Вы находитесь на странице: 1из 61

PERILAKU ORGANISASI

POWER & POLITICK


DEDI HADIAN 2012
POWER & POLITICK
 Studi tentang Kekuasaan dan Politik dalam organisasi
hanya sedikit. Beberapa studi justru menghasilkan
kesimpulan yang berbeda-beda. Kekuasaan dan
Politik adalah sesuatu yang ada dan dialami dalam
kehidupan setiap organisasi tetapi agak sulit untuk
mengukurnya akan tetapi penting untuk dipelajari
dalam perilaku keorganisasian, karena
keberadaannya dapat mempengaruhi perilaku
orang-orang yang ada dalam organisasi.

 .

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2011


 Pada saat setiap individu mengadakan
interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu
sama lain, maka yang muncul dalam interaksi
tersebut adalah pertukaran kekuasaan.
Kekuasaan adalah kualitas yang melekat
dalam satu interaksi antara dua atau lebih
individu.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008


 Politik tidak hanya terjadi pada sistem
pemerintahan, namun politik juga terjadi pada
organisasi formal, badan usaha, organisasi
keagamaan, kelompok, bahkan pada unit
keluarga. Politik adalah suatu jaringan
interaksi antarmanusia dengan kekuasaan
diperoleh, ditransfer, dan digunakan.

 .
dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008
 Politik dijalankan untuk menyeimbangkan
kepentingan individu karyawan dan
kepentingan manajer, serta kepentingan
organisasi. Ketika keseimbangan tersebut
tercapai, kepentingan individu akan
mendorong pencapaian kepentingan
organisasi.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008


 Adapun asumsi dasar organisasi yaitu: (1)
organisasi adalah koalisi yang terdiri
dari berbagai individu dan kelompok
dengan berbagai kepentingan, (2) dalam
organisasi selalu ada potensi perbedaan
menyangkut kepribadian, keyakinan,
kepentingan, sikap, persepsi, dan minat
dari para anggotanya,
dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2011
 (3) kekuasaan memainkan peranan penting
dalam memperebutkan sumberdaya, (4) tujuan
organisasi, pengambilan keputusan dan proses
manajemen lainnya, (5) karena keterbatasan
sumber daya dan setiap aktor berebut
kepentingan, maka konflik adalah wajar
(natural) dalam kehidupan organisasi.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008


 Kekuasaan dan politik dalam organisasi.
Power (kekuasaan) dan politik dalam
perbincangan seputar organisasi dan
manajemen adalah perkembangan paling
mutakhir dari studi organisasi dan manajemen.
Tokoh-tokoh seperti James Marsh dan Jeffrey
Pfeiffer bertanggung jawab dalam
mempopulerkan studi kekuasaan dan politik di
dalam organisasi.
dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2011
Kekuasaan dalam Organisasi

Gilbert W. Fairholm mendefinisikan kekuasaan


sebagai“kemampuan individu untuk penolakan mereka.”
Fairholm lalu merinci sejumlah gagasan penting dalam
penggunaan kekuasaan secara sistematik. Kapasitas
personal-lah yang membuat pengguna kekuasaan bisa
melakukan persaingan dengan orang lain

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2011


 . Karakter kekuasaan, menurut Fairholm ada
Kekuasaan adalah gagasan politik yang
memperoleh tujuannya saat berhubungan
dengan orang lain, bahkan ketika dihadapkan
pada berkisar pada sejumlah karakteristik.
Karakretistik tersebut mengelaborasi
kekuasaan selaku alat yang digunakan
seseorang, yaitu pemimpin (juga pengikut)
gunakan dalam hubungan interpersonalnyalah
: dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008
1. Kekuasaan bersifat sengaja, karena meliputi
kehendak, bukan sekadar tindakan acak.
2. Kekuasaan adalah alat (instrumen), ia adalah alat guna
mencapai tujuan.
3. Kekuasaan bersifat terbatas, ia bisa terukur dan
diperbandingkan di aneka situasi atau dideteksi
kemunculannya.
4. Kekuasaan melibatkan kebergantungan, terdapat
kebebasan atau faktor kebergantungan-
ketidakbergantungan yang melekat pada penggunaan
kekuasaan.
dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2011
5 Kekasaan adalah gagasan bertindak, ia bersifat samar
.
dan tidak selalu dimiliki.
6. Kekuasuaan ditentukan dalam istilah hasil, hasil
menentukan kekuasaan yang kita miliki.
7
. Kekuasaan bersifat situasional, taktik kekuasaan
tertentu efektif di suatu hubungan tertentu, bukan
seluruh hubungan.
8. Kekuasaan didasarkan pada oposisi atau perbedaan,
partai harus berbeda sebelum mereka bisa
menggunakan kekuasaan -nya.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008


Gareth Morgan dalam karya penelitiannya
Images of Organization, mendefinisikan
kekuasaan sebagai “ medium lewat mana
konflik kepentingan diselesaikan .Kekuasaan
mempengaruhi siapa dapat apa, kapan dan
bagaimana ... kekuasaan melibatkan
kemampuan mempengaruhi orang lain untuk
melakukan sesuatu yang kita kehendaki.”

