Вы находитесь на странице: 1из 69

PENGERTIAN

&
KLASIFIKASI
Nama : Thalia Elisabeth ( 1710711105)
Tiyas Putri.W ( 1710711144)
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
sekumpulan gejala dan infeksi
(sindrom) yang timbul karena
Pengertian rusaknya sistem kekebalan tubuh
manusia akibat infeksi virus
HIV.

Human Immunodeficiency Virus (HIV)


merupakan virus yang secara progresif
penyebab menghancurkan sel-sel darah putih,
sehingga melemahkan kekebalan
manusia dan menyebabkan AIDS
Virus HIV menyerang sel putih dan
menjadikannya tempat berkembang biaknya
Virus.Tanpa kekebalan tubuh maka ketika
tubuh kita diserang penyakit.
Tidak langsung melainkan diperlukan waktu
yang cukup lama bahkan bertahun-tahun
Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke
KLASIFIKASI dalam jaringan limfoid, terjadi penurunan sementara dari CD4+
sel T diikuti serokonversi dan pengaturan replikasi virus dengan
dihasilkannya CD8+ sel T antivirus

Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan replikasi.
virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+ secara perlahan
menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar limfe yang luas tanpa gejala
yang jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam,
kemerahan kulit, kelelahan, dan viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun.

Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh penderita secara
cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan, diare, infeksi oportunistik,
dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya dikenal sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC di
Amerika Serikat menganggap semua orang dengan infeksi HIV dan jumlah sel T CD4+
kurang dari 200 sel/µl sebagai AIDS, meskipun gambaran klinis belum terlihat.
ETIOLOGI

Tsania ramadhanty (1710711097)


Riana joulanda (1710711037)
ETIOLOGI

Penyebab dari penyakit HIV adalah virus dari retrovirus golongan


retroviridae, genus lenti virus.Terdiri dari HIV-1 dan HIV-2. Dimana
HIV-1 memiliki 10 subtipe yang diberi dari kode A sampai J. Dan
subtype yang paling ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1.
PENYEBAB HIV

 Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah
terinfeksi. Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat
dicegah.
 Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana
darah tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang
tidak steril.
 Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan
seseorang yang telah terinfeksi.
 Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa
kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.
Penularan secara perinatal

 Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang
dikandungnya.
 Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan,
karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu
dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.
 Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam
kandungan atau juga melalui ASI
 Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI
Kelompok resiko tinggi

 Lelaki homoseksual atau biseks.

 Orang yang ketagian obat intravena

 Partner seks dari penderita AIDS

 Penerima darah atau produk darah (transfusi).

 Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.


FAKTOR RESIKO C

Diah Ayu T. (1710711043)


Rizka Yusriyah (1710711143)
1. Faktor Ibu

• Jumlah virus (viral load)


Risiko penularan HIV menjadi sangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang dari
1.000 kopi/ml) dan sebaliknya jika kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml.

• Jumlah sel CD4


Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan HIV ke bayinya.
Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin besar. Pemantauan
kehamilan pada CD4 < 500sel/mm3 dianjurkan setiap 3 minggu sampai usia kehamilan
28 minggu dan setiap 2 minggu sampai usia kehamilan 36 minggu, kemudian seminggu
sekali sampai persalinan. Pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan laboratorium
darah lengkap, serta hitung CD4, dan USG bila fasilitas memungkinkan pada usia
kehamilan 16, 28, dan 36 minggu pada wanita hamil yang menggunakan pengobatan
antiretroviral atau CD4 < 200sel/mm3.
• Status gizi selama hamil
Berat badan rendah serta kekurangan vitamin dan mineral selama hamil meningkatkan
risiko ibu untuk menderita penyakit infeksi yang dapat meningkatkan jumlah virus dan risiko
penularan HIV ke bayi.

• Penyakit infeksi selama hamil


Penyakit infeksi seperti sifilis, infeksi menular seksual,infeksi saluran reproduksi lainnya,
malaria,dan tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke
bayi.

