Вы находитесь на странице: 1из 109

Imunologi

Definisi, struktur,
klasifikasi virus
Kriteria Definisi Virus
• Terdiri dari satu tipe asam nukleat DNA/RNA
• Mempunyai protein (glycoprotein, hemaglutinin,
Enzyme)
• Parasitisme intrasel obligat
• Mempunyai struktur tertentu : nacked capsid,
envelope
Klasifikasi Virus
VIRUS DNA

Poxviridae Iridoviridae Herpesviridae

Adenoviridae Papovaviridae Parvoviridae


VIRUS RNA

Paramyxoviridae Orthomyxoviridae Coronaviridae

Arenaviridae Retroviridae

Reoviridae Picornaviridae

Rhabdoviridae Togaviridae Orbivirus Bunyaviridae

Arboviruses
Klasifikasi Virus
Family Members
1. Poxviridae Smallpox virus, vaccinia virus, monkeypox,
molluscum contagiosum
2. Herpesviridae Herpes simplex virus types 1 and 2,
varicella-zoster virus, Epstein-Barr virus,
cytomegalovirus, human herpesviruses, 6,
7, 8.
3. Adenoviridae Adenovirus
4. Hepadnaviridae Hepatitis B virus
5. Polyoma viridae JC virus, BK virus, SV40
6. Papilloma viridae Papilloma virus
7. Parvoviridae Parvovirus B19, adeno-associated virus
Family Members
1. Paramyxoviridae Parainfluenza virus, measles virus, mumps
2. Orthomyxoviridae Influenza virus types 1,2,3
3. Coronaviridae Coronavirus, SARS (severe acute
respiratory syndrome)
4. Arenaviridae Lassa Fever virus, Junin and Machupo
virus
5. Rhabdoviridae Rabies virus, vesicular stomatitis virus
6. Filoviridae Ebola virus, Marburg virus
7. Bunyaviridae California Encephalitis virus, Lacrosse
virus
8. Retroviridae HIV, animal oncoviruses
9. Reoviridae Rotavirus, Colorado tick fever virus
10. Picomaviridae Rhinoviruses, polio virus, echoviruses
11. Togaviridae Rubella virus
12. Flaviridae Yellow Fever virus, dengue virus, hep.C
virus
13. Noroviridae Norwalk virus, calicivirus
14. Delta Delta agent
Virus RNA
Klasifikasi
Famili RNA Virion Replikasi Spektrum
hospes
Picornaviridae Rantai Tidak berselubung, Sitoplasma Sempit
tunggal diameter = 28-30 nm
Caliciviridae Rantai Tidak berselubung, Sitoplasma Sempit
tunggal diameter = 35-45 nm
Togaviridae Rantai Berselubung, diameter = Sitoplasma Luas
tunggal 60-70 nm
Flaviviridae Rantai Berselubung, diameter = Sitoplasma Luas
tunggal 40-50 nm
Bunyaviridae Rantai Berselubung, diameter = Sitoplasma Luas
tunggal 90-120 nm
Arenaviridae Rantai Berselubung, diameter = Sitoplasma
tunggal 50-300 nm (rata-rata
110-130 nm)
Famili RNA Virion Replikasi Spektrum
hospes
Coronaviridae Rantai Berselubung, Sitoplasma
tunggal diameter = 80-160
nm
Rhabdoviridae Rantai Berselubung, Sitoplasma
tunggal diameter = 70-85 nm
Paramyxoviridae Rantai Berselubung, Sitoplasma Sempit
tunggal diameter = 150-300
nm
Orthomyxoviridae Rantai Berselubung, Inti dan
tunggal diameter = 90-120 Sitoplasma
nm
Reoviridae Rantai Tidak berselubung, Sitoplasma
ganda diameter = 60-80 nm
Retroviridae Rantai Berselubung, Sitoplasma
tunggal diameter = 80-130
nm
Virus DNA
Famili RNA Virion Replikasi Spektrum
hospes
Adenoviridae Rantai ganda Tidak berselubung, Inti sel Sempit
diameter = 70-90 nm
Herpesviridae Rantai ganda Berselubung,
diameter = 15-200
nm
Hepadnaviridae Rantai ganda Berselubung, Hepatosit
diameter = 60-70 nm terjadi di inti sel
Papoviridae Rantai ganda Berselubung, Inti sel Sempit
diameter = 40-50 nm
Parvoviridae Rantai ganda Tidak berselubung, Inti sel Sempit
diameter = 70-90 nm
Poxviridae Rantai ganda Berselubung,
diameter = 15-200
nm
Struktur Virus
• Virion : Partikel virus lengkap atau badan elementer
yang merupakan sistem partikel virus yang infektif
• Genom : Bahan genetik (inti) yang terdiri dari asam
nukleat sebagai DNA/RNA
• Capsid : Lapisan protein yang terdiri dari bahan
genetik
• Envelop : selubung yang membungkus kapsid
• Nukleokapsid : kapsid bersama dengan genom
• Komponen Dasar Virion
DNA/RNA + Protein Struktural + Enzim dan binding
protein as.nukleat = Nukleokapsid = Naked Capsid
Virus.