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008



Stephen P. Robbins mendefinisikan kekuasaan sebagai “...
kapasitas bahwa A harus mempengaruhi perilaku B sehingga
B bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh A.
Definisi Robbins menyebut suatu “potensi” sehingga kekuasaan
bisa jadi ada tetapi tidak dipergunakan. Sebab itu,
kekuasaan disebut sebagai “kapasitas” atau “potensi”.
Seseorang bisa saja punya kekuasaan tetapi tidak
menerapkannya. Kekuasaan punya fungsi bergantung.
Semakin besar ketergantungan B atas A, semakin besar
kekuasaan A dalam hubungan mereka. Ketergantungan, pada
gilirannya, didasarkan pada alternatif yang ada pada B dan
pentingnya alternatif tersebut bagi B dalam memandang
kendali A.
dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2011
 John A. Wagner and John R. Hollenbeck justru
menawarkan definisi kekuasaan dari para politisi
semisal Winston Churchill dan Bill Clinton, yaitu “ ...
kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang
lain dan membujuknya untuk melakukan hal-hal
yang tidak bisa mereka tolak. Sebab itu, Wagner
and Hollenbeck mendefinisikan kekuasaan sebagai
“ ... kemampuan baik untuk mempengaruhi perilaku
orang lain dan untuk melawan pengaruh yang tidak
diinginkan.”
dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2011
 Studi David McClelland menyebut bahwa
kekuasaan adalah satu jenis kebutuhan (nPow)
yang dipelajari selama periode masa kecil dan
dewasa seseorang. Kebutuhan akan kekuasaan
ini punya dampak berbeda pada cara orang
berpikir dan berperilaku. Umumnya, orang yang
tinggi “nPow-nya” bersifat kompetitif, agresif,
sadar prestise, cenderung bertindak, dan
bangga tatkala bergabung ke dalam kelompok.
dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008

Dalam konteks perilaku organisasi, John R.
Schemerhorn. mendefinisikan kekuasaan sebagai “ ...
kemampuan yang mampu membuat orang melakukan
apa yang kita ingin atau kemampuan untuk membuat
hal menjadi nyata dalam cara yang kita inginkan.”
Kekuasaan biasanya dikaitkan dengan konsep
kepemimpinan, di mana kepemimpinan merupakan
mekanisme kunci dari kekuasaan guna memungkinkan
suatu hal terjadi.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008



Esensi kekuasaan adalah kendali atas perilaku orang
lain. Kekuasaan adalah kekuatan yang kita gunakan
agar sesuatu hal terjadi dengan cara disengaja, di
mana influence (pengaruh) adalah apa yang kita
gunakan saat kita menggunakan kekuasaan. Seorang
manajer membiakkan kekuasaan baik dari sumber
organisasi dan disebut sebagai “power position” dan
“personal power” yang berasal dari individu.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008



Richard L. Daft menyatakan kekuasaan
sebagai kekuatan di dalam organisasi yang
sulit dicerap. Ia tidak bisa dilihat, tetapi
efeknya dapat dirasakan. Daft kemudian juga
menyatakan kekuasaan sebagai kemampuan
potensial seseorang (atau departemen) untuk
mempengaruhi orang (atau departemen) lain
untuk menjalankan perintah atau melakukan
sesuatu yang tidak bisa mereka tolak.
dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008

Jeffrey Pfeiffer, salah satu perintis kajian kekuasaan dan
politik dalam organisasi mendefinisikan kekuasaan sebagai “
... the potential ability to influence behavior, to change the course
of events, to overcome resistance, and to get people to do things
that they would not otherwise do.” [... kemampuan potensial
untuk mempengaruhi perilaku, mengubah arah peristiwa,
mengatasi perlawanan, dan membuat orang melakukan
sesuatu yang tadinya tidak hendak mereka lakukan].
Sementara itu, politik dan pengaruh (influence) adalah proses,
tindakan, perilaku di mana kekuasaan yang potensial ini
memiliki media untuk digunakan, direalisasikan.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008



Richard L. Daft menyatakan kekuasaan sebagai kekuatan di dalam
organisasi yang sulit dicerap. Ia tidak bisa dilihat, tetapi efeknya dapat
dirasakan. Daft kemudian juga menyatakan kekuasaan sebagai
kemampuan potensial seseorang (atau departemen) untuk mempengaruhi
orang (atau departemen) lain untuk menjalankan perintah atau melakukan
sesuatu yang tidak bisa mereka tolak.
 Daft menyebut definisi lain dari kekuasaan menekankan bahwa kekuasaan
adalah kemampuan meraih tujuan atau hasil sebagaimana dikehendaki
pemegang kekuasaan. Pencapaian hasil yang dikehendaki adalah dasar
dari definisi kekuasaan. Akhirnya, definisi kekuasaan dari Daft adalah “ ...
the ability of one person or department in an organization to influence other
people to bring about desired outcomes.” Kekuasaan berpotensi untuk
mempengaruhi orang lain dalam organisasi dengan sasaran memperoleh
hasil yang dikehendaki para pemegang kekuasaan.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008