• Gangguan pada payudara


Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti mastitis, abses, dan luka di
puting payudara dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI.
2. Faktor Bayi

• Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir


Bayi lahir prematur dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih rentan tertular
HIV karena sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya belum berkembang dengan
baik.

• Periode pemberian ASI


Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke bayi akan semakin besar.

• Adanya luka di mulut bayi


Bayi dengn luka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketika diberikan ASI.
3. Faktor obstetrik

• • Jenis persalinan
• Risiko penularan persalinan per vaginam lebih besar daripada persalinan melalui bedah
sesar (seksio sesaria).

• • Lama persalinan
• Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari ibu ke anak semakin
tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak antara bayi dengan darah dan lendir ibu.

• • Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan meningkatkan risiko penularan hingga
dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam.

• • Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forseps meningkatkan risiko penularan HIV
karena berpotensi melukai ibu atau bayi.
PATOFISIOLOGI
Fijri Reski Nendaswari (1710711093)
SINDROM IMUNODEFESIENSI DIDAPAT

Virus ini adalah suatu retrovirus yang berarti bahwa ia terdiri dari untai tunggal RNA
virus yang masuk dalam inti sel pejamu dan di transkripsikan kedalam DNA pejamu. Transkripsi
virus kedalam DNA pejamu berlangsung melalui kerja suatu enzim spesifik yang disebut reverse
transcriptase. HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan melekatkan dirinya
pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus dalam tubuh penderita)
turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid)
dengan enzim tersebut (reverse transcriptase). Viral DNA tersebut menjadi bagian dari DNA
manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel jenisnya. Stelah menjadi bagian dari
DNA pejamu virus bereplikasi dan bermutasi selama beberapa tahun akan tetapi tetap
menghancurkan system imun
INFEKSI DAN KEMATIAN SEL

Sel-sel yang terinfeksi HIV :


• Sel T penolong (T4) dan makrofag
• Sel-sel imun yang ada didalam darah, kulit, dan membrane mukosa yang disebut sel dendritic
/ sel Langerhans
• Sebagian sel T4 dan sel-sel lainya yang terinfeksi terkonsentrasi di kelenjar limfe, limpa, dan
sum-sum tulang dan menularkan virus ke sel-sel yang melintasi tempat-tempat tersebut.
HIV menginfeksi sel melalui pengikatan dengan protein CD4, sewaktu sel T4 yang telah terinfeksi
mengalami pengaktifan untuk berpartisipasi dalam suatu respon imun, maka HIV mulai
bereproduksi.
Seiring dengan reproduksinya, virus menghancurkan membrane sel pejamu dan akan
mengganggu kemampuan sel untuk melindungi diri dari radikal bebas atau akan menghasilkan
superantigen yang menhancurkan sel.
Secara umum HIV hanya mematikan sel T4 yang menyebakan semakin banyak virus yang
masuk kesirkulasi dan kemudian menginfeksi sel lain. Yang ikut brperan dalam kematian sel T4
adalah respon imun yang dilakukan oleh sel-sel killer pejamu dalam usaha mengeliminasi virus
dan sel yang terinfeksi.
Seiring dengan penurunan jumlah sel T4, system imun seluler menjadi lemah secara
progesif. Fungsi sel B dan makrofag juga berkrang siring melemahnya sel T penolong.
PERJALANAN INFEKSI