Nukleokapsid + Glikoprotein & membran = Enveloped


Virus
 Klasifikasi tertua mengenai virus didasarkan pada
penyakit yang ditimbulkan, dan sistem ini
menawarkan kemudahan tertentu untuk
pengobatan klinik.
A. Penyakit yang merata
B. Penyakit primer yang mempengaruhi organ khusus
A. Penyakit yang merata
• Penyakit yang disebabkan oleh penyebaran virus ke
seluruh tubuh melalui aliran darah dan mempengaruhi
banyak organ
• Ruam kulit dapat terjadi
• Mencakup vaksinia, campak, rubela, cacar air, demam
kuning, dengue, enterovirus, dan lain- lain
B. Penyakit primer yang mempengaruhi organ
khusus  virus dapat mencapai organ melalui
aliran darah, saraf perifer, atau melalui jalur-
jalur lain
1. Penyakit susunan saraf
• Poliomielitis, meningitis aseptik (polio-,
coksaki-, dan ekovirus), rabies, ensefalitis
yang ditularkan melalui artropoda,
koriomeningitis limfosit, herpes simpleks,
meningoensefalitis, gondong, campak,
vaksinia, dan infeksi virus “lambat”
2. Penyakit saluran pernapasan
• Influenza, parainfluenza, pneumonia virus sinsitial
pernapasan dan bronkiolitis, faringitis adenovirus, dan
selesma (common cold, disebabkan oleh banyak virus)
3. Penyakit lokal pada kulit atau selaput lendir
• Herpes simpleks tipe 1 (biasanya oral) dan tipe 2
(biasanya genital), moluskum kontagiosum, kutil,
herpangina, herpes zoster, dan lainnya
4. Penyakit mata
• Konjungtivitis adenovirus, keratokonjungtivitis herpes, dan
konjungtivitis hemoragik epidemik (enterovirus 70)
5. Penyakit hati
• Hepatitis tipe A (hepatitis infeksiosa). Tipe B (hepatitis
serum), dan tipe C; demam kuning; dan pada bayi
yang baru lahir, enterovirus, herpesvirus, dan virus
rubela
6. Penyakit kelenjar liur
• Gondong dan sitomegalovirus
7. Penyakit saluran pencernaan
• Rotavirus, virus Norwalk, adenovirus enterik
8. Penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual
• Virus herpes simpleks, virus hepatitis B, virus
papiloma, virus moluskum kontagiosum, retrovirus
yang berhubungan denganbsindroma imunodefisiensi
didapat (AIDS), dan mungkin sitomegalovirus
merupakan patogen yang ditularkan melalui
hubungan seksual
Patfis infeksi virus
Replikasi Virus

ATTACHMENT PENETRASI UNCOATING

REPLIKASI TRANSLASI TRANSKRIPSI

PERAKITAN PEMBEBASAN
VIRION PARTIKEL
1. Translokasi (virus telanjang) 3. Fusi membran (virus envelope)

2. Insersi genom (virus telanjang)

4. Endositosis dan endosom


(virus dengan envelope)

Mekanisme virus masuk ke sel pejamu


Replikasi Virus
ATTACHMENT
• Berlandaskan:
• Mekanisme elektrostatik
• Dipermuda oleh ion logam (ex: Mg)
• Stetelah adanya tumbukan antar sel dan virion pada reseptor spesifik

PENETRASI
 virion atau asam nukleat virus masuk ke sitoplasma sel dgn berbagai cara

Virus telanjang Virus envelop


Translokasi virus menenmbus Fusi membran  isi genom
membran sel yang utuh virus dimasukkan ke dlm
sitoplasma sel
Insersi genom  virus yang Endositosis yang diatur oleh
menempel menginjeksikan klatrin, kadang menimbulkan
material genetik direk ke dlm fusi ke dalam endosom
sitoplasma intraseluler
Replikasi Virus
UNCOATING

• Pelepasan asam nukleat infektif dari pembungkus luar


• Pada enterovirus terjadi di membran
• Pada poxvirus terjadi di dlm sel
• Pada reovirus terjadi uncoating yang tdk sempurna
Replikasi Virus
TRANSKRIPSI
• Terutama pada gen yang berhubungan dgn pembentukan anzim dan
protein awal

TRANSLASI
• RNA ditranslasikan menjadi protein pada poliribosom
sitoplasma
• Protein yang merupakan produk proses ini:
– Polipeptida struktural virion
– Enzim virion
– Enzim yang tdk bersifat struktural dan berhubungan dgn transkripsi
atau sintesis DNA
– Protein yang mengatur supresi transkripsi atau tyranslasi sel
– Protein yang mengatur supresi ekspresi gen awal virus
Replikasi Virus

REPLIKASI

• Jika konsentrasi enzim yang diperlukan telah


mencukupi, DNA mulai mengadakan replikasi

PERAKITAN VIRION
• Terjadi setelah protein struktural yang dibentuk di
sitoplasma bergabung dgn DNA yang bereplikasi di
inti sel
Replikasi Virus

PELEPASAN PARTIKEL

• Virion yang telah lengkap bergerak menuju


membran sel kemudian terjadi pelepasan partikel
dari sel
• Virus yang berselubung mendapatkan
selubungnya di mambran sel
Patofisiologi Infeksi Virus & Berbagai Kemungkinan Respon Imun

Virus → membran ← stimulasi netralisasi virus, proteksi


mukosa IgA lokal

virus dlm imunisasi pasif netralisasi virus, proteksi
sirkulasi melalui pembe-
↓ rian IgG antivirus
infeksi sel sasaran
(replikasi virus)

peptida virus penglepasan netralisasi virus, proteksi


yg brhub dgn virus yg dibtk pembtkan kompleks toksik, hipersensitivitas
MHC

stimulasi imunitas sel terinfeksi virus disingkirkan, proteksi


humoral & seluler kerusakan sel jaringan, hipersensitivitas

bila sel sasaran merupakan pencegahan respon imun,virus yg persisten


komponen sistem imun, akan kegagalan self-tolerance
trjdi perubahan reaktivitas imun
Replikasi virus
Sifat Penyakit Viral
Penyakit Masa inkubasi Penularan Masa penularan Insiden
(hari) Subklinik
Influenza 1-2 Pernafasan Sebentar Sedang
Common cold 1-3 Pernafasan Sebentar Sedang
DBD 5-8 Inokulasi Sebentar Sedang
Poliomielitis 5-2 Per oral Lama Tinggi
Morbili 9-12 Pernafasan Sedang Rendah
Variola 12-14 Pernafasan Sedang Rendah
Varicella 13-17 Pernafasan Sedang Sedang
Parotitis 16-20 Pernafasan Sedang Sedang
Rubella 17-20 Pernafasan Sedang Sedang
Mononukleosis 30-50 Per oral Lama Tinggi
Hepatitis A 15-40 Per oral Lama Tingi
Hepatitis B 50-150 Inokulasi Sangat lama Tinggi
Veruca vulgaris 50-150 Inokulasi Lama Rendah
Rabies 30-100 Inokulasi Tidak Tidak
Respon imun pada
infeksi virus
Sistem Imun

Non Spesifik Spesifik

FISIK Larut Seluler Humoral Seluler

-Kulit Biokimia:
-Selaput lendir -Fagosit Sel B Sel T
-Lisosom -Sel NK -Ig G
-Silia -Th 1
-Asam lambung -Sel Mast -Ig A
-Batuk -Th 2
-Laktoferin -Basofil -Ig M
-Bersin -Th 3
-Asam Neuraminik -Eosinofil -Ig D -Tdth
-Sel dendritik -Ig E -CTL/ Tc
Humoral:
-NKT
-Komplemen
-Th 17
-Sitokin
-Acute Phase Protein
-Mediator asal Lipid
Perbedaan sistem imun
nonspesifik & spesifik

Imunitas Nonspesifik Imunitas Spesifik


Positif : Positif :
• Selalu siap • Respons intens
• Respons cepat • Perlindungan lebih baik pada
• Tidak perlu ada pajanan pajanan berikutnya
sebelumnya
Negatif :
Negatif : • Tidak siap sampai terpajan
• Dapat berlebihan alergen
• Kekurangan memori • Respons lambat
IMUNITAS TERHADAP
VIRUS
• Imunitas nonspesifik
Prinsip : mencegah infeksi
Efektor yang berperan : IFN tipe I, sel NK
1. IFN tipe I  mencegah replikasi virus dalam sel terinfeksi
dan sel sekitarnya tidak terinfeksi
2. Sel NK  membunuh sel yang terinfeksi oleh berbagai
jenis virus dan merupakan efektor imunitas penting
terhadap infeksi dini virus, sebelum respons imun spesifik
berkembang; sel NK juga dapat mengenal sel terinfeksi
yang tidak mengekspresikan MHC-I
Komplemen
• Komplemen juga dapat menghancurkan envelop
virion, prosesnya disebut dengan virolisis, dan
beberapa virus dapat langsung mengaktifkan jalur klasik
dan alternatif komplemen.

• Aktivasi komplemen juga ikut berperan dalam


meningkatkan fagositosis dan mungkin juga
menghancurkan virus dengan envelop lipid secara
langsung.

• Tetapi komplemen tidak memegang peran besar dalam


melawan virus.
Komplemen Fungsi
C1qrs Meningkatkan permeabilitas vaskular

C2 Mengaktifkan kinin

C3a & C5a Kemotaksis yang mengerahkan leukosit & juga


berupa anafilatoksin yg dapat merangsang sel mast
melepas histamin & mediator-mediator lainnya
C3b Opsonin dan adherens imun

C4a Anafilatoksin lemah

C4b Opsonin

C5-6-7 Kemotaksis

C8-9 Melepas sitolisin yang dapat menghancurkan sel


PERAN
KOMPLEMEN
Interferon
• Adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan berbagai sel
manusia yang mengandung nukleus (sel yang terinfeksi) dan
dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus.
• Produksi IFN diinduksi oleh infeksi virus dan suntikan
polinukleotida sintetik.
• Terdapat 2 kelompok besar IFN, yaitu:
IFN tipe I
IFNα (IFN leukosit): diatur dalam 13 gen di kromosom 9;
diproduksi bersamaan dengan virus yang menginfeksi sel.
IFNβ (IFN fibroblas): diatur dalam 1 gen di kromosom 9;
diproduksi bersamaan dengan virus yang menginfeksi sel.
IFN‫ﺡ‬/ε (IFN trofoblas)
IFNλ
IFNκ
IFN tipe II (IFNγ): diatur dalam 1 gen di kromosom 12; hanya
diproduksi bersamaan dengan stimulasi antigenik/ mitogenik
dari sel T dan sel NK.
Fungsi Interferon

• IFNγ dan IFNα/β juga meningkatkan efisiensi respon


imun spesifik (aktivitas sel T) dengan menstimulasi
peningkatan ekspresi MHC kelas I dan II.
• IFN juga mengaktifkan makrofag dan sel NK,
memperkuat aktivitas antivirus mereka.
• IFN tipe I mencegah replikasi virus dalam sel
terinfeksi dan sel sekitarnya tidak terinfeksi dengan
menginduksi milieu anti viral.
Virus masuk ke sel
Sel pertama yang dimasuki
Oleh virus
Sel mengeluarkan
Interferon

Interferon berikatan dengan


Reseptor di sel yang
Belum terinfeksi

Sel berikutnya
Sel yang belum terinfeksi Dimasuki oleh virus
Menghasilkan enzim-enzim inaktif
Yang mampu memutuskan
RNA messenger virus dan menghambat
Sintesis protein
Virus masuk kedalam sel yang sudah
Enzim penghambat Dipengaruhi oleh interferon
Virus diaktifkan

Virus tidak mampu membelah diri


Di sel-sel yang baru dimasukinya
Sitokin Pada Imunitas Nonspesifik
Sitokin Fungsi
IL-1 Mediator pada respons inflamasi terhadap infeksi dan
rangsangan inflamasi lain
IL-6 Berfungsi dalam imunitas nonspesifik dan imunitas spesifik
IL-10 Mengontrol reaksi imunitas nonspesifik dan imunitas
selular
IL-12 Mediator utama imunitas nonspesifik dini terhadap
mikroba intraselular dan merupakan induktor kunci
dalam imunitas selular, respons imunitas spesifik
terhadap mikroba
Respons inflamasi terhadap bakteri gram-negatif dan
TNF
mikroba lainnya & menimbulkan komplikasi sistemik pada
infeksi berat.

IFN tipe 1 Sudah ada di depan penjelasannya.


Sitokin Pada Imunitas Nonspesifik

Sitokin Fungsi

IL-15 Sebagai respons terhadap infeksi virus

IL-18 Respons terhadap toksin bakteri dan produk mikroba


lainnya
IL-19, IL-20,IL-21, Inflamasi kulit
IL-22, IL-23, IL-24
IFN1
Virus masuk ke Sel ekskresi Interferon berikatan
sel interferon dengan reseptor di sel
yang belum terinfeksi

Sel yang belum terinfeksi


Mengaktifkan menghasilkan enzin-enzim inaktif
makrofag yang mampu memutuskan RNA
messenger virus dan menghambat
sintesis protein

Mengaktifkan sel NK
Enzim
penghambat
virus diaktifkan

Virus tidak mampu


membelah diri di
sel-sel yang baru
dimasukinya
MEKANISME KERJA INTERFERON DALAM
MENCEGAH REPLIKASI VIRUS
Peran makrofag
Makrofag

fagositosis virus bunuh produksi


& sel terinfeksi molekul antivirus
sel terinfeksi (TNF-α,nitrit oksida
virus dan IFN- α )
Peran interferon dan sel NK
Sel jaringan

Sel terinfeksi virus

membunuh sel resisten


terhadap virus

aktivasi sel Interferon induksi


NK resistensi
Respons Imun
Imunitas Spesifik
1. Imunitas Humoral
Efektor dalam imunitas spesifik humoral adalah antibodi. Antibodi
diproduksi dan hanya efektif terhadap virus dalam fase ekstraselular.

• Fungsi Antibodi :
Menetralisasi virus,mencegah virus menempel pada sel dan masuk
ke dalam sel pejamu dimana antibodi berikatan dengan envelop virus
atau antigen kapsid.
• Faktor yang berperan :
• IgA yang disekresi di mukosa berperan terhadap virus
yang masuk melalui mukosa saluran napas dan cerna.
• IgM dan IgG dalam darah sirkuler.
Sekresi M’hambat
IgA respirator multiplikasi virus
Imunitas M’hambat
IgM Darah
humoral masuknya virus ke
sirkuler
IgG dalam sel

IMUNITAS thd
VIRUS
CD4+ Produksi Sitokin

CD8+ M’bunuh sel yang t’infeksi


Imunitas
Selular Febris Suhu tubuh

IFN Melindungi sel dari infeksi

Peran:
Modifikasi sel yg t’infeksi
Mekanisme Respon Imun Humoral dan Selular thd Virus
Jenis Molekul atau Sel Efektor Aktivitas
Respon
Humoral Antibodi (tutma sIgA) Menghambat ikatan virus pd sel pejamu,
sehingga mencegah infeksi atau reinfeksi

Antibodi IgG, IgM dan IgA Menhambat fusi envelop virus dg membran
plasma sel pejamu

Antibodi IgG dan IgM Memacu fagositosis partikel virus


(opsonisasi)

Antibodi IgM Aglutinasi partikel virus

C yg diaktifkan o/ IgG atau Mediator opsonisasi o/ C3b dan lisis partikel


IgM envelop virus
Selullar INF-γ yg disekresi Th/Tc Aktivitas antiviral direk

CTL Memusnahkan selself yg terinfeksi virus

Sel NK dan makrofag Memusnahkan sel terinfeksi virus melalui


ADCC
Sel Virus Dampak
Limfosit B EBV Translokasi dan aktivasi poliklonal sel B
Limfosit T Campak Replikasi dlm sel T aktif
HIV-1 dan 2 AIDS
Makrofag Dengue
Lassa demam berdarah akibat virus
Marburg – Ebola
Faktor- faktor yang
berperan pada infeksi virus
Usia Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Infeksi Virus
Genetik
Jenis Kelamin Jumlah
Sistem Imun Virulensi

HOST AGENT

ENVIRONM
ENT

Vektor
Cara Penularan
Faktor HOST
• Umur
• Jenis kelamin
• Jumlah anggota keluarga
• Status perkawinan
• Jenis pekerjaan
• Ras
• Kebiasaaan hidup
• Daya tahan tubuh
Faktor AGENT
• Pathogenicity
kemampuan menimbulkan reaksi pada jaringan tubuh
• Virulensi
- derajat kerusakan yang ditimbulkan kuman
- ukuran keganasan kuman
• Antigenicity
kemampuan merangsang mekanisme pertahanan tubuh
penjamu
• Infectivity
kemampuan mengadakan invasi, adaptasi, & berkembang
biak dalam tubuh penjamu
Faktor ENVIRONMENT
• Lingkungan Fisik
• Lingkungan Biologi
• Lingkungan Sosial-Ekonomi
Beberapa faktor yang mempengaruhi pertahanan
tubuh :
1. Usia
Contoh : - influenza lebih parah diderita pada older
people dari pada young adults
- infeksi herpes simplex virus lebih parah
diderita pada neonatus dari pada orang dewasa
2. Kortikosteroid
Peningkatan kortikosteroid merupakan faktor
predisposisi infeksi beberapa virus
Contoh : - varicella zoster virus, penggunaan
topikal kortisone pada penyakit herpetic keratitis
3. Malnutrisi
malnutrisi menyebabkan penurunan produksi
imunoglobulin
PERAN DALAM SISTEM IMUN
Vit B6 Intake adekuat mempertahankan respon Th1
Folat Mempertahankan imunitas nonspesifik(akivitas sel NK)
Vit B12 Sebagai imunomodulator pd imunitas selular(NK, CD8+ & limfosit T)
Vit C Peran dalam antimikrobial dan aktivitas sel NK,proliferasi
limfosit,kemotaksis dan respon DTH( delayed type hypersensitivitas )

Vit A Peran dalam respons antibodi dan seluler,respons anti inflamasi TH2
Vit D Peran dalam proliferasi dan diferensiasi sel.
Semua sel sistem imun kecuali sel B mengekspresikan reseptor Vit D
Meningkatkan imunitas non-spesifik
Vit E Antioksidan terpenting.
Produksi faktor supresif imun yang menurun
Mengoptimalkan dan meningkatkan respon imun(Th1)
Diagnostik
Pemeriksaan
Metode Diagnosa Infeksi Virus
1. Menentukan / menemukan virus & konstituentnya
– Menemukan antigen virus
– Intrasel (RSV)
– Ekstrasel / darah (HBV, HIV)
– Genom Virus
– Partikel Virus Komplit
Cara: PCR, ELISA, Kultur Sel
2. Menemukan Respons Antibodi Spesifik
– ELISA
– FC (fiksasi komplemen)
– Aglutinasi
– HI (hambatan hemaglutinasi)
– IF (imunofluoressen)
– Neutralisasi
– Imuno Blot
Pemeriksaan

• Menemukan Genom Virus


• Teknik DOT-BLOT
• Southern Blot hibridasi
• Polymerase Chain Reaction (PCR)

• Diagnosa cepat infeksi virus dengan:


• Mikroskop Elektron
• Teknik Fluorescent Antibodi
• Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
• Deteksi IgM spesifik
• Nicleic acid hybridization
• PCR
Teknik Immunofluoresens
• Prinsip dari cara ini adalah mengenal antigen virus
yang terdapat dalam hapusan atau irisan jaringan
yang bereaksi dengan antibodi yang mengandung zat
warna fluoresens sehingga akan bersinar di bawah
pengamatan mikroskop fluoresens.

ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)


• Dengan metode yang baru ini, maka baik antigen
maupun antibodi dapat dideteksi dengan lebih mudah.
Sesuai dengan prosedur dari Voller yang sudah
dimodifikasi
ELISA : pemeriksaan yang digunakan untuk menemukan
antibodi.
• antigen diikat benda padat  ditambah antibodi yang akan
dicari
• Ditambahkan lagi antigen yang bertanda enzim, seperti
peroksidase dan fosfatase
• Ditambahkan substrat kromogenik yang bila bereaksi dengan
enzim dapat menimbulkan perubahan warna.perubahan warna
yg terjadi sesuai dengan jumlah enzim yang diikat dan seusi
pula dengan kadar antibodi yang dicari
IMUNOBLOTTING : digunakan untuk memeriksa
molekul dalam campuran biokimiawi yang kompleks.
• Analisa western blot digunakan utk menentukan kuantitas relatif
& berat molekul protein dalam campuran protein / molekul lain.
• Campuran pertama kali dipisahkan secara analitikal, biasanya
dengan SDS-PAGE, agar posisi akhir berbagai protein dalam gel
merupakan fungsi dari besar molekulnya ditransfer ke matriks lain
dan molekul yang diinginkan ditemukan dgn cara ELISA / RIA.
• Pada esai ini digunakan untuk menentukan adanya antibodi
terhadap bahan yang terinfeksi dan menganalisa susunan DNA
• Diagnosis laboratorium
– Mendeteksi komponen dari virus
– Mendeteksi respon imun thdp virus
• Specimen collection, treatmeny of speciment
• Virus isolation
• Direct examination
• Electron microscopy
• Antigen detection
Pemeriksaan Penunjang

Menemukan Menemukan Menemukan Menemukan


Virus Antigen Antibody As. Nukleat

- Kultur - Direct ELISA - Indirect ELISA


- Direct - Indirect FIA
Virus - PCR
Fluorescene - Titer Antibody
Immuno - Hemmaglunation
Assay assay
Specimen collection
treatment of specimens
• Spesimen yg terbaik  diambil pada saat awal
sakit  ketika virus belum terikat dg antibodi
• Suhu tmpt penyimpanan spesimen 40C
• Transport disimpan – 700C
• Spesimen jaringan  segar & beku, tanpa
formalin & fiksasi lain
• Medium virus harus mempunyai stabilitas dg
sumber protein essential, bebas dari antibodi
Spesimen - spesimen yang dapat digunakan
untuk mendiagnosa virus
Respiratory
Nasopharyngeal secretions Respiratory syncytial virus
Endotracheal secretions Adenovirus, and Parainfluenza
Lung biopsy Measles
Throat swab
Skin
Vesicles HSV
Pustules VZV
Biopsy Vaccinia
Eye
Tears HSV
Tissue VZV, and Adenovirus
Genitourinary
Urine CMV
Cervical/Vaginal/Urethral
Secretions HSV
Virus isolation
Keuntungan:
• Mempunyai spesifisitas
• Sensitivitas meningkat tanpa kehilangan spesifisitas
• Single infection virion  Kultur (+)
• Identifikasi penyebab sehingga mempermudah penyembuhan

Kerugian:
• Prosesnya lama
• Intensive, mahal, butuh tenaga profesional & berpengalaman
• Butuh kultur sistem
Antigen detection
• Immunofluorescence
• Solid phase immunoassay, RIA, EIA
• Nucleic acid hybridization
• Antibody measurement
• Standart serologic procedures  CF, HI, PHA
• Metode terbaru:
– Solid phase indirect EIA  ELISA
– Latex agglutination tests
Pemeriksaan Lab Virus
• Serologi:
menemukan Ab spesifik:
• ELISA
• Fiksasi komplemen
• Hambatan hemaglutinasi
• Imunofluoressen
• Netralisasi
• Imunoblot
menemukan Ag virus dalam lesi dengan menggunakan Ab:
ELISA, IF, PCR.
menemukan genom virus: PCR, Hibridasi.

• Partikel virus komplit: dgn mikroskop elektron atau imun


mikroskop elektron.

• Pemeriksaan histologik jaringan


Diagnosis Lab
• Identifikasi dalam Kultur Sel
- Keberadaan virus dalam spesimen pasien dapat dideteksi
dengan adanya CPE (Cytophatic Effect) dalam kultur sel
- CPE  perubahan wujud dari sel yang terinfeksi virus, baik
ukuran, bentuk & fusi dari sel untuk membentuk sel raksasa
multinuklear (syncytia)  manifestasi dari sel yang terinfeksi
virus yang sekarat / mati
- Jika virus tidak memproduksi CPE, keberadaannya dapat
dideteksi dengan :
• Hemadsorption  menggabungkan eritrosit pada
permukaan sel yang terinfeksi virus. Teknik ini terbatas
pada virus dengan dengan protein hemaglutinin pada
envelopnya (seperti pada gondong, prainfluenza, &
influenza
• Mencampur dengan formasi CPE dan virus ke2
cth : virus Rubella  tidak menyebabkan CPE  dapat
dideteksi dengan mencampur dengan formasi CPE dari
enterovirus tertentu
Diagnosis Lab
• Penurunan produksi asam oleh sel terinfeksi yang
sekarat  dideteksi secara visual dengan perubahan
warna dalam phenol red (indikator pH) dalam media
kultur. Indikator menjadi merah jika ada sel yang
terinfeksi dan kuning apabila tidak (untuk deteksi
enterovirus)
• Identifikasi spesifik virus dapat dibuat dengan
menggunakan Antibodi yang sudah diketahui dalam 1
atau beberapa tes :
• Fiksasi Komplemen
Jika Ag (virus yang tidak diketahui dalam cairan kultur)
& Ab yang diketahui homolog, C akan diikat pada
kompleks Ag-Ab  hal ini membuat ketidakmampuan
untuk melisiskan indikator sistem, yang dikomposisikan
dengan sel darah merah yang sudah disensitisasi.
Diagnosis Lab
• Hemaglutination Inhibition
Jika virus & Ab homolog  virus akan diblok dari
serangan kepada eritrosit  tidak hemaglutinasi.
(Hanya virus yang mengaglutinasi sel darah
merah yang dapat diidentifikasi dengan metode
ini)
• Netralisasi
Jika virus & Ab homolog  Ab terikat pada
permukaan virus  memblok masuknya virus ke
dalam sel.
• Fluorescent Ab assay
Jika sel yang terinfeksi virus & Ab yang sudah
difluororesensi homolog  akan terlihat
warna hijau apel dari flourescent dalam sel
(menggunakan mikroskop UV)
Diagnosis Lab
• Radioimmunoassay
Jika virus & Ab homolog  lebih sedikit Ab yang
terikat pada virus yang diketahui dan diradioaktif
• ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)
Dalam ELISA  Ab yang diketahui diikat pada
permukaan. Jika virus ada dalam spesimen pasien 
akan terikat pada Ab.
• Imunoelectron Microscopy
Jika Ab dan virus homolog  agregat dari kompleks
virus-Ab terlihat dalam mikroskop elektron
Diagnosis Lab
• Identifikasi mikroskopik
• Virus bisa dideteksi dan diidentifikasi dengan
pemeriksaan mikroskopik langsung dari spesimen
klinik seperti materi biopsi atau lesi kulit
• Prosedur:
• Mikroskop cahaya
mengungkap badan inklusi atau sel raksasa multinuklear
contoh: pewarnaan Tzanck  menunjukan virus herpes,
menginduksi sel raksasa multinuklear dalam lesi kulit
vesikular
• Mikroskop UV
pewarnaan fluorescent Antibodi dari sel yang terinfeksi virus
• Mikroskop elektron
deteksi partikel virus yang bisa diketahui dari ukuran dan
morfologinya
Diagnosis Lab
• Serologis procedures
• Peningkatan titer Ab untuk virus bisa digunakan untuk
mendiagnosis infeksi tertentu
• Sampel diambil segera setelah penyebab virus diduga
(fase akut) dan sampel kedua diambil 10-14 hari
kemudian (fase convalescent). Jika titer pada fase
convalescent min 4x titer sampel fase akut  pasien
dipertimbangkan terinfeksi
• Titer Ab pada sampel tunggal tidak bisa membedakan
infeksi sebelumnya dan infeksi sekarang
• Pada beberapa penyakit virus, keberadaan Ab IgM
digunakan untuk diagnosis infeksi saat ini
Diagnosis Lab
• Detection of viral Ag
• Ag virus bisa dideteksi dalam darah pasien atau
cairan tubuh dengan beberapa test, tapi yang
tersering ELISA (contoh: Ag p24  HIV)
• Detection of viral nucleid acids
• Asam nukleat virus, gen virus, atau mRNA virus bisa
dideteksi dalam darah pasien atau jaringan dengan
complementary DNA atau RNA (cDNA atau cRNA)
• Jika hanya sejumlah kecil asam nukleat virus yang
ada dalam pasien  PCR bisa digunakan untuk
memperbesar asam nukleat virus
• Pemeriksaan untuk RNA dari darah pasien HIV (viral
load) biasa digunakan untuk memonitor penyebab
penyakit dan mengevaluasi prognosis pasien
PCR (POLYMERASE CHAIN
REACTION )
• Merupakan tes DNA cepat dan sensitif yang
dilakukan pada DNA yang mengandung
virus,bakteri,dan parasit apapun.
• Setelah dilakukan eksploitasi
DNA,pemeriksaandilanjutkan dengan pemberian
senyawa spesifik tertentu sehingga terbentuk
fluoresensi dan dicocokkan dengan variabel kontrol
yang ada.
Ada 4 jenis PCR:
1.DNA binding flourophores
2.Duel Labelled probes
3.Molecular beacons
4.Self fluorescing amplicons
Tatalaksana
(famakologi dan non-
farmakologi)
Penggolongan Obat Anti
Virus
Penatalaksanaan Beberapa contoh antivirus
Senyawa Mekanisme kerja Spektrum antivirusnya

Yang disetujui1 kemungkinan2

Asiklovir Dimetabolisme menjadi Herpes simplex Epstein-barr


asiklovir trifosfat, yang varicella-zoster Herpes B (herpes
menghambat DNA sitomegalovirus simiac)
polimerase virus
Valasiklovir Sama dengan asiklovir Herpes simplex
varicella-zoster
sitomegalovirus
Gansiklovir Dimetabolisme menjadi Sitomegalovirus Herpes simplex
gansiklovir varicella-zoster
Epstein-Barr,
human herpesvirus
8, herpes B
Senyawa Mekanisme kerja Spektrum antivirusnya

Yang disetujui1 kemungkinan2

Pensiklovir Dimetabolisme menjadi Herpes simplex


pensiklovir trifosfat yang
menghambat DNA
polimerase virus
Famsiklovir Sama dengan pensiklovir Herpes simplex Hepatitis B
varicella-zoster
Foskarnet Mengahambat DNA Sitomegalovirus Herpes simplex
polimerase virus dan varicella-zoster
reverse transcriptase Epstein-Barr,
pada tempat ikatan human herpesvirus
pirofosfat 8, herpes B
Senyawa Mekanisme kerja Spektrum antivirusnya
Yang disetujui1 kemungkinan2

Ribavirin Mengganggu mRNA virus Demam Lassa, Parainfluenza,


hantavirus, influenza A dan
Respiratory B, cacar air,
Synctytial Virus hantavirus
(RSV), hepatitis C
(pada kasus kronik
dalam kombinasi
dengan interferon
alfa)

Lamivudin Hambat DNA polimerase Hepatitis B


dan reverse transcriptase (kronik), HIV-1
virus
Amantadin Hambatan ion protein M2 Influenza A
dan modulasi pH intrasel
Senyawa Mekanisme kerja Spektrum antivirusnya
Yang disetujui1 kemungkinan2

Rimantadin Hambatan kanal ion Influenza A


protein M2 dan modulasi
pH intrasel

