kedua telah diperkirakan
1.600 pmol/menit & 400 pmol/menit. Fase pertama sekresi insulin me
libatkan difusi kantung kecil dari granul-granul pada membran plasma.
Kantung-kantung tersebut mudah disekresi karena granul-granul terse
but sudah berada di dalam membran pada keadaan basal, dan pembo
ngkaran isi granul-granul merupakan respon terhadap adanya nutrisi
& juga non-nutrisi sekretagog. Fase kedua sekresi insulin umumnya dit
imbulkan oleh peng-aruh nutrisi, dan melibatkan mobilisasi dari granul
-granul intrasel ke tempat membran target soluble N-ethylmaleimide-
sensitive factor attachment protein receptor (t-SNARE) pada membran
plasma untuk bisa memasuki bagian distalnya dan menjalani langkah
langkah fusi ekso-sitosis.
Pada Gambar dapat dilihat bahwa glukosa akan
diangkut dari dalam darah melewati membran sel
masuk ke dalam sel; proses ini memerlukan
senyawa peng-angkut glukosa yaitu glucose trans
porter 2 (GLUT-2). Dalam keadaan fisiologik, tran
sportasi transmembran dilakukan oleh GLUT-2
yang berfungsi sebagai pembawa glukosa
dengan akses masuk ke dalam sel yang tak terba
tas. Glukosa akan mengalami proses fosforilasi &
oksidatif oleh aktivasi glukokinase (mengubah glu
kosa menjadi glukosa-6 fosfat) dengan membeba
skan molekul fosfat sehingga rasio ATP/ADP beru
bah, kemudian terjadi depolarisasi membran.
Sinyal sekresi insulin
Langerhans diatur oleh sejumlah faktor, tetapi sinyal stimulasi yang
dominan ialah peningkatan glukosa darah yang terjadi dengan mengonsu
msi makanan yang mengandung karbohidrat. Selain glukosa yang merang-
sang terjadinya sekresi insulin pada sel beta secara langsung, hal ini dimun
gkinkan juga oleh fungsi potensial dari efektor lainnya seperti asam lemak
bebas, asam amino, dan hormon inkretin (glucagon-like peptide-1, GLP-1).
Kesemuanya ini memerlukan tingkat ambang glukosa tertentu (biasanya 6
mM) untuk dapat berefek. Peningkatan glukosa darah meng-induksi pening
katan metabolisme glukosa dalam sel beta, sehingga terjadi peningkat-an
produksi ATP melalui beberapa sumber: glikolisis, oksidasi glukosa mitokon
dria, dan pengangkutan aktif ekuivalen reduksi dari sitosol ke rantai transp
or elektron mitokondria. Peningkatan yang dihasilkan pada rasio ATP/ADP
menghambat ATP-sensitive K+ channel sehingga mengakibat-kan depolaris
asi membran plasma, kemu-dian terjadi pembukaan voltage-gated Ca2+ ch
annel diikuti dengan masuknya Ca2+ eks trasel yang berfungsi untuk meng
aktifkan eksositosis granul-granul.
 Penurunan sekresi insulin berkaitan dengan tiga fenomena berbeda:
1) desensitasi terhadap glukosa
2) kelelahan (exhaustion) sel beta
3) glucose toxicity.
 Desensitasi terhadap glukosa dikenal sebagai resistensi insulin yang merupakan keti
daksanggupan insulin memberi efek biologik yang normal pada kadar gula darah
tertentu. Selain akibat kurangnya reseptor insulin pada sel secara kuantitas, hal ini
juga disebabkan gangguan pada pasca reseptor. Pada awalnya resistensi insulin
belum menyebabkan diabetes klinis. Sel beta pankreas masih dapat melakukan kom
pensasisehingga terjadi hiperinsulinemia. Saat terjadi kelelahan sel beta pankreas
maka akan timbul diabetes melitus klinis yang ditandai dengan kadar glukosa darah
yang meningkat. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kadar gluko
sa darah puasa dengan kadar insulin pu-asa. Pada kadar glukosa puasa 80-140mg%
kadar insulin puasa meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa darah puasa me
lebihi 140 mg% secara berkepanjangan maka kadar insulin tidak mampu meningkat
lebih tinggi lagi. Pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel beta yang menyebabkan
fungsinya menurun.
 Glucose toxicity berkaitan dengan peristiwa oksidatif yang lazim terjadi
pada DMT2. Akibatnya kemampuan sel beta dalam fungsi sekresi
insulin berkurang. Hal ini berhubungan dengan aktivasi gen
uncoupling protein-2 (UCP-2) yang berasal dari produksi superoksida
dalam mito-kondria. Pada keadaan normal, aktivasi UCP-2 tidak terjadi
sehingga ATP dalam jumlah yang cukup dapat dimanfaatkan bagi
proses sekresi insulin. Pada keadaan hiperglikemia dan obesitas, terjadi
ekpresi UCP-2 berlebihan dari sel beta. Pening-katan produksi superok
sida pada mito-kondria yang berpotensi mengaktivasi UCP-2 (yang me
mediasi pemborosan ATP menjadi bentuk panas) akan menyebabkan
penurunan jumlah ATP, diikuti penurunan rasio ATP/ADP sehingga
proses sekresi insulin menurun.
 Penelitian Thorens menunjukkan terja-dinya kegagalan sekresi insulin
bila GLUT-2 berkurang 80% atau lebih. Berkurangnya GLUT-2
disebabkan karena berkurangnya enzim N-acetylglucosamine transfera
se 4a yang mengode Mgat4a dan berfungsi da-lam ekspresi GLUT-2
Jadi:
Sel beta merupakan tempat terjadinya
sintesis dan sekresi insulin. Awal sintesis ber
awal dari salinan gen pada kromosom kemu
dian salinan tersebut akan mengalamiproses
yang akhirnya akan menghasilkan insulin
yang dikemas di dalam granul-granul sekret
orik. Sekresi insulin diinduksi oleh kadar glu
kosa, kemudian terjadi reaksi di dalam sel.
Perubahan rasio ATP/ADP akan me-micu
reaksi depolarisasi membran plasma, diikuti
masuknya Ca2+ ekstrasel yang berfungsi me
ngaktifkan eksositosis
KADAR GULA DARAH
Gula darah puasa (GDP) Gula darah 2 jam postprand Gula darah sewaktu (GDS)
ial (GD2PP)
Normal :
dibawah108 mg/dl Normal : di bawah 140 mg/dl Normal: di bawah
200 mg/dl
Prediabetes: 108-125 Prediabetes : 140-199 mg/dl
mg/dl
Diabetes : di atas
Diabetes : 200 mg/dl atau lebih
200 mg/dl
Diabetes : diatas125
mg/dl
Klasifikasi Diabetes Millitus
 Diabetes tipe 1
di mana sel beta pankreas yang memproduksi insulin berada
dihan curkan oleh proses autoimun. Akibatnya, pankreas menghasil
kan se dikit atau tidak ada insulin dan memerlukan suntikan insulin
untuk mengendalikannya kadar glukosa darah.
 Diabetes tipe 2
hilangnya kemampuan tubuh dalam merespon insulin atau d
isebut juga resisteninsulin.
 Diabetes mellitus gestasional
 Diabetes mellitus yang terkait dengan kondisi lain atau sindrom
Etiologi
DM 1 DM 2
 Faktor genetic :  Faktor risiko yang berhubungan denga
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada i n proses terjadinya DM tipe II
ndividu yang memililiki tipe antigen HLA (Hu
man Leucocyte Antigen) tertentu.  Usia ( resistensi insulin cenderung men
 Faktor imunologi : ingkat pada usia di atas 65 tahun)
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya su
atu respon autoimun. Ini merupakan respon a  Obesitas
bnormal dimana antibody terarah pada jaring
an normal tubuh dengan cara bereaksi terhad  Riwayat keluarga
ap jaringan tersebut yang dianggapnya seola
h-olah sebagai jaringan asing.  Kelompok etnik
 Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi
sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidi
kan menyatakan bahwa virus atau toksin terte
ntu dapat memicu proses autoimun yang dap
at menimbulkan destuksi sel β pancreas
Patofisiologi
 DM Tipe 1

Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pa
nkreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesuda
h makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kemb
ali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). K
etika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cair
an dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehila
ngan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia). Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebab
kan penurunan berat badan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecaha
n glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam ami
no dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambata
n dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia
Patofisiologi
 DM Tipe 2
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada p
ermukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reak
si dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan p
enurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi peng
ambilan glukosa oleh jaringan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal ata
u sedikit meningkat.Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebu
tuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. ketoasidosis dia
betik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol da
pat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonke
otik(HHNK). Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30
tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) da
n progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasie
n, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi,
luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur.
Pathway patofisiologi
Manifestasi Klinis
 Diabetes Tipe I
- hiperglikemia berpuasa
- glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
- keletihan dan kelemahan
- ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiper
ventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran,
koma, kematian)
 Diabetes Tipe II
- lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
- gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersin
ggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya
lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
- komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit
vaskular perifer)
Penatalaksanaan Ulkus
Diabetes
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus diabetes a
dalah penutupan luka. Penatalaksanaan ulkus diabetes
secara garis besar ditentukan oleh derajat keparahan ul
kus, vaskularisasi dan adanya infeksi. 3 Dasar dari pera
watan ulkus diabetes meliputi 3 hal yaitu
• Debridement
• Offloading
• Kontrol infeksi
Debridement
• Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan
nekrosis, callus dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuan
g sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke jaringan sehat.
• Metode debridment: surgical (sharp), autolitik, enzimatik, kimia
,mekanis dan biologis.
• Metode surgical, autolitik dan kimia hanya membuang jaringan
nekrosis (debridement selektif), sedangkan metode mekanis me
mbuang jaringan nekrosis dan jaringan hidup (debridement no
n selektif)
Offloading
Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah satu komponen pena
nganan ulkus diabetes. Ulserasi biasanya terjadi pada area telapak kaki yang mendapat t
ekanan tinggi. Bed rest merupakan satu cara yang ideal untuk mengurangi tekanan tetap
i sulit untuk dilakukan

Total Contact Casting (TCC)merupakan metode offloading yang paling efektif. TCC dibu
at dari gips yang dibentuk secara khusus untuk menyebarkan beban pasien keluar dari a
rea ulkus. Metode ini memungkinkan penderita untuk berjalan selama perawatan dan be
rmanfaat untuk mengontrol adanya edema yang dapat mengganggu penyembuhan luka
Meskipun sukar dan lama, TCC dapat mengurangi tekanan pada luka dan itu ditunjukkan
oleh penyembuhan 73-100%.
Kontrol Infeksi

Penentuan derajat infeksi menjadi sangat penting. Men


urut The Infectious Diseases Society of America memba
gi infeksi menjadi 3 kategori, yaitu:
• Infeksi ringan : apabila didapatkan eritema < 2 cm
• Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema > 2 cm
• Infeksi berat : apabila didapatkan gejala infeksi siste
mik.
Ulkus diabetes yang terinfeksi dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu:
• Non-limb threatening : selulitis < 2cm dan tidak
meluas sampai tulang atau sendi.
• Limb threatening : selulitis > 2cm dan telah
mencapai tulang atau sendi, serta adanya infeksi
sistemik.
Pembedahan Ulkus
Diabetes
• Debridement dilakukan untuk membuang jaringan mati dan terinfeksi
dari ulkus, callus hipertropik. Pada debridement juga ditentukan
kedalaman dan adanya tulang atau sendi yang terinfeksi.
• Pembedahan Revisional dilakukan pada tulang untuk memindahkan
titik beban. Tindakan tersebut meliputi reseksi metatarsal atau ostekto
mi .
• Pembedahan Vaskuler, indikasi pembedahan vaskuler apabila
ditemukan adanya gejala dari kelainan pembuluh darah, yaitu nyeri
hebat, luka yang tidak sembuh, adanya gangren.
• Autologous skin graft merupakan ukuran standar penutupan
luka partial thickness.
• Skin allograft memungkinkan penutupan luka yang luas dan
dalam dimana dasar luka tidak mencukupi untuk dilakukannya
autologus skin graft
• Jaringan pengganti kulit : Dermagraft & Apligraft
• Penutupan dengan flap
Perawatan Luka
Penggunaan balutan yang efektif dan tepat menjadi bagian
yang penting untuk memastikan penanganan ulkus diabetes
yang optimal. Lingkungan sekitar luka harus bersih dan lem
bab telah diterima luas. Keuntungan pendekatan ini yaitu m
encegah dehidrasi jaringan dan kematian sel, akseleras
i angiogenesis, dan memungkinkan interaksi antara faktor
pertumbuhan dengan sel target. Pendapat yang menyataka
n bahwa keadaan yang lembab dapat meningkatkan kejadi
an infeksi tidak pernah ditemukan.
Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tuan X
Usia : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
b. Identitas Penanggung Jawab :-
2. Status Kesehatan
a. Keluhan Utama : Demam, lemas dan mual muntah
b. Riwayat Kesehatan Sekarang : Pasien sering mengalami pusing, penglihata
n kabur, dan akhir-akhir ini pasien sering pasien sering BAK pada malam hari hingga 7 sam
pai 8 kali, pasien sering merasa haus dan lapar namun pasien mengalami penurunan berat
badan yang drastis.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga :-
d. Riwayat Kesehatan Terdahulu :-
Pengkajian
3. Pola Kebutuhan Dasar
a. Pola presepsi dan Manajemen Kesehatan : -
b. Pola Nutrisi Metabolik : -
c. Pola Eliminasi : -
· BAB : -
· BAK : -
Sebelum sakit : -
Saat sakit : 7-8 kali pada malam hari.
d. Pola Aktivitas Harian : -
e. Pola Kognitif dan Presepsi : -
f. Pola Presepsi-Konsep diri : -
g. Pola Tidur dan Istirahat : -
h. Pola Peran-Hubungan : -
i. Pola Seksual-Reproduksi : -
j. Pola toleransi Stress-Koping :-
k. Pola Nilai-Kepercayaan
Pengkajian
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum :- d. Pemeriksaan Penunjang
b. Tanda-tanda Vital · GDS : 302 mg/Dl
· BB : 45 kg · Hb : 10,8 mg/Dl
· TB : 164 CM e. Terapi :
· Nadi : 110 X / menit · IVFD asering 500 ml/8jam
· RR : 26 X / menit · Cefotaxim 2x1 gr.
· Suhu : 38,20C · OMZ 3x1
· CRT : > 3 detik · Ondancentron 2x4 mg.
c. Keadaan Fisik · Piroxicam 2x1 gr.
Kulit kaki tampak kering kehitaman dan terdap · Paracetamol 3x500 mg.
at luka pada punggung kaki sebelah kanan 4 c · Humalog 3x14 ui.
m, luka tampak kotor dan terdapat pus, kaki ser · Lantus 1x20 ui.
ing merasa kesemutan dan kebas.
Analisa Data
Problem Etiology symptoms Diagnosis
1. Ketidakseimbangan nutrisi : Defisiensi insulin -> meran Ds: penurunan bb drastis Ketidakseimbangan nutrisi: kur
kurang dari kebutuhan tubuh gsang hipotalamus -> pusa Do: ang dari kebutuhan tubuh b.d
t lapar dan haus -> polidip BB = 45 kg faktor biologis d.d klien menga
si dan polifagi -> ketidak s lami polifagia dan penurunan
eimbangan nutrisi bb yang drastis

2.Kekurangan volume cairan Defisiensi insulin -> penuru Ds: Kekurangan volume cairan b.d
nan pemakaian glukosa -> BAK di malam hari 7-8 kali kehilangan cairan aktif d.d klie
hiperglikemia -> glycosuria Sering haus n mengalami poliuria, polidipsi
-> osmotic diuresis -> poli Kulit kaki tampak kering a, hiperglikemi dan kulit kaki n
urea -> dehidrasi -> kekur Do: ampak kering
angan volume cairan Kadar GDS di atas normal :
302 mg/dl
Analisa Data
problem etiology symptoms Diagnosis
3.Ketidakstabilan kadar Defisiensi insulin -> retensi insu Ds: klien mengeluh pusing, le Ketidakstabilan kadar glukosa d
glukosa darah lin -> hiperglikemi -> kadar glu mas, sering BAK pada malam h arah d.d kadar GDS diatas nor
kosa darah tidak terkontrol -> ari, sering merasa haus dan lap mal, poliuria, polidipsi, polifagi,
ketidakstabilan kadar glukosa ar,kaki kesemutan dan kebas, p pusing, lemas, kaki kesemutan
darah andangan kabur dan kebas, serta pandangan ka
Do: Kadar GDS diatas normal : bur
302 mg/dl

4.Kerusakan integritas ja kenaikan kronis kadar glukosa Do : Luka pada bagian punggu Kerusakan integritas jaringan b.
ringan darah -> penyakit pembuluh da ng kaki, kadar GDS diatas nor d kekurangan volume cairan d.
rah halus -> neuropati diabetik mal d klien mengalami luka pada ba
-> ulserus kaki dan ulkus diab gian punggung kaki sebelah ka
etik nannya

5. Resiko infeksi Defisiensi insulin -> penurunan Ds : - Risiko infeksi b.d malnutrisi d.d
fasilitas glukosa dalam sel-> sel Do : luka pada punggung kaki, luka pada luka kotor dan ada p
tidak memperoleh nutrisi ->star luka kotor dan ada pus, us,
vasi seluler -> pembongkaran p kadar GDS di atas normal : 302 kadar GDS di atas normal
rotein & asam amino -> penur mg/dl
unan antibodi -> Resiko infeksi
Analisa Data
problem etiology symptoms diagnosis
6. Resiko cedera Defisiensi insulin -> lipolisis meningk Ds : klien mengatakan sebe Resiko tinggi cedera : jatuh b
at -> gliserol asam lemak bebas men lum ke RS, penglihatannya .d penurunan sensori (tidak d
igkat -> aterosklerosis -> mikrovasku kabur apat melihat) d.d penglihatan
lar -> retina diabetik -> gangguan p Do : kadar GDS diatas nor klien kabur, kadar GDS diatas
englihatan -> resiko cedera mal normal

7. Nyeri akut Defisiensi insulin -> hiperglikemi -> f Ds:- Nyeri akut b.d agen cedera b
leksibilitas darah merah -> pelepasan Do : RR diatas normal : 26x iologis d.d nafas cepat, kadar
O2 -> hipoksia perifer -> Nyeri akut /menit , kadar GDS diatas GDS diatas normal
normal

8. Keletihan Defisiensi insulin -> Hiperglikemi -> Ds : klien mengatakan seri Keletihan b.d malnutrisi d.d
starvasi sel -> tonus otot menurun - ng merasa lapar, BB menga polifagia, BB turun drastis
> sulit bergerak -> keletihan lami penurunan drastis
Do : TB : 164 cm, BB : 45 k
g, kadar GDS diatas normal
: 302 mg/dl
Analisa Data
Problem Etiology symptoms Diagnosis
9.Gangguan citra tubuh Kulit kaki kering kehitaman -> G DS : Pasien merasa kakinya sering Gangguan citra tubuh berhubungan
angguan pandangan tentang tu kebas dan kesemutan dengan gangguan struktur tubuh b.d
buh seseorang (penampilan, str DO : Kulit kaki tampak kering kehi gangguan pandangan tentang tubuh
uktur dan fungsi) taman dan terdapat luka pada pu seseorang (penampilan, struktur dan
nggung kaki 4 cm, luka tampak ko fungsi) d.d Kulit kaki tampak kering k
tor dan terdapat pus. ehitaman dan terdapat luka pada pu
nggung kaki 4 cm, luka tampak kotor
dan terdapat pus.
10. Risiko hambatan religiositas Luka pada punggung kaki -> Ken DS : Pasien merasa kakinya sering Risiko hambatan religiositas b.d Ken
dala untuk mempraktikan agam kebas dan kesemutan dala untuk mempraktikan agama d.d
a DO : Terdapat luka pada punggun Pasien merasa kakinya sering kebas,
g kaki 4 cm, luka tampak kotor da kesemutan, dan terdapat luka pada
n terdapat pus. punggung kaki 4 cm, luka tampak ko
tor dan terdapat pus.
11. Risiko kesepian Luka kotor -> Isolasi sosial DS :- Risiko kesepian b.d isolasi sosial d.d
DO : Luka tampak kotor dan terda Luka tampak kotor dan terdapat pus.
pat pus.
Diagnosa keperawatan dan Intervensi

Diagnosis outcome intervention

1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari Setelah diberikan intervensi dalam wa Hitung berat badan ideal klien
kebutuhan tubuh b.d faktor biologis d.d k ktu x24 jam nutrisi kembali seimbang Timbang berat badan setiap hari dan mo
lien mengalami polifagia dan penurunan sesuai dengan kebutuhan tubuh. nitor status klien
bb yang drastis Dengan kriteria: Monitor makanan/cairan yang dikonsumsi
Pasien dapat mencerna jumlah kalori dan hitung asupan kalori harian
dan nutrien yang tepat Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri
Berat badan pasien menjadi stabil dan abdomen, mual, , pertahankan keadaan p
berada dalam rentang batas normal uasa sesuai indikasi
Jaga intake/asupan yang akurat dan catat
output klien
Observasi tanda-tanda hipoglikemia
Dukung klien dan keluarga untuk memba
ntu dalam pemberian makan dengan baik
Diagnosa keperawatan dan Intervensi

Diagnosis outcome intervention

2) Kekurangan volume cairan b.d kehilang Setelah diberikan intervensi dalam wa Pantau adanya tanda dan gejala dehidrasi
an cairan aktif d.d klien mengalami poliuri ktu x24 jam kebutuhan volume cairan Berikan cairan yang sesuai
a, polidipsia, hiperglikemi dan kulit kaki tubuh terpenuhi dengan baik. Dengan Pantau intake dan output, dan catat berat
nampak kering kriteria: jenis urine
Intake dan output seimbang dalam 2 Minimalkan asupan makanan dan minum
4 jam an dengan diuretik
Pengeluaran urine kembali normal Pantau tanda-tanda vital
Kelembaban membran mukosa kemba Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor
li terjaga kulit, dan membran mukosa
Tanda-tanda vital stabil : TD 120/80 m
mHg, Respirasi 16-24 x/menit, Nadi 70
-80 x/menit, Suhu 36,5-37.5 *C
Turgor kulit dan pengisian kapiler baik
CRT<2 detik
Kadar elektrolit dalam batas normal
Diagnosa keperawatan dan Intervensi

Diagnosis outcome intervention

3) ketidakstabilan kadar glukosa darah d. Setelah diberikan intervensi dalam wa -monitor kadar gula darah
d kadar GDS diatas normal, poliuria, polid ktu x24 jam diharapkan ketidakstabila -monitor tanda dan gejala hiperglikemi :
ipsi, polifagi, pusing, lemas, kaki kesemut n gula darah normal. Dengan kriteria: poliuria, polidipsi, polifagi, kelemahan, pa
an dan kebas, serta pandangan kabur -Pasien tidak merasa lemas dan pusin ndangan kabur, sakit kepala
g -berikan insulin sesuai resep indikasi
-pasien tidak mengalami poliuria, poli -dorong asupan cairan oral
dipsi dan polifag - batasi aktivitas saat kadar glukosa darah
-penglihatan pasien menjadi normal lebih dari 250 mg/dl
-dorong pemantauan sendiri kadar glukos
a darah
-instruksikan pada pasien dan keluarga m
engenai manajemen diabetes
-fasilitasi kepatuhan terhadap diet dan re
gimen latihan
Diagnosa keperawatan dan Intervensi
Diagnosis outcome intervention

4) Kerusakan integritas jaringan b.d kekur Setelah diberikan intervensi dalam wa Monitor karakteristik luka, termasuk drain
angan volume cairan d.d klien mengalami ktu x24 jam diharapkan gangguan int ase, warna, ukuran, dan bau
luka pada bagian punggung kaki sebelah egritas jaringan/kulit dapat berkurang Berikan perawatan pada ulkus
kanannya dan menunjukkan penyembuhan Anjurkan klien atau anggota keluarga pad
a prosedur perawatan luka
Kaji tanda-tanda vital : TD normal untuk
menjukkan tidak adanya nyeri yang diakib
atkan dari kerusakan integritas jaringan

5)Risiko infeksi b.d malnutrisi d.d luka pa Setelah diberikan intervensi dalam wa -monitor kerentanan terhadap infeksi
da luka kotor dan ada pus, ktu x24 jam diharapkan tidak terjadi i -berikan perawatan kulit yang tepat
kadar GDS di atas normal nfeksi pada pasien. Dengan kriteria: -ajarkan pasien dan keluarga cara menghi
-Luka pada pada punggung kaki tidak ndari infeksi
kotor dan tidak ada pus -ganti peralatan perawatan perpasien ses
uai protokol institusi
-ajarkan pasien teknik mencuci tangan ya
ng benar
- pastikan penanganan aseptik dari semu
a saluran IV
Diagnosa keperawatan dan Intervensi
Diagnosis outcome intervention

6) Resiko tinggi cedera : jatuh b.d penur Setelah diberikan intervensi dalam wak -kaji ulang adanya faktor-faktor resiko jat
unan sensori (tidak dapat melihat) d.d p tu x24 jam diharapkan pasien memperli uh pada pasien
englihatan klien kabur, kadar GDS diatas hatkan upaya menghindari cidera ( jatu -identifikasi bahaya lingkungan yang dap
normal h) atau cidera ( jatuh) tidak terjadi. Den at menyebabkan kemungkinan cidera.
gan kriteria: -ajarkan pasien dan keluarga tentang p
-penglihatan pasien tidak kabur (norma enggunaan cara yang tepat dalam melind
l) ungi diri dari cidera

7) Nyeri akut b.d agen cedera biologis d. Setelah diberikan intervensi dalam wak -Monitor TTV
d nafas cepat, kadar GDS diatas normal tu x24 jam diharapkan nyeri pada pasie -Catat karakteristik nyeri, laporan verbal d
n berkurang. Dengan kriteria: an petunjuk non verbal pasien
-pasien lebih rileks -amati respon hemodinamik (meringis, m
-RR normal enangis, gelisah, berkeringat, mencengkra
m dada, nafas cepat, TD berubah
Diagnosa keperawatan dan Intervensi

Diagnosis outcome intervention

8)Keletihan b.d malnutrisi d.d polifagia, BB Setelah diberikan intervensi dalam w kaji status fisiologis pasien yang menye
turun drastis aktu x24 jam diharapkan keletihan pa babkan kelelahan
da pasien tidak terjadi. Dengan kriteri -anjurkan pasien mengungkapkan secar
a: a verbal mengenai keterbatasan yang di
-intake nutrisi yang cukup alami
-BB meningkat -tentukan status gizi pasien dan kemam
puan pasien untuk memnuhi kebutuhan
gizi
-intruksikan pasien mengenai kebutuha
n nutrisi
-atur diet yang diperlukan
-anjurkan pasien terkait dengan kebutu
han diet saat kondisi sakit
Diagnosa keperawatan dan Intervensi
Diagnosis outcome intervention
9)Gangguan citra tubuh berhubungan dengan gang Setelah diberikan intervensi dalam waktu 2x - Bantu pasien untuk mengidentifikasi tind
guan struktur tubuh b.d gangguan pandangan tent 24 jam pasien dapat menyesuaikan terhada akan-tindakan yang akan meningkatkan p
ang tubuh seseorang (penampilan, struktur dan fu p perubahan tampilan fisik dengan kriteria : enampilan
ngsi) d.d Kulit kaki tampak kering kehitaman dan te - Pasien dapat menyesuaikan terhadap - Gunakan bimbingan antisipasif menyiapk
rdapat luka pada punggung kaki 4 cm, luka tampak penampilan fisik. an pasien terkait dengan perubahan citra
kotor dan terdapat pus. - Pasien dapat menerima perubahan ya tubuh yang telah diprediksikan.
ng terjadi pada penampilan fisik - Tentukan perubahan fisik saat ini apakah
berkontribusi terhadap citra diri pasien.
10) Risiko hambatan religiositas b.d Kendala untuk Setelah diberikan intervensi dalam waktu 1x - Fasilitasi pasien terkait dengan pengguna
mempraktikan agama d.d Pasien merasa kakinya s 24 pasien tidak merasa terbebani dengan se an meditasi, bersembahyang dan ritual ke
ering kebas, kesemutan, dan terdapat luka pada p cara spiritual dengan kriteria : agamaan lainnya.
unggung kaki 4 cm, luka tampak kotor dan terdapa - Pasien merasa lebih nyaman saat mela - Dengarkan perasaan pasien
t pus. kukan ibadah. - Tunjukan empati terhadap ekspresi peras
- Pasien tidak mengalami kesulitan saat aan klien.
melakukan ibadah. - Gunakan teknik-teknik untuk mengklarifik
asi nilai untuk membantu individu mengkl
arifikasi keyakinan dan nilai dengan baik.
Diagnosis outcome intervention

11) Risiko kesepian b.d isolasi sosial d.d Lu Setelah dilakukan intervensi selama - Berikan umpan balik mengenai pe
ka tampak kotor dan terdapat pus. 1x24 jam pasien tidak lagi merasa te rbaikan dalam perawatan penamp
risolasi secara sosial dengan kriteria : ilan pribadi atau kegiatan-kegiatan
- Pasien bisa bersosialisasi denga lainnya.
n baik. - Berikan umpan balik positif saat p
- Pasien tidak merasa malu denga asien bersedia menjangkau denga
n penampilannya. n baik.
- Tingkatkan hubungan dengan oran
g-orang yang memiliki minat dan t
ujuan yang sama.
EBP
NO Penulis Judul Tujuan Metode Hasil Kesimpulan

1. -evi kurniawaty Uji Efektivitas Daun be penelitian ini bert Metode yang digun hasil penelitian ini menjelas Dari penelitian ini da
- eka indah les limbing Wuluh (Avver ujuan untuk men akan adalah metod kan Daun belimbing wuluh pat disimpulkan bah
tari hoa bilimbi.L) sebagai getahui cara men e maserasi. Dalam (Averrhoa bilimbi L.) merup wa daun belimbing
pengobatan diabetes angani diabetes metode ini telah cu akan tanaman yang dapat wuluh (Averrhoa bili
militus meilitus melalui t kup dibuktikan mel digunakan sebagai terapi h mbi L.) memang tela
erapi herbal men alui suatu penelitian erbal dalam menangani dia h dipercaya memiliki
ggunakan daun b bahwa daun belimb bates mellitus. Kandungan khasiat untuk terapi
elimbing ing wuluh bersifat p utama yaitu flavonoid yang antidiabetes. Bebera
oten terhadap peny berperan dalam aktivitas fa pa penelitian juga tel
akit diabetes rmakologikal yang berfung ah dilakukan sebelu
si sebagai antioksidan dan mnya. Uji efektivitas
antidiabetes. Menurut pene ekstrak daun belimbi
litian bahwa flavonoid mem ng wulung terhadap
iliki efek antioksidan yang k mencit telah dibuktik
uat. an memiliki tingkat a
ktivitas yang baik dal
am menurunkan kad
ar glukosa dalam dar
ah
2. Luh titi handayani Studi Meta Analisis Pera penelitian ini bertujuan metode yang di gunak perawatan yang digunakan dalam Metode perawatan luka yan
watan Luka Kaki Diabete untuk mengetahui cara an pada penelitian ini a penelitian ini dalah dengan meng g berkembang saat ini ada
s dengan Modern Dressi perawatan luka kaki pa dalah dengan pengum gunakan dressing modern yaitu A lah menggunakan prinsip
lginate,Foam dressing,Hidrogel. P
ng da diabates dengan tek pulan data. Pengumpul moisture balance, yang dise
ada luka dengan eksudasi sedang
nik modern dressing an data. Kemudian dila sampai tinggi, luka basah dengan butkan lebih efektif
kuan seleksi sesuai den terowongan yang dalam digunaka dibanding
gan kriteria dan kata k n Alginate dan Foam dressing pa kan metode konvensional.
unci, maka meta analisi da luka yang basah, untuk luka ya Perawatanluka menggunak
s ini menggunakan 13 ng cenderung kering digunakan an prinsip moisture balanc
studi jurnal dari rentan Hidrogel. e ini dikenal sebagai metod
a.Alginate dressing adalah absorb
g 2013-2015 e modern dressing. Perawat
an tingkat tinggi, nonadheren,bio
degradable, turunan serat nonwo an luka modern harus teta
ven dari rumput laut terdiri dari g p memperhatikan tiga taha
aram kalsium, asam alginic dan as p, yakni mencuci luka, mem
am mannuronic dan guluroni buang jaringan mati, dan m
b.Foam dressing berfungsi sebaga emilih balutan
i absorban yang terbuat dari p
olyurethane dan memberikan tek
anan pada permukaan luka. Balut
an ini dapat di lewati udara dan a
ir, kandungan hydrophilinya dapa
t menyerap eksudat sampai pada
lapisan atas balutan.
c.Hidrogel merupakan metode pe
rawatan yang mengandung air da
lam gel yang tersusun dari strukt
ur polymer yang berisi air dan ber
guna untuk me
urunkan suhu hingga 5ºC.
3. -Rana H Harsari Hubungan Status Tujuan penelitia Penelitian meng .Jumlah sampel yang meme Terdapat hubunga
- Widati Fatma Nin gizi dan Kadar Glu n ini adalah un gunakan desain c nuhi kriteria adalah 65 pasi n antara status gizi
grum kosa Darah Pada tuk mengetahu ross sectional de en. Sebanyak 72,9% pasien dan kadar glukosa
- Jongky H Prayitn memiliki status gizi lebih de darah pada pasien
Pasien Diabetes M i hubungan sta ngan subjek pasi
o ngan rerata IMT 26,06±4,62 DMT2. Pengendalia
ilitus Tipe 2 tus gizi dan ka en DMT2 rawat ja 5 kg/m2 dan 61,52% memili n glukosa darah pa
dar glukosa dar lan di Poli Endokr ki kadar glukosa darah buru sien DMT2 tidak bo
ah pasien DMT in RSUD dr Soeto k dengan rerata GDP 142,1 leh hanya terpaku
2. mo Surabaya pad 7±44,012 mg/dL. Hasil uji P pada status gizi, na
a bulan Januari-F earson menunjukkan hubun mun pola diet, aktiv
ebruari 2017. Vari gan antara status gizi dan itas fisik, dan terapi
GDP pasien DMT2 dengan farmakologis juga h
abel yang diteliti
nilai p 0,04 dan nilai koefisi arus diperhatikan
adalah status gizi en korelasi 0,256. Hasil pen
(nilai indeks mass elitian ini menunjukkan terd
a tubuh/IMT) dan apat hubungan antara statu
glukosa darah pu s gizi dengan kadar GDP. H
asa (GDP) asil penelitian ini sesuai den
gan penelitian Shu, et al6 y
ang menunjukkan bahwa p
enurunan berat badan mem
perlihatkan kontrol glukosa
darah yang baik pada pasie
n DMT2.
4. Norma Risnasari Hubungan Tingkat Tujuan penelitian Penelitian ini meng Hasil uji statistik didapatka Oleh karena itu perlu
Kepatuhan Diet Pasi ini yaitu untuk m n mayoritas responden tida adanya peningkatan
gunakan rancangan
en Diabetes Mellitu encari hubungan k patuh terhadap diet seba penyuluhan oelh ten
s dengan Munculny ketidakpatuhan di cross sectional den nyak 32 responden (56,14% aga kesehatan tenta
a Komplikasi di Pus set pasien Diabet gan jumlah sampel ) dan mayoritas responden ng pentingnya mema
kesmas Pesantren II es Melitus denga yaitu 33 orang (57,89%) me tuhi diet pada pasien
57 responden, tekni
Kota Kediri n munculnya kom ngalami komplikasi. disbetes melitus den
plikasi k sampling yang di Dari hasil tabulasi silang de gan benar sehingga t
gunakan purposive ngan uji chi kuadrat didapa idak muncul komplik
sampling, instrumen tkan T hitung < T tabel seh asi
ingga dapat disimpulkan H
t yang dipakai dala 0 ditolak yang artinya ada
m penelitian ini ada hubungan tingkat kepatuha
lah kuesioner dan o n diet pasien diabetes meli
tus dengan munculnya ko
bservasi studi doku
mplikasi. Kemudian dilanjut
mentasi kan nilai keeratan hubunga
n yaitu dengan perhitunga
n koefisiensi kontingensi di
dapatkan hasil 0,011 yang
artinya sangat rendah yaitu
semakin tidak patuh semak
in tinggi komplikasi.
5. -Nelly M Kejadian Ulku Tujuan peneliti Penelitian Dari hasil penelitian didapat Berdasarkan kriteria UT kejadian ul
arissa s Berulang P an ini adalah u mengguna kan bahwa kejadian ulkus b kus yang paling sering adalah luka
-Nur Ra ada Pasien D ntuk mengetah kan metod erulang sebesar 28 orang (4 yang sudah mencapai tulang atau
madhan iabetes Melit ui insiden ulku e potong li 9,1)% dari 57 responden, kej sendi dengan kondisi yang iskemi
us s berulang, ga ntang, den adian ulkus berulang pada s k dan infeksi. Tindakan pencegaha
mbaran pende gan meliba ebagian besar responden m n ulkus berulang diperlukan, baik
rita ulkus berul tkan 57 or encapai 2 kali, paling sering dengan perawatan kaki dan peng
ang serta penil ang (40 or di ekstermitas bawah dan su ontrolan glikemik secara rutin
aian derajat ke ang dari R dah menderita DM lebih 10
parahan ulkus, SUDZA da tahun. Waktu yang diperluk
sehingga dapa n 17 orang an untuk sembuh terbanyak
t dilakukan tin dari RSU mulai berkisar dari harian sa
dakan pencega Meuraxa) r mpai satu tahun, dan sebagi
han ulkus beru esponden. an kecil pernah mengalami
lang amputasi. Kebanyakan dari
penderita ulkus berulang ter
sebut tidak mengikuti sena
m diabetes dan bukan pero
kok aktif
Daftar Pustaka
Banjarnahor Eka, Wangko sunny. 2012. Sel Beta Pankreas Sintesis dan Sekresi Insulin. Diaks
es 6 maret 2019

Handayani, L. T. (2016). STUDI META ANALISIS PERAWATAN LUKA KAKI DIABETES DENGAN
MODERN DRESSING. The Indonesian Journal Of Health Science, Vol.6 No.2, 149-159.
Kowalak, Welsh, & Mayor. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC

Kurniawaty E., & Lestari E., (2016). Uji efektifitas daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
sebagai pengobatan daiabetes melitus. Medical Journal of Lampung University. Vo.5, No.2 .
32-35.

Nanda International. (2015). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 205-2017 10th. J
akarta: EGC
NANDA. (2018-2020). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2018-2020. Definisi dan Klasi
fikasi
Bulechek, G. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC).6th Edition. Missouri:Elseiver M
osby

Moorhead, S. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC): Measurement of Health Outco


mes.5th Edition. Missouri: Elsevier Saunder

Wikinson, Judith M. 2011. Buku saku diagnosis keperawatan. Jakarta : EGC


Thank you

Вам также может понравиться