Seseorang yang terinfeksi HIV dapAT tetap tidak memperlihatakan gejala selama
bertahun-tahun. Selama waktu ini jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel /ml darah
menjadi 200-300 sel/ml darah 2-10 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini,
gejala-gejala infeksi mis, infeksi jamur oportunistik atau timbulkan herpes zoster muncul.
Jika jumlah sel T4 mulai menurun karena timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus
berpriliferasi dan akhirnya terjadi infeksi parah
Seseorang didiagnosa mengidap AIDS apabila hitung sel T4 jatuh dibawah 200 sel/ml , atau terjadi
infeksi oportunistik, kanker atau demensia AIDS.
PENULARAN HIV DARI IBU HAMIL
PADA ANAK
Fijri Reski N. (1710711093)
PERIODE PRENATAL PERIODE INPARTUM
 Pada periode ini, resiko terjadinya pe
 Selama kehamilan, kemungkinan bayi
nularan HIV lebih besar jika
tertular HIV sangat kecil.
dibandingkan periode kehamilan.
Plasenta justru melindungi janin dari infeksi
HIV.  Penularan terjadi melalui kontak
antara kulit atau membran mukosa
 Perlindungan menjadi tidak efektif apabila
bayi dengan darah atau sekresi
ibu:
maternal saat melahirkan.
a. Mengalami infeksi viral,bakterial, dan paras
 Faktor yang mempengaruhi
it (terutama malaria) pada plasenta
tingginya risiko adalah:
selama kehamilan.
a. Chorioamnionitis akut
b. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat
meningkatnya muatan virus pada saat itu. b. Teknik invasif saat melahirkan yang m
eningkatkan kontak bayi dengandar
c. Mempunyai daya tahan tubuh yang
ah ibu.
menurun.
c. Anak pertama dalam kelahiran
d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan
kembar.
d. Lamanya robekan
PERIODE POSTPARTUM
 Cara penularan yang dimaksud disini yaitu
penularan melalui ASI. Berdasarkan data
penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui
bahwa ibu yang menyusui bayinya
mempunyai risiko menularkan sebesar 10-
15%
 Risiko penularan melalui ASI tergantung
dari:
a. Pola pemberian ASI, bayi yang
mendapatkan ASI secara eksklusif akan
kurang berisiko dibanding dengan
pemberian campuran.
b. Patologi payudara: mastitis, robekan
puting susu, perdarahan putting susudan
infeksi payudara lainnya.
c. Lamanya pemberian ASI, makin lama
makin besar kemungkinan infeksi.
d. Status gizi ibu yang buruk
TANDA DAN GEJALA
Riska Hidayattullah
Savira Ilsa (1710711064)
Parida Pebruanti (1710711042)
Zahrotul Mutingah (1710711088)
Menurut kriteria WHO gejala klinis AIDS untuk penderita dewasa
meliputi minimum 2 gejala mayor dan 1 gejala minor.

GEJALA 1. Berat badan menurun > 10 %


2. Diare kronis > 1 bulan
MAYOR : 3. Demam > bulan

26
1. Batuk kronis
2. Infeksi pada mulut dan jamur
disebabkan karena jamur Candida
Albicans
3. Pembengkakan kelenjar getah bening GEJALA MINOR
yang menetap di seluruh tubuh
4. Munculnya Herpes Zoster berulang dan
bercak-bercak gatal diseluruh tubuh
Manifestasi klinis AIDS menyebar luas dan pada dasarnya mengenai setiap sistem organ
◦ Gagal nafas dapat terjadi 2-3 hari
◦ Nafsu makan menurun,mual,muntah
◦ Bercak putih dalam rongga mulut → tiak diobati dapat ke esophagus dan lambung
◦ Herpes Zoster → pembekuan vesikel yang nyeri pada kulit
◦ Desmatitis seboroik → bersisik yang mengenai kulit
◦ Pada wanita : kandidiasis vagina → dapat merupakan tanda pertama yang menunjukan HIV pada
wanita
Stadium Klinis I
◦ Asimtomatik (tanpa gejala)
◦ Limfadenopati Generalisata (pembesaran kelenjar gentah bening/limfe seluruh
tubuh)

Tanda dan Gejala Stadium Klinis II


HIV/AIDS menurut ◦ Penurunan berat badan <10%

WHO: ◦ ISPA berulang: sinusitis, otitis media (radang telinga tengah), tonsilitis, dan faringitis
(radang tenggorokan)
◦ Herpes zooster dalam 5 tahun terakhir
◦ Radang pada mulut dan stomatitis (sariawan) yang berulang.
◦ Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo)
◦ Dermatitis Seboroik yang ditandai ketombe luas yang tiba-tiba muncul
◦ Infeksi jamur pada kuku
29
Stadium Klinis III
◦ Penurunan berat badan >10%
◦ Diare, demam yang tidak diketahui penyebabnya >1 bulan
◦ Infeksi jamur di mulut (candidiasis oral).
◦ Tuberkulosis paru yang terdiagnosis 2 tahun terakhir.
◦ Radang mulut akut nekrotik, ginggivitis (radang gusi), periodontitis yang berulang dan
tidak kunjung sembuh.
◦ Hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan turunnya sel darah merah, sel darah
putih, dan trombosit.
Tanda dan Gejala
HIV/AIDS menurut Stadium Klinis IV
◦ HIV wasting syndrome
WHO: ◦ Pneumonia pneumocystis (kering, sesak, demam, dan kelelahan berat)
◦ Infeksi bakteri yang berat seperti pneumonia, meningitis
◦ Infeksi herpes simplex kronis (lebih dari 1 bulan).
◦ Penyakit tuberkulosis di luar paru (tuberkulosis kelenjar).
◦ Kandidiasis esofagus (infeksi jamur di kerongkongan)
◦ Toxoplasmosis cerebral (infeksi toksoplasma di otak yang dapat menyebabkan
abses/borok otak)
◦ Encephalophaty HIV (penderita sudah mengalami penurunan dan perubahan
kesadaran)
1. Periode jendela
Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi, tidak
ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut.
Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik
Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada. Transmisi infeksi HIV
4. Supresi imun simtomatik dan AIDS terdiri dari
Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari,
diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
lima fase yaitu :
5. AIDS
Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS
pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat
dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi
neurologist.

31
Di fase AIDS, beberapa tanda bahaya yang menunjukkan HIV telah berlanjut ke tahap yang lebih parah
adalah:

1. Penurunan berat badan drastis

2. Batuk kering

3. Demam berulang atau keringat malam

4. Kelelahan berat

5. Pembesaran kelenjar getah bening di ketiak, selangkangan atau leher

6. Diare lebih dari satu minggu

7. Bercak putih di lidah, mulut atau tenggorokan

8. Pneumonia (infeksi paru)

9. Bercak merah, cokelat, ungu di bawah kulit atau di dalam mulut, hidung atau kelopak mata

10. Kesulitan mengingat, depresi dan gangguan saraf lainnya

32
Nadia Syaripah Hanum 1710711027
Tari Gustika 1710711094
• Elisa
tes ini mendeteksi antibodi untuk HIV-1 dan
HIV-2.
Darah dimasukkan kedalam cawan petri yang berisi
antigen HIV dan dicampur dengan enzim untuk
mempercepat reaksi kimia.
Jika isi cawan petri berubah warna,itu • Western Blot
menandakan pasien terinfeksi HIV.
uji ini menemukan keberadaan antibodi yang
Bila hasilnya negatif,pasien dianjurkan melakukan tes melawan protein HIV-1 spesifik.
ulang 3 bulan kemudian
Bila hasilnya positif,pasien akan melakukan tes ulang Jika hasilnya negatif menunjukkan bahwa hasil positif
dengan western blot tes ELISA sebelumnya sebagai positif palsu.
• P24 antigen test
Mendeteksi antibodi yang ditujukan
terhadap HIV 1 dan HIV 2 serta protein
p24,yang merupakan bagian inti virus.
Jika tes ini positif makan pasien akan
melakukan tes kedua dengan western blot
• Kultur HIV
Tes tambahan untuk mengukur beban
virus AIDS muncul setelah dilawan oleh sistem
imun alamiah.
2. Tes untuk deteksi gangguan sistem imun
Tujuan deteksi gangguan system imun ialah untuk melihat perkembangan
imunitas wanita dengan kehamilan HIV. Apabila system imun terganggu
dapat membahayakan ibu dan janin. Maka pemeriksaan rutin harus
dilakukan untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke janin, mencegah
penyakit menyerang ibu dan janin, juga menentukan proses kehamilan
ibu (apakah normal atausesar). Hal ini sangat berguna agar ibu dapat
menjalani kehamilan dengan kondisi terbaiknya.
Berikut test yang dapat dijalani ibu untuk mengetahui kondisi imunitasnya:

Hematokrit.
CD4 limfosit
Rasio CD4/CD limfosit
Serum mikroglobulin B2
Hemoglobulin
Penata Laksanaan Medis HIV/AIDS

Siti Nurazizah Puspa T 1710711142


Salma Nur Shohima 1710711142
A. Obat-obatan anti-retroviral (ARV)
ARV bukanlah suatu pengobatan, tetapi cukup memperpanjang
hidup mereka yang mengidap HIV. Untuk lebih efektif maka
kombinasi dari 3 atau lebih ARV dapat dikonsumsi,antara lain :
1. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI),
menargetkan pencegahan protein Reverse Transcriptase HIV dalam
mencegah perpindahan dari viral DNA (ex : AZT,dll,ddC dan 3 TC)
2. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's)
Memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan
reverse transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim
tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukkan
delavirdine (Rescipta), efavirenza (Sustiva)
• 3. Protease Inhibitors (PI) menargetkan protein protease HIV
dan menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat
berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan
B. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak
(PMTCT)
• 1. Zeduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian
panjang dari 14-28 Minggu selama masa kehamilan. Suatu
rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36
Minggu
• 2. Nevirapine : diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam
masa persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada
sekitar 2-3 hari.
C. Post - Exposure Prophylaxis ( PEP)

• Sebuah program dari beberapa obat anti viral, yang dikonsumsi


beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30hari, untuk
mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah
terinfeksi, baik melalui serangan seksual ataupun occpational.
KOMPLIKASI IBU HAMIL
DAN MELAHIRKAN
DENGAN HIV/AIDS
1. Sanaya Azizah Puteri 1710711079
2. Mutiara Tobing 1710711085
3. Chaerani 1710711096
4. Ummi Nurahmah 1710711111
Luaran Maternal
1
Ketuban Pecah Dini

2 3 4 5
Prematuritas Perdarahan Infeksi Nifas Kematian Maternal
Postpartum

46
Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan atau
dimulainya tanda inpartu.
Resiko yang akan lebih besar terjadi pada ibu yang mengambil infeksi sebelum proses
persalinan berlangsung. Infeksi asimptomatik merupakan prekusor tersering terjadinya
pecah ketuban

47
Prematuritas
Faktor predisposisi

KEADAAN
FAKTOR SOSIAL-
FAKTOR IBU
JANIN EKONOMI
RENDAH

48
Perdarahan Postpartum
● Volume perdarahan: > 500 mL pervaginal, 1000 mL pada section sesarea.
● Ditandai dengan perubahan TTV: sistolik < 90 mmHg, nadi > 100x/menit; dan
kadar Hb < 8 g/dl
● Kehamilan dengan infeksi meningkatkan resiko komplikasi dalam kehamilan dan
persalinan. Infeksi HIV menyebabkan resiko perdarahan postpartum meningkat.

49
Infeksi Nifas

INFEKSI ENDOMETRITI
TROMBOFLEBITIS
VULVA S

50
Kematian Maternal
Kematian wanita yang terjadi pada saat kehamilan atau dalam 42 hari setelah
berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan atau
yang diperberat oleh kehamilan tersebut atau penganannya, tetapi bukan
kematian yang disebabkan oleh kecelakaan

51
Luaran Neonatal

1 2 3
Asfiksia Neonatal Berat Bayi Lahir Kematian
Neonatal

52
Asfiksia Neonatal
Keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga
dapat menurunkan oksigen dan meningkatkan karbondioksida yang menimbulkan
akibat buruk dalam kehidupan yang lebih lanjut

53
Klasifikasi Asfiksia Neonatal
Tanda 0 1 2
Nafas Tidak ada Tidak teratur Teratur
Denyut jantung Tidak ada < 100 100

Warna kulit Biru pucat Tubuh merah Tubuh merah


muda dan muda
ektremitas biru
Tonus otot Tidak ada Sedikit fleksi Fleksi
Refleks Tidak ada Lemah Kuat
54
Klasifikasi Asfiksia berdasarkan nilai APGAR

Asfiksia Berat APGAR Asfiksia Sedang Asfiksia Ringan


0-3 APGAR 4-6 APGAR 7-9
 Frekuensi jantung  Frekuensi >100/mnt  Bayi normal
<100/mnt  Tonus otot kurang
 Tonus otot buruk baik
 Sianosis berat dan  Sianosis
kadang pucat  Refleks iritabilitas
 Refleks iritabilitas tidak ada
tidak ada

55
Berat Bayi Lahir
● Normal: 2500-4000 gram
● Ibu hamil dengan HIV dan menggunakan ARV dua kali lebih mungkin
menyebabkan berat badan bayi rendah

56
Kematian Neonatal
● Kematian neonatus yang lahir hidup pada usia gestasi 20 mingu atau lebih.

57
Klasifikasi
● Kematian neonatal dini
Kematian seorang bayi yang dilahirkan hidup dalam waktu 7 hari setelah kelahirannya
● Kematian neonatal lanjut
Kematian seorang bayi yang dilahirkan hidup setelah 7-29 hari setelah kelahirannya

58
Askep ibu hamil dengan hiv aids

T I A R A FA D J R I YAT Y 1 7 1 0 7 11 0 8 1
P E R E N D I TA 1 7 1 0 7 111 3 1
A N N A FA U Z I A H 1 7 1 0 7 1 11 4 1
MUGIA 1 7 1 0 7 111 4 5
No Dx Tujuan Intervensi/implementa Evaluasi
si
1 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pasien akan bebas infeksi 1. Monitor tanda-tanda S : Ibu mengatakan BAB
imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang setelah dilakukan tindakan infeksi baru. normal
beresiko. keperawatan selama 3×24 2. Gunakan teknik aseptik O : Mukosa bibir pasien
DS: jam dengan kriteria hasil: pada setiap tindakan lembab
biasanya pasien Buang air besar selama - Tidak ada luka invasif. Cuci tangan A : Diagnosa teratasi
berhari-hari, lemas, pusing. atau eksudat. sebelum meberikan sebagian
DO: - Tanda vital dalam tindakan.\ P: Melanjutkan intervensi
wajah pucat, kulit dan mukosa kering, tekanan batas normal 3. Anjurkan pasien metode
turgor menurun. (TD=110/70, mencegah terpapar
RR=16-24, terhadap lingkungan
N=60-100, yang patogen.
S=36- 37) 4. Kumpulkan spesimen
- Pemeriksaan untuk tes lab sesuai
leukosit normal order
(6000-10000) 5. Atur pemberian
antiinfeksi sesuai order
No Dx Tujuan Intervensi/impleme evaluasi
ntasi
2 Resiko tinggi infeksi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan pasien atau S : Pasien mengatakan
(kontak pasien) ditransmisikan setelah orang penting lainnya nyeri berkurang
berhubungan dengan infeksi dilakukan tindakan metode mencegah O : suhu normal (37o C)
HIV, adanya infeksi non keperawatan selama 3×24 transmisi HIV dan A : Diagnosa teratasi
opportunisitik jam dengan kriteria hasil: kuman patogen sebagian
DS : - kontak pasien dan lainnya. P : Intervensi
Pasien mengatakan tim kesehatan 2. Gunakan darah dan dilanjutkan
memgatakan nyeri, dan tidak terpapar cairan tubuh
pasien mengatakan lemas HIV precaution bila
DO : - Tidak terinfeksi merawat pasien.
Suhu 39o C, Nadi 60 patogen lain 3. Gunakan masker bila
x/menit, RR 20x/menit, TD seperti TBC. perlu.
120/90 mmHg
Pasien tampak lemah
No Dx Tujuan Intervensi/implem evaluasi
entasi
3 Resiko tinggi defisit volume Defisit volume cairan dapat 1. Kaji konsistensi dan S : pasien mengatakan
cairan berhubungan dengan teratasi setelah dilakukan tindakan frekuensi feses dan BAB tidak sering
output cairan berlebih keperawatan selama 1×24 jam adanya darah. O : suhu 37o C, mukosa
sekunder terhadap diare dengan criteria hasil: 2. Auskultasi bunyi bibir lembab,
DS : - perut lunak usus konjungtiva tidak
Pasien mengatakan BAB 4x - tidak tegang 3. Atur agen anemis
sehari, pasien mengatakan - feses lunak, antimotilitas dan A : diagnosa teratasi
lemas warna normal psilium (Metamucil) sebagian
DO : - kram perut sesuai order P : intervensi
Suhu 39o C, Nadi 60 x/menit, hilang, 4. Berikan ointment A dilanjutkan
RR 20x/menit, TD 120/90 dan D, vaselin atau
mmHg zinc oside
pasien tampak pucat, mukosa
bibir kering, konjungtiva
anemis
No Dx Tujuan Intervensi/implemen Evaluasi
tasi
4 Perubahan nutrisi : kurang Defisit volume cairan dapat 1. Tentukan berat badan S : pasien mengatakan
dari kebutuhan tubuh b.d teratasi setelah dilakukan umum sebelum pasien mual berkurang
pengeluaran yang berlebihan tindakan keperawatan selama didiagnosa HIV O : suhu 37o C, nafsu
( muntah dan diare berat ) 1×24 jam dengan criteria 2. Buat ukuran makan pasien baik
DS: hasil: antropometri terbaru. A : diagnosa teratasi
Biasanya pasien mengeluh 3. Diskusikan/catat efek- sebagian
lemas, mual muntah dan - mempertahankan efek samping obat- P : intervensi
diare yang berlebihan massa otot yang obatan terhadap nutrisi. dilanjutkan
DO: adekuat 4. Sediakan informasi
Suhu 39o C, Nadi 60 x/menit, - mempertahankan ,mengenai nutrisi
RR 20x/menit, TD 120/90 berat antara 0,9-1,35 dengan kandungan
mmHg kg dari berat sebelum kalori, vitamin, protein,
Pasien tampak pucat, sakit dan mineral tinggi.
pasien terlihat kurus, Bantu pasien
konsentrasi pasien berkurang merencanakan cara
No Dx Tujuan Intervensi/implement Evaluasi
asi
6. Penurunan berat badan
dini bukan ketentuan
pasti grafik berat badan
dan tinggi badan normal.
Karenanya penentuan
berat badan terakhir
dalam hubungannya berat
badan dan pra-diagnosa
lebih bermanfaat.
7. Membantu memantau
penurunan dan
menentukan kebutuhan
nutrisi sesuai dengan
perubahan penyakit.
8. Memiliki informasi ini
No Dx Tujuan Intervensi/implemen Evaluasi
tasi
5 Nyeri berhubungan Defisit volume cairan dapat 1. Kaji keluhan nyeri, S : pasien mengatakan
dengan infeksi teratasi setelah dilakukan perhatikan lokasi, mampu beraktivitas tanpa
DS: tindakan keperawatan selama intensitas (skala 1-10), rasa nyeri
Biasanya pasien mengeluh 1×24 jam dengan criteria hasil: frekuensi, dan waktu. O : skala nyeri 6
nyeri pada bagian perut Menandai gejala A : diagnosa teratasi
DO : - Pasien bisa nonverbal misal sebagian
P: nyeri meningkat ketika mengontrol gelisah, takikardia, P : intervensi dilanjutkan
beraktifitas nyeri/rasa sakit meringitas.
Q:nyeri 2. Dorong pengungkapan
R: nyeri di daerah perasaan.
abdomen kuadran kiri 3. Berikan aktivitas
bawah hiburan, mis.,
S: skala nyeri 8 membaca, berkunjung,
T: nyeri hilang timbul dan menonton televise.
Infeksi virus HIV 4. Lakukan tindakan
No Dx Tujuan Intervensi/implement Evaluasi
asi
6. Instruksikan
pasien/dorong untuk
menggunakan
visualisasi/bimbingan
imajinasi, relaksasi
progresif, teknik napas
dalam.
7. Dapat mengurangi
ansietas dan rasa takut,
sehingga mengurangi
persepsi akan intensitas
rasasakit.
8. Memfokuskan kembali
perhatian; mungkin
dapat meningkatkan
No Dx Tujuan Intervensi/implemen evaluasi
tasi
6 Kerusakan integritas kulit Defisit volume cairan dapat 1. Kaji kulit setiap hari. S : pasien mengatakan
berhubungan dengan diare teratasi setelah dilakukan Catat warna, turgor, tidak nyeri
berat tindakan keperawatan selama sirkulasi, dan sensasi. O : suhu 37o C, lesi
DS: 1×24 jam dengan criteria hasil: lambarkan lesi dan pada rektal berkurang
Pasien mengatakan nyeri pada - Pasien menunjukkan amati perubahan. A : Diagnosa teratasi
daerah rektal perbaikan integritas 2. Secara teratur ubah sebagian
DO : kulit posisi, ganti seprei P : Intervensi
Suhu 39o C, Nadi 60 x/menit, sesuai kebutuhan. dilanjutkan
RR 20x/menit, TD 120/90 Dorongan pemindahan
mmHg berat badan secara
Pasien tampak lemah, periodik. Lindungi
kulit terlihat rektal dan sedikit penonjolan tulang
lesi dengan bantal, bantalan
tumit/siku, kulit domba.
3. Mengurangi stress pada
No Dx Tujuan Intervensi/implementasi Evaluasi

4. Pertahankan seprei bersih,


kering, dan tidak berkerut
5. Fiksasi kulit disebabkan oleh
kain yang berkerut dan basah
yang menyebabkan iritasi dan
potensial terhadap infeksi.
6. Gunting kuku secara
teratur.Kuku yang
panjang/kasar meningkatkan
risiko kerusakan dermal.
DAFTAR PUSTAKA

 Andy.2011. HIV/AIDS Pada Ibu Hamil. http://ilmu-pasti-pengungkap-kebenaran.blogspot.com/2011/11/hivaids-


pada-ibu-hamil.html. Diakses tanggal 09 April 2013
 Ayu.2012. Pengaruh HIV/AIDS Terhadap Sistem Kekebalan
Tubuh. http://ayups87.wordpress.com/2012/06/16/makalah-pengaruh-hivaids-terhadap-sistem-kekebalan-
tubuh-manusia/. Diakses tanggal 09 April 2013
 Hartati Nyoman, Suratiah, Mayuni IGA Oka. Ibu Hamil dan HIV-AIDS. Gempar: Jurnal Ilmiah Keperawatan Vol.
2 No.1 Juni 2009.
 HIV/AIDS. Banjarmasin:Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin.
 http://eprints.undip.ac.id/46231/3/Silva_Dwinta_Junnisa_22010111110097_Lap.KTI_Bab2.pdf
 https://youtube.com Khan Academy: CD4 Lymphocyte Infection
 Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi10 editor T Heather Herdman,
Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
 Setiawan, Sapto Adi Asis. 2012. Asuhan Keperawatan Ibu Hamil dengan Penyakit
 Silva Dwinta Junnisa. 2015. Luaran Maternal dan Neonatal pada Ibu Bersalin dengan Infeksi HIV. Hal. 38-44.
Pada tanggal 12 Februari.
 Siregar FA. Pengenalan dan Pencegahan HIV-AIDS. Medan. Universitas Sumatera Utara, 2004
 Yopan. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Ibu Hamil Dengan
HIV/AIDS. http://yopangumilar.blogspot.com/2012/03/makalah-askep-pada-ibu-hamil-dengan.html. Diakses
tanggal 09 April 2013

Вам также может понравиться