Definisi-definisi kekuasaan, kendati definisi itu sendiri
tidak ada yang mencukupi menurut Marsh,
mengindikasikan pentingnya posisi kekuasaan dalam
suatu organisasi. Tanpa kekuasaan, individu akan
anarkis, pemimpin tidak “bergigi”, sanksi tidak
dipatuhi, sebab itu kekuasaan kerap dilawankan
dengan “chaos” (kekacauan). Ketiadaan kekuasaan
dalam organisasi membuat organisasi kehilangan
konsep pengendalian dan berujung pada
ketidaktercapaian tujuan organisasi, kalau bukan
chaos organisasi.
dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008
Sumber dan Jenis Kekuasaan
Sumber-sumber kekuasaan dalam organisas pendapat Gareth Morgan berasal dari :
1. Otoritas formal;
2. Kendali atas sumber daya yang langka;
3. Penggunaan struktur, aturan, dan kebijakan organisasi;
4. Kendali atas proses pembuatan keputusan;
5. Kendali atas pengetahuan dan informasi’
6. Kendali atas batasan (boundary) organisasi;
7. Kendali atas teknologi
8. Aliansi interpersonal, jaringan, dan kendali atas “organisasi informal”;
9. Simbolisme dan manajemen makna (filosofi organisasi);
10. Gender dan manajemen hubungan berbasis gender;
11. Faktor-faktor struktural yang menentukan tahap-tahap tindakan;
12. Kekuasaan yang telah seorang miliki.
dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008

Sumber klasik jenis kekuasaan kiranya seperti diujar oleh French and Raven
membuat taksonomi jenis kekuasaan menjadi 5 jenis, yaitu :

 Revisi atas taksonomi French and Raven dilakukan oleh Ronald J. Stupak
and Peter M. dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008
Leitner dalam Handbook of Public Quality Management tahun
2001, di mana mereka menerima 5 jenis kekuasaan French and
Raven tetapi menambahkannya menjadi :

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008



Taksonomi French and Raven juga diadopsi oleh Stephen P.
Robbins. Bagi Robbins, sumber kekuasaan dibagi atas 2 lokasi,
yaitu : (1) Kekuasaan Formal dan (2) Kekuasaan Personal.
Kekuasaan Formal didasarkan posisi individu dalam
organisasi. Kekuasaan formal juga bisa datang dari
kemampuan melakukan tindak koersif, reward, juga otoritas.
Kekuasaan personal datang dari individu sendiri. Mereka
tidak harus punya posisi formal untuk berkuasa. Orang-orang
yang kompeten bekerja kendati bukan manajer atau
pimpinan, bisa berkuasa. Kekuasaan ini datang dari
karakteristik unik mereka.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008


Taksonomi jenis dan sumber kekuasaan
Robbins adalah sebagai berikut :

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008


Dalam kritiknya terhadap taksonomi French and Raven, Douglas
Fairholm mengklasifikasi 10 jenis kekuasaan yang banyak
diaplikasikan hingga saat ini, yang menurutnya adalah :

1. Reward Power
Reward Power adalah kekuasaan yang didasarkan kemampuan seseorang
menyediakan keuntungan bagi sasaran atau orang lain. Kekuasaan mengalir dari
individu yang bisa menyediakan reward yang dibutuhkan oleh orang lain.
Kemampuan ini memungkinkan pemilik kekuasaan mengendalikan perilaku orang
lain dan mencapai hasil yang diharapkan sejauh adanya kebutuhan orang lain
akan reward tersebut.
Penggunaan kekuasaan reward biasanya dilakukan oleh orang di tingkatan
tertinggi hirarki organisasi. Mereka biasanya punya akses pada material, informasi
atau upah psikologis (senyum, perhatian). Manajemen tingkat menengah dan para
supervisor juga biasanya memiliki kekuasaan jenis ini. Sebaliknya, pekerja juga
dapat menerapkan kekuasaan reward ini kepada atasannya, dengan cara
menerapkan energi dan skill yang mereka miliki guna menyelesaikan pekerjaan
yang diharapkan seorang manajer. Karena manajer bergantung pada kinerja
pekerja, maka pekerja dapat “menyetir” perilaku manajer agar sesuai keinginan
mereka.
dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008
2. .Coercive Power
Coercive Power adalah kekuasaan yang didasarkan atas kemampuan seseorang
menyediakan dampak hukuman pada sasaran akibat ketidakpatuhannya. Kekuasaan ini
terletak pada kemampuan seseroang untuk memerintahkan kepatuhan lewat cara fisik.
Seperti reward, kekuasaan jenis ini memungkinkan pemimpin mempengaruhi perilaku orang
lain akibat kemampuannya menerapkan hasil yang tidak diinginkan. Ketidakpatuhan atas
orang dengan kekuasaan koersif menghasilkan penerapan hukuman dalam bentuk menahan
reward yang diinginkan. Ini merupakan situasi kekuasaan koersif, kekuasaan yang mengikuti
model militer.
3. Expert Power
Expert Power adalah kekuasaan yang didasarkan kemampuan dan pengetahuan khusus yang
dimiliki seseorang di mana sasaran atau orang lain kerap menggunakan atau bergantung
kepadanya. Orang selalu menanggapi kompetensi, dan sebab itu Expertise Power merupakan
sumber kekuasaan yang utama. Kekuasaan mengalir dari orang yang punya skill,
pengetahuan, dan kemampuan yang dibutuhkan dan dihargai oleh orang lain. Jika orang
“merengek” agar kita mau menggunakan skill yang kita miliki, kita punya kuasa.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008


4. legitimate Power
Legitimate Power adalah kekuasaan yang didasarkan atas perasaan orang lain bahwa
pelaku kekuasaan punya otoritas dan hak untuk mempengaruhi tindakan mereka, di mana
perasaan ini merupakan hasil dari penerimaan dari organisasi formal atau warisan historis.
Kekuasaan hadir pada mereka yang ditunjuk oleh organisasi untuk memberi perintah.
Delegasi otoritas melegitimasikan hak seseorang memaksakan kepatuhan pada mereka yang
menyatakan wajib taat pada sumber kekuasaan (organisasi). Persepsi legitimasi di benak
sasaran kekuasaan bersifat kritis. Kecuali sasaran melihat pemimpin punya hak yang
legitimate untuk memerintah, mereka akan patuh.
5. Identification Power with Other
Hubungan seseorang dengan orang lain yang punya kuasa berimbas pada orang tersebut.
Sebab itu, kekuasaan diturunkan lewat rujukan atas “penguasa lain.” Jenis kekuasaan ini bisa
datang lewat hubungan personal seperti sekretaris atau asisten administrasi yang kerap kerja
bareng eksekutif. Jika orang yang mendekatkan diri dengan kekuasaan tersebut juga meniru
gagasan, norma, metode, dan tujuan dari orang berkuasa, kekuasaan orang tersebut akan
bertambah.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008


6. Critical Power
Pada tingkat lain, kita berkuasa hingga derajat mana kontribusi kita bersifat kritis atas
individu lain atau organisasi. Bilamana orang lain berhasrat pada energi, sumberdaya, dan
keahlian kita, hingga derajat tersebut pula kita punya kekuasaan atas mereka. Kita
menerapkan kekuasaan sejauh orang terhubung dengan sumber daya yang kita kuasai. Kita
mencurahkan energi dalam perilaku kekuasaan hingga derajat mana kepentingan kita dan
hingga derajat mana kita merasa hasilnya secara kritis penting atau menarik. Dalam
hubungan interpersonal, persepsi atas fakta lebih menarik ketimbang fakta itu sendiri.
7. Social Organization Power
Sumber kekuasaan lainnya adalah organisasi sosial. Kekuasaan juga diturunkan dari
hubungan terstruktur di mana orang mengkombinasikan kekuatan individual mereka guna
memenuhi tujuan kelompok. James MacGregor Burns menyatakan hal sama dengan cara lain,
“kekuasaan seorang pemimpin mengalir dari kekuasaan pengikut.” Pencapaian tujuan datang
sebagaimana individu memobilisasi dan mentransformasi pengikut, yang, pada gilirannya,
mentransformasikan pemimpin.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008


8. Power Using Power
Kekuasaan juga bisa bersumber tatkala seseorang menggunakan kekuasaan-nya.
Kekeliruan menerapkan kekuasaan dapat berakibat hilangnya kekuasaan.
SEbaliknya, penggunaan kekuasaan cenderung meningkatkan kekuasaan itu sendiri.
Persepsi dari orang lain seputar kekeliruan kita bisa menghasilkan berkurangnya
dukungan. Kekeliruan bertindak atau bertindak sembrono bisa mengikis kekuasaan
dan dukungan dari orang lain yang kita butuhkan agar kekuasaan kita langgeng.
Kekuasaan, pada dirinya sendiri, adalah sumber bagi kekuasaan lainnya
9. Charismatic Power
Karisma yang digambarkan Max Weber dan Referent Power diidentifikasi
menyediakan dasar teoretis bagi dasar kekuasaan. Orang yang punya kharisma
punya personalitas menyenangkan, menarik, dan menarik orang agar mematuhi si
pemilik kharisma tersebut. Orang yang punya kharisma biasanya ada di lingkar
tengah klik-klik berpengaruh dan punya akses pada orang-orang berpengaruh di
dalam komunitas.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008
10 . Centrality Power

Penempatan strategis individu ke dalam organisasi juga merupakan sumber


kekuasaan. Lokasi fisik di jantung kegiatan atau interaksi dengan orang-orang
berkuasa menambah perkembangan dan penggunaan efektif dari kekuasaan kita.
Sentralitas signifikan dalam konteks kekuasaan baik secara fisik ataupun sosial

Penulis lain seperti seperti Yukl and Falbe membuat taksonomi jenis
kekuasaan menjadi 7 jenis kekuasaan yang dibagi ke dalam 2 variabel
yaitu variabel Power Position dan Power Personal. Position Power termasuk
pengaruh potensial yang diturunkan dari otoritas legitimasi, kendali atas
sumber daya dan reward, kendali atas penghukuman, kendali atas
informasi, dan kendali atas lingkungan kerja fisik. Personal Power termasuk
pengaruh potensial yang diturunkan dari kepakaran kerja dan potensi
pengaruh berdasar persahabatan dan loyalitas.
dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008
Secara lengkapnya, taksonomi Yukl dan
Fabl sebagai berikut

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008


Legitimate power berasal dari otoritas formal yang menaungi kegiatan
pekerjaan formal. Reward Power adalah persepsi dari orang yang jadi
sasaran bahwa seorang agen mengendalikan sumber daya penting seputar
reward yang dikehendaki. Coercive Power didasarkan pada otoritas
menghukum (memberi sanksi), yang saling berbeda antar organisasi.
Referent Power diturunkan dari kehendak orang lain guna menyenangkan
seorang agen dalam mana agen tersebut punya feeling kuat atas
perasaan, kekaguman, dan kesetiaan. Expert Power adalah kekuasaan
yang terbangun dari skill dan pengetahuan seseorang di dalam organisasi.
Informational Power adalah kekuasaan yang muncul akibat pengendalian
informasi oleh seseorang. Ecological Power adalah kekuasaan yang lahir
akibat kendali atas lingkungan, teknologi, dan organisasi kerja secara fisik
yang memberi kesempatan pada seseorang memberi pengaruh tidak
langsung atas orang lain.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008


Taksonomi Yukl and Fabl mirip dengan yang dibuat
Wagner and Hollenbeck berdasarkan karya French
and Raven, kecuali untuk Information Power dan
Ecological Power.
Kendati banyak dikritik, taksonomi yang ditawarkan
French and Raven banyak diikuti sejumlah peneliti.
Bahkan ada yang melakukan penajaman atas
taksonomi tersebut misalnya Hinken and Schriesheim
tahun 1989, yaitu melakukan redefinisi agar mudah
dalam pengukurannya sebagai berikut :
dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008
dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008
Berdasarkan karya French and Raven, dapat dibuat suatu alat
ukur guna mengukur jenis kekuasaan yang ada pada seseorang
atau pimpinan atau manajer. Alat ukur tersebut sebagai berikut :
Politik dalam Organisasi
Hingga saat ini, kita telah menjelajahi konsep kekuasaan (power) dalam
organisasi. Tibalah kini saatnya kita mengeksplorasi aspek politik di dalam
organisasi. Politik dalam organisasi adalah sesuatu yang sulit dihindarkan
tatkala organisasi terdiri atas 2 orang atau lebih. Terdapat banyak
kepentingan di dalam organisasi, langkanya sumber daya, dan tarik-menarik
gagasan. Seluruhnya membuat politik dalam organisasi menjadi konsekuensi
logis aktivitas di dalam organisasi.
Bagi Robert Morgan, organisasi serupa dengan sistem politik. Politik di
dalam organisasi (organizational politics) dengan memfokuskan perhatian
pada tiga konsep yaitu interest (kepentingan), konflik, dan kekuasaan
(power). Interest (kepentingan) adalah kecenderungan meraih sasaran, nilai,
kehendak, harapan, dan kecenderungan lainnya yang membuat orang
bertindak dengan satu cara ketimbang lainnya.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008


)
Politik keorganisasian muncul tatkala orang berpikir secara
berbeda dan bertindak berbeda. Perbedaan ini menciptakan
ketegangan (tension) yang harus diselesaikan lewat cara-cara
politik. Cara-cara politik tersebut adalah:

Autocratically (secara otokratik) --> “kita lakukan dengan
cara ini.”

Bureaucratically (secara birokratis) --> “kita disarankan
melakukan cara ini.”

Technocratically (secara teknokratis) --> “yang terbaik dengan
cara ini.”

Democratically (secara demokratis) --> “bagaimana kita
melakukannya.”
dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008
Definisi Politik dan Politik Keorganisasian

Politik tidak sama dengan kekuasaan juga pengaruh


(influence). Ketiganya adalah konsep berbeda dan berdiri
sendiri. Power atau kekuasaan mengekspresikan kapasitas
individu untuk secara sengaja menimbulkan dampak pada
orang lain. Pengaruh (influence) adalah kemampuan membuat
orang menuruti kehendak pemberi pengaruh. Politik
mendasarkan diri pada kekuasaan (kekuasaan), dan
kekuasaan ini tidak terdistribusi secara merata di dalam
organisasi. Sebab itu, siapa pun yang menggenggam
kekuasaan di dalam organisasi akan menggunakannya guna
mempengaruhi (to influence) orang lain. Dengan kata lain,
kekuasaan adalah sumber daya sosial yang ditujukan demi
melancarkan pengaruh, yaitu proses sosial, dan keduanya
merupakan sokoguru politik.
Politik dapat didefinisikan sebagai kegiatan dimana
individu atau kelompok terlibat sedemikian rupa
guna memperoleh dan menggunakan kekuasaan
untuk mencapai kepentingannya sendiri. Kendati
politik punya kans merusak, politik sesungguhnya
tidaklah buruk. Faktanya, manajer dan pekerja kerap
menolak bahwa politik mempengaruhi kegiatan
organisasi. Riset mengindikasikan bahwa “politicking”
muncul dan ia punya dampak terukur dalam perilaku
organisasi
dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008
Definisi lain politik diajukan oleh Richard L. Daft,
yang menurutnya adalah “... penggunaan kekuasaan
guna mempengaruhi keputusan dalam rangka
memperoleh hasil yang diharapkan. Penggunaan
kekuasaan dan pengaruh membawa pada 2 cara
mendefinisikan politik.
Pertama, selaku perilaku melayani diri sendiri.
Kedua, sebagai proses pembuatan keputusan
organisasi yang sifatnya alamiah. Saat politik disebut
sebagai “melayani diri sendiri” dan melibatkan
kegiatan yang tidak bersanksi oleh organisasi.
 Dalam definisi pertama ini, politik melibatkan kecurangan dan
ketidakjujuran yang ditujukan demi kepentingan diri sendiri
dan memicu konflik dan ketidakharmonisan di dalam
lingkungan kerja. Pandangan suram atas politik ini umum
dianut masyarakat awam. Riset yang diadakan menyuguhkan
fakta bahwa pekerja yang menganggap kegiatan politik
dalam jenis ini di perusahaan kerap dihubungkan dengan
perasaan gelisah dan ketidakpuasan kerja. Riset juga
mendukung keyakinan tidak proporsionalnya penggunaan
politik berhubungan dengan rendahnya moral pekerja, kinerja
organisasi yang rendah, dan pembuatan keputusan yang
buruk. Politik dalam cara pandang ini menjelaskan kenapa
manajer tidak menyetujui perilaku politik.
 Kedua, politik dilihat sebagai proses organisasi
yang alamiah demi menyelesaikan perbedaan di
antara kelompok kepentingan di dalam organisasi.
Politik adalah proses tawar-menawar dan negosiasi
yang digunakan untuk mengatasi konflik dan
perbedaan pendapat. Dalam cara pandang ini,
politik sama dengan pembangunan koalisi dalam
proses-proses pembuatan keputusan. Politik bersifat
netral dan tidak perlu membahayakan organisasi.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008


Richard L. Daft mendefinisikan politik keorganisasian sebagai “ ...
melibatkan kegiatan memperoleh, mengembangkan dan menggunakan
kekuasaan (power) dan sumber daya lainnya guna mempengaruhi pihak
lain serta menambah hasil yang diharapkan tatkala terdapat
ketidakmenentuan ataupun ketidaksetujuan seputar pilihan-pilihan yang
tersedia.” Dengan definisi ini, perilaku politik dapat menjadi kekuatan
positif ataupun negatif. Politik adalah penggunaan power (kekuasaan)
agar sesuatu tercapai. Ketidakmenentuan dan konflik adalah alamiah dan
tidak terelakkan. Politik adalah mekanisme guna mencapai persetujuan.
Politik melibatkan diskusi-diskusi informal yang memungkinkan orang
mencapai kesepakatan dan membuat keputusan yang mungkin bisa
menyelesaikan masalah ataupun tidak.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008


Fairholm, setelah menelusuri sejumlah definisi politik keorganisasian,
mengambil sejumlah benang merah definisi politik keorganisasian, yang
meliputi :

Tindakan yang diambil oleh individu melalui organisasi;

Setiap pengaruh yang dilakukan seorang aktor terhadap lainnya;

Upaya satu pihak guna mempromosikan kepentingan-diri atas pihak lain
dan, lebih lanjut, mengancam kepentingan-diri orang lainnya;

Tindakan-tindakan yang biasanya tidak diberi sanksi oleh organisasi
tempatnya terjadi, atau hasil yang dicari tidak diberikan sanksi;

Politik keorganisasian melibatkan sejumlah proses pertukaran dengan hasil
yang zero-sum (menang-kalah);

Politik keorganisasian adalah proses yang melibatkan perumusan sasaran
politik, strategi pembuatan keputusan, dan taktik;

Politik keorganisasian adalah esensi dari kepemimpinan.
Akhirnya, Douglas Fairholm mendefinisikan politik
keorganisasian sebagai “ ... meliputi tindakan-tindakan yang
diambil guna memperoleh dan menggunakan power
(kekuasaan) guna mengendalikan sumber daya organisasi
guna mencapai hasil yang diharapkan oleh satu pihak
ketimbang lainnya.”

Jeffrey Pfeffer, perintis riset politik dalam organisasi,


mendefinisikan politik keorganisasian sebagai “ ... penerapan
atau penggunaan power (kekuasaan), dengan mana
kekuasaan sendiri didefinisikan sebagai kekuatan potensial.”

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008


 Dalam mengakui keberadaan politik keorganisasian, suatu
survey pernah diadakan Gandz and Murray tahun 1980
terhadap 480 orang manajer seputar politik dalam organisasi
di Amerika Serikat. Survey tersebut menggambarkan
ambivalensi pendapat para manajer soal politik sebab
berkembang pameo yang menyatakan “Power is America’s last
dirty word. It is easier to talk about money – and much easier to
talk about sex – than it is talk about power.” Hasil survey
bertajuk “Perasaan Manajer tentang Politik di Tempat Kerja”
sebagai berikut :

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2011


dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008
Munculnya Politik dalam Organisasi
Richard L. Daft mengidentifikasi 3 wilayah dimana politik keorganisasian
terangsang untuk muncul. Wilayah-wilayah tersebut adalah : (1) Perubahan
Struktural; (2) Suksesi Manajemen; dan (3) Alokasi Sumber Daya.
Perubahan Struktural. Perubahan struktural, misalnya reorganisasi struktural
langsung menohok ke dalam “jantung” hubungan otoritas dan kekuasaan.
Reorganisasi seperti perubahan tugas dan wewenang, juga berdampak
pada dasar kekuasaan dari ketidakmenentuan strategis. Untuk alasan ini,
reorganisasi membawa ke arah ledakan kegiatan politik. Manajer mungkin
secara aktif menawar dan menegosiasi guna memelihara wewenang dan
kekuasaan yang mereka miliki. Merger dan akuisisi juga kerap membawa
kegiatan politik yang meledak-ledak.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2011



Suksesi Manajemen. Perubahan keorganisasian seperti rekrutmen eksekutif baru,
promosi, dan transfer pegawai punya signifikansi politik yang besar, khususnya
pada level organisasi puncak dimana ketidakmenentuan demikian tinggi dan
jaringan kepercayaan, kerjasama, dan komunikasi di antara eksekutif adalah
penting. Keputusan rekrutmen dapat melahirkan ketidakmenentuan, diskusi, dan
ketidaksetujuan. Manajer dapat menggunakan perekrutan dan promosi guna
memperkuat jaringan aliansi dan koalisi dengan menempatkan orang-orangnya
sendiri dalam posisi kunci.

Alokasi Sumberdaya. Alokasi sumber daya adalah arena politik ketiga. Alokasi
sumberdaya memotong seluruh sumberdaya yang dibutuhkan bagi kinerja
organisasi, termasuk gaji, anggaran, pekerja, fasilitas kantor, perlengkapan,
penggunaan transportasi kantor, dan sebagainya dan sebagainya. Sumber daya
adalah vital bahwa ketidaksetujuan prioritas mungkin mengemuka, dan proses-
proses politik membantu menyelesaikan dilema ini.



Wagner II and Hollenbeck mengidentifikasi sejumlah
faktor yang mendorong kegiatan politik di dalam
organisasi. Faktor-faktor tersebut adalah : (1)
Personalitas Individu; (2) Ketidakmenentuan; (3)
Ukuran Organisasi; (4) Level Hirarki; (5)
Heterogenitas Anggota; dan (6) Pentingnya
Keputusan.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2011


Personalitas Pribadi. Karakteristik tertentu memungkinkan orang menunjukkan
perilaku politik. Contoh, orang yang punya kebutuhan kekuasaan (nPow)
dalam istilah Charles McClelland. Orang ini terdorong hasrat politik guna
mencari pengaruh atas orang lain, dan juga memotivasinya guna
menggunakan kekuasaan untuk hasil-hasil politik. Riset lain juga
menunjukkan orang yang menunjukkan karakteristik Machiavellianisme
cenderung mengendalikan orang lain lewat tindak oportunistik dan perilaku
yang manipulatif. Mereka cenderung terbuka untuk terlibat dalam politik.
Sebagai tambahan, riset mengindikasikan bahwa kesadaran-diri orang
tidak sama dengan lainnya untuk terlibat dalam politik kantor karena
mereka takut menjadi perhatian publik dan dinilai negatif karena terlibat
dalam politik.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008


Ketidakmenentuan. Ketidakmenentuan menjadi alasan munculnya nuansa politik di
dalam organisasi, yang jenis-jenisnya sebagai berikut :

Keberatan-keberatan dalam ketersediaan sumberdaya langka atau informasi
seputar sumber daya tersebut;

Ambiguitas (makna tidak jelas) atau lebih dari satu makna dalam informasi yang
tersedia;

Sasaran, tujuan, peran pekerjaan, atau ukuran kinerja yang tidak didefinisikan
secara baik;

Aturan tidak jelas mengenai suatu hal seputar siapa yang harus buat keputusan,
bagaimana keputusan dicapai, atau bilamana pembuatan keputusan harus
dilakukan;

Perubahan dalam aneka bentuk, misalnya reorganiasi, realokasi anggaran, atau
modifikasi prosedur;

Pihak yang bergantung pada individu atau kelompok, khususnya tatkalah pihak
yang digantungi tersebut memiliki pesaing dan musuh.
dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2011

Ukuran organisasi. Politiking lebih sering muncul pada organisasi skala besar ketimbang skala
kecil. Adanya orang dalam jumlah besar cenderung menyembunyikan perilaku seseorang,
memungkinkan mereka terlibat dalam politik tanpa takut diketahui.

Level Hirarki. Politik juga kerap ditemukan dalam manajer tingkat atas, karena kekuasaan
yang dibutuhkan untuk terlibat dalam politik biasanya terkonsentrasi diantara para manajer
tingkat atas tersebut.


Heterogenitas Anggota. Anggota dalam organisasi yang heterogen biasanya saling berbagi
kepentingan dan nilai yang sedikit dan lebih lanjut mencari sesuatu yang berbeda. Dalam
kondisi ini, proses-proses politik cenderung muncul dimana anggota bersaing guna
memutuskan kepentingan siapa yang terpuaskan dan siapa yang tidak.

Pentingnya Keputusan. Pentingnya suatu keputusan merangsang politik untuk muncul ketimbang
keputusan yang “biasa”. Ini karena keputusan yang berdampak besar menarik perhatian
yang lebih besar dari para anggota organisasi.

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008


Kemunculan politik dalam organisasi juga dikaitkan dengan adanya perilaku politik
di kalangan anggota organisasi. Perilaku tersebut membuka ruang yang “besar”
bagi individu dalam organisasi melibatkan diri dalam politik keorganisasian. Eran
Vigoda-Gadot merinci 6 dimensi perilaku politik di diri individu yang mendorong
munculnya kegiatan politik, yaitu:

Otonomi Pekerjaan. Semakin independen karyawan dalam melakukan tugas,
semakin mahir kemampuannya dalam menerapkan pengaruh untuk tujuan
mempromosikan keinginannya;

Masukan Keputusan. Keterlibatan dan kerjasama dalam proses pembuatan
keputusan membuat karyawan merasa terhubung dengan organisasi, suatu
perasaan tanggung jawab agar ia berfungsi lebih jauh, dan keinginan menanam
andil (jasa) guna mempertahankan daya saing organisasi. Lebih jauh, terbuka
kesempatan yang baik memunculkan perilaku politik yang berupaya
memaksimalkan tujuan personal dan organisasi dan meraih prestasi lewat
pemberian pengaruh atas orang lain sehingga mereka akan membantunya dalam
merealisasikan tujuan individualnya sendiri dan organisasi.
dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008

mahir dalam Kepuasan Kerja. Semakin puas seorang karyawan, semakin ia percaya pada
organisasi dan seluruh prosesnya dan kurang terasing ia dari pekerjaannya. Kepuasan yang
ia rasakan di pekerjaan membawanya memelihara status quo. Jika kepuasan kurang akan
membawa individu bertindak dalam rangkan mempengaruhi lainnya guna mengubah
keputusan-keputusan di dalam organisasi.

Status dan Prestise Pekerjaan. Status dan Prestise pekerjaan berhubungan dengan opini politik.
Semakin besar keinginan mengekspresikan opini, protes, dan secara aktif mengutarakan ide-
ide yang ia sukai. Tatkala karyawan punya status dan prestise profesional yang tinggi ia juga
akan menuntut aset-aset yang butuh dukungan dan perlindungan. Ia tidak mengupayakan
perubahan besar atas lingkungannya dan menggunakan keahlian politiknya yang tinggi guna
memelihara aset-aset pribadinya.

Hubungan Kerja. Hubungan yang dekat antara satu individu dengan individu lainnya di lokasi
kerja membawa pada merembeskan pandangan satu sama lain di dalam organisasi, di mana
terjadi adaptasi persepsi, sikap dan perilaku politik mereka.

Unionisasi. Serikat akan memusar gagasan, perilaku dan kebiasaan politik dari tingkat
lingkungan kerja hingga sistem politik nasional dan vice versa (demikian sebaliknya). Orang
yang cenderung terlibat dan aktif dalam komite pekerja akan berpolitik.

 dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008


Kemunculan dimensi politik dalam organisasi model analisis dari
Stephen P. Robbins. Model analis tersebut sebagai berikut :

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2011


Sumber Rujukan :

Eran Vigoda, Developments in Organizational Politics: How Political Dynamics Affect Employee
Performance in Modern Work Sites (Glasgow: Edward Elgar Publishing Limited, 2003)

Gareth Morgan, Images of Organization (Thousand Oaks, California: Sage Publications, 2006)

Gary Yukl, Leadership in Organizations, 6th Edition (New Delhi: Dorling Kindersley, 2006)

Gilbert W. Fairholm, Organizational Power Politics: Tactics in Organizational Leadership, 2nd Edition (Santa
Barbara: Praeger, 2009)

James G. Marsh and Thierry Weil, On Leadership (Malden : Blackwell Publishing, 2005)

Jeffrey Pfeiffer, Managing with Power: Politics and Influence in Organizations (New York: Harvard Business
School Press, 1992)

John A. Wagner II and John R. Hollenbeck, Organizational Behavior: Securing Competitive Advantage
(Madison Avenue, New York: Routledge, 2010)

John R. Schemerhorn, James G. Hunt, Richard N. Osborn, Organizational Behavior, 7th Edition (Phoenix :
John Wiley & Sons, 2002)

Richard L. Daft, Organization Theory and Design, 10th Edition (Mason : Cengage Learning, 2010)

Ronald J. Stupak and Peter M. Leitner, Handbook of Public Quality Management, (Boca Raton, Florida: CRC
Press, 2001)

Stephen P. Robbins, Organisational Behaviour: Global and Southern African Perspectives, 2nd Edition
(Cape Town: Pearson Education South Africa (Pty) Ltd., 2009)

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2008


TERIMA KASIH

dedi@stiepas.ac.id | STIE Pasundan@2011

Вам также может понравиться