Find out : Mushtaq Luqmani, Zahir A. Quraeshi, and Linda Delene, “Marketing in islamic Countries: A Viewpoint,” MSU Business Topics 1980, pp 20-21 Principles of Islamic Marketing Emaar not Ifsad (construction not ruination) Halal not Haram (permissible not forbidden) Long-term & Short-term World View Islam as a framework for living The religious aim of trade in Islam Fundamental Islamic Concepts Vs Implication for Marketing (1) : 1. Unity (Concept of 1. Product standardization, centrality, oneness of strong brand loyalties, God, harmony in life) loyalty to company, 2. Legitimacy (fair opportunities for strong dealings, reasonable brand strategies level of profits) 2. Less formal product 3. Supremacy of human warranties life (compared to other forms of life, objects, 3. Pet food and/or products human life is of less important supreme important) Fundamental Islamic Concepts Vs Implication for Marketing (2) : 1. Community (all muslims, 1. Development of an “Islamic should strive to achieve consumer” served with Islamic- universal brotherhood – with oriented products and services allegiance to the “One God” (meat packages, gifts exchanged “One way of expressing at Muslim festivals, and so forth) community is the required 2. Products that are nutritious, cool, pilgrimage to Mecca for all and digested easily can be Muslims, at least one in their formulated Sehr and Iftar life time, if able to do so) (beginning and end of the fast). 2. Abstinence (during the month of Ramadhan, Muslim required to fast without food and and drink from the first streak of down to sunset – a reminder to those who are more fortunate to be kind to the less fortunate and as an exercise in self control) Islamic Marketing vs Marketing in Islamic Environment: Islam and Marketing Marketing Mix Five Pillars of Islam Product Policy Shahada Pricing Policy Salat Distribution policy Sawm and Ramadan Communication Policy Zakat Hajj Modern Islamic Markets Definition Products and products differentiation Customers Government Modern Islamic Markets Definition Products Customers Religious Branding Kosher foods. Foods that conform to the rules of the Jewish religion. These rules form the main aspect of Kashrut, the Jewish dietary laws Halal products. Those that comply with Shariah (Islamic Law). Is Kosher Halal. Sometimes. 16% of Kosher customers in the U.S are Muslims. Branding in Islam and its Identity To Muslims, the brand ‘Islam’ represents ‘the way of life’. If the products meet the basic requirement of Islamic regulations, conveys long run benefit, incorporates value to the Ummah, and upholds cultural norms and personality for the targeted user, then it can be termed as Islamic Brand. Halal Logo to Identify Islamic Brands Shariah Compliance and Islamic Branding Shari’a, the Arabic word, refers to the laws and way of life prescribed by Allah (SWT) Since the Islamic Branding is synonymously used as Shari’a compliance; the need for Halal offering is of increasing demand. It is obligatory for Muslims to consume halal food and use halal products solely because they do not eat and use consumer goods for the sake of pleasure only but also for performing their duties, responsibilities and mission in this world. In Targeting non-Muslims, Islamic branding can still be unique, and can offer the world a different angle on value maximization. The concept of halal in foods, for instance, seems to capture a craving for purity which goes well beyond a religious franchise. Developing Halal solutions for businesses especially in Muslim major countries Servqual in Islamic Perspective Dasar : Al-Qur’an dan Al-Hadits Ketika seorang pemasar menyebut nama Tuhan-nya Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang ketika ia memulai sesuatu, berarti ia tidak mengharapkan apapun, kecuali keberkahan dan keridhaan dari Tuhan-nya (spiritual goal). Marketing merupakan aktifitas yang mengandung keadilan dan prinsip-prinsip etika yang tinggi. Allah Swt. dengan tegas mengatakan bahwa dalam aktifitas marketing haram hukumnya menzalimi satu sama lain. Hal ini mengacu pada Firman Allah Swt : “… Kamu tidak (boleh) menzalimi dan tidak pula dizalimi …”Al-Baqarah [2]; 279; serta Firman Allah Swt : “… Dan Allah tidak menyukai mereka yang berbuat zalim …” “… Dan Allah tidak meyukai mereka yang berbuat kerusakan …”. Pada saat merintis usaha, ia tidak memiliki modal sepeser pun. Muhammad hanya mengandalkan Kredibilitas. Kredibilitas ini berasal dari Pertama, jujur terpercaya. Kedua, cakap memuaskan. Ketiga, kreatif inovatif. Selanjutnya, sesuatu itu pantas dikatakan untung, seandainya semakin tumbuh usaha yang sedang dijalankan, semakin berkembang pula kualitas kepribadian seseorang. Maksudnya, baik ilmu maupun pengalaman seseorang kian bertambah. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt yang artinya ”Barang siapa yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin, maka ia merupakan orang yang beruntung” Jika sama saja, maka mereka adalah orang yang merugi. Jika lebih buruk, maka mereka adalah orang yang celaka. Islam mengajarkan bila ingin memberikan hasil usaha baik berupa barang maupun pelayanan/jasa hendaknya memberikan yang berkualitas (yang unggul), jangan memberikan yang buruk atau tidak berkualitas kepada orang lain. Seperti dijelaskan dalam Al-Quran surat Al- Baqarah ayat 267 yang artinya: “Hai orang– orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik–baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu dan janganlah kamu memilih yang buruk–buruk lalu kamu nafkahkan darinya padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” Seorang Muslim menempatkan Tuhan sebagai satu-satunya pemilik kepentingan (the ultimate stakeholder). Akuntabilitas dan responsibilitas diterjemahkan sebagai pertanggungjawaban di Padang Masyar (yaumul hisab) kelak, yang merupakan pengadilan abadi terhadap sepak- terjang manusia (termasuk para MARKETER), baik yang tersurat maupun yang tersirat. Allah Swt. berfirman, “Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?” (QS Al-Qiyamah : 36). Dalam kitab suci Al-Qur’an (Al-Baqarah : 275), terdapat sepenggal ayat yang berbunyi,“Allah telah menghalalkan jual- beli”. Islam membolehkan marketing. Dengan demikian konsep marketing (pemasaran) yang menciptakan produk selalu disertai dengan istilah solusi (value) dan kepuasan. Nabi Muhammad saw telah mengajarkan pada umatnya untuk selalu berbuat baik kepada orang lain. Inilah sebenarnya dasar dari pelayanan yang optimal (service execellent). Sabda Nabi, ”Semoga Allah Swt memberikan rahmat-Nya kepada orang-orang yang murah hati/sopan pada saat dia menjual, membeli, atau saat dia menuntut haknya”. Allah Swt juga telah menginstruksikan untuk senantiasa berbuat baik kepada orang lain. Firman Allah Swt di antaranya terdapat dalam QS. Al-Hijr : 88, yang artinya : ”Dan berendah dirilah kamu pada orang-orang yang beriman”, juga dalam firman-Nya pada QS. Ali ’Imran : 159, yang artinya : ”Dan sekiranya kamu bersikap keras lagi berbuat kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekeliling kamu”. 1. Berwujud (tangibles): Bukti fisik dari jasa. Bagian dari jasa meliputi fasilitas fisik, perkakas, dan peralatan yang digunakan untuk menghasilkan jasa seperti ruang dokter, sebuah ATM, dan penampilan pegawai. 1. Tangible Fasilitas dalam Islam dan konvensional juga tidak mengalami perbedaan yang signifikan, perbedaannya hanya terletak pada proses penggunaannya ketika pemasar memberikan pelayanan dalam bentuk fisik hendaknya tidak menonjolkan kemewahan. Sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an surat At-Takaatsur ayat 1-5, yaitu: Artinya: “Bermegah- megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk kedalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu) dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin” 2. Keandalan (reliability): Kemampuan menyelenggarakan jasa yang dapat diandalkan, akurat, dan konsisten. Keterandalan memberikan pelayanan yang tepat pada saat pertama kali. Komponen ini dianggap sebagai salah satu yang terpenting bagi pelanggan. 2. Reliability Kehandalan dalam pelayanan dapat dilihat dari ketepatan dalam memenuhi janji secara akurat dan terpercaya. Allah sangat menganjurkan setiap umatnya untuk selalu menepati janji yang telah ditetapkan seperti dijelaskan dalam Al Qur’an surat An-Nahl ayat 91, yang artinya: “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah- sumpah itu), sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat” (Departemen Agama RI, 2004 : 278). Ayat tersebut menjelaskan bahwa setiap manusia diwajibkan menepati janji yang telah ditetapkan, demikian juga dengan pemasar baik janji yang ditetapkan secara langsung maupun janji-janji dalam bentuk promosi, semuanya harus ditepati dan sesuai dengan kenyataan. Penawaran ketika promosi atau iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan produknya berarti telah mengingkari janji yang ditetapkan dan hal ini telah mengandung unsur penipuan yang akan merugikan pelanggan. Pelanggan lebih loyal pada perusahaan yang selalu menepati janji daripada perusahaan yang banyak menawarkan promosi mewah tapi tidak sesuai dengan kenyataan (baik dari sisi produk maupun lainnya). 3. Cepat-tanggap (responsiveness):
Kemampuan untuk memberikan
pelayanan yang segera. Contoh dari cepat tanggap termasuk didalamnya menelepon kembali pelanggan dengan cepat, menyajikan makan siang yang cepat bagi yang diburu waktu, serta mengirimkan slip transaksi segera. 3. Responsiveness Allah Swt. berfirman tentang sikap amanah dan menjaga kepercayaan seseorang, "... Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada kepada Allah Tuhannya ....""Allah Swt juga berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui. " Kecepatan dalam bergerak adalah hal yang utama. Pemanfaatan waktu secara efektif benar-benar menjadi hal yang bersifat esensial. Pemasar yang selalu tanggap maka akan melahirkan sikap inovatif dan tidak ada waktu yang terbuang. Islam menganjurkan setiap pelaku bisnis untuk bersikap profesional yakni dapat bekerja dengan cepat dan tepat sehingga tidak menyia-nyiakan amanat yang menjadi tanggung jawabnya, sebagaimana terdapat dalam hadis Rasulullah saw diriwayatkan oleh Bukhari yang artinya: “apabila amanat disia-siakan, maka tunggulah kehancurannya, berkata seseorang: bagaimana caranya menyia-nyiakan amanat ya Rasulullah? Berkata Nabi: apabila diserahkan sesuatu pekerjaan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya” (Thorik dan Utus, 2006:116). Hadis tersebut menjelaskan bahwa setiap manusia hendaknya tidak menyia-nyiakan amanat yang menjadi tanggung jawabnya, dapat bekerja dengan keahlian yang baik sehingga tidak akan mengalami kehancuran. Ketika pemasar bekerja memberikan pelayanan dengan keahliannya (kompeten) maka akan bekerja dengan tanggap (cepat dan tepat) sehingga pelanggan akan memperoleh kepuasan. Profesionalisme dan kompetensi terhadap sebuah pekerjaan adalah dua hal yang saling berkaitan, namun kadang ada individu yang memaksakan diri mengerjakan sebuah pekerjaan yang bukan bidangnya (sesuatu yang dikuasai dengan baik) sehingga yang terjadi adalah kerugian, baik dari sisi waktu pelaksanaan pekerjaan maupun kerugian materiil. 4. Kepastian (assurance): Pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan untuk menjaga kepercayaan. Karyawan yang mempunyai keahlian akan memperlakukan pelanggan dengan hormat serta membuat mereka merasa bahwa mereka dapat mempercayai kepastian seperti ditunjukkan perusahaan. 4. Assurance Baik buruknya perilaku bisnis para pengusaha menentukan sukses-gagalnya bisnis yang dijalankan. Al Qur’an Surat Ali Imran ayat 159 yang artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka; mohonkanlah mapun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya” Berdasarkan ayat diatas, jelas bahwa setiap manusia dituntunkan untuk berlaku lemah lembut agar orang lain merasakan kenyamanan bila berada disampingnya. Apalagi dalam pelayanan yang mana pelanggan banyak pilihan, bila pelaku bisnis tidak mampu memberikan rasa aman dengan kelemahlembutannya maka pelanggan akan berpidah ke perusahaan lain. Pelaku bisnis dalam memberikan pelayanan harus menghilangkan jauh-jauh sikap keras hati dan harus memiliki sifat pemaaf kepada pelanggan agar pelanggan terhindar dari rasa takut, tidak percaya, dan perasaan adanya bahaya dari pelayanan yang diterima. 5. Empati (emphaty): Memperhatikan pelanggan secara individual. Perusahaan yang pegawainya mengenal pelanggannya, memanggil mereka dengan nama, dan belajar memahami tuntutan tertentu kepada pelanggan sehingga memberikan empati. 5. Emphaty Sikap empati ditunjukkan melalui kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan. Dalam Islam sikap empati merupakan wujud dari kemauan karyawan untuk memberikan kemudahan pada pelanggan dengan senang hati dalam melakukan transaksi, disaat pelanggan mengalami kesulitan maka karyawan siap membantu. seperti dijelaskan dalam hadist Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim, yang artinya: “Abu Musa al-Asy’ary ra. Berkata: bersabda Nabi saw, “seorang muslim yang menjadi bendahara (kasir) yang amanat, yang melaksanakan apa-apa yang diperintahkan kepadanya dengan sempurna dan suka hati, memberikannya kepada siapa yang diperintahkan memberikannya, maka bendahara itu termasuk salah seorang yang mendapat pahala bersedekah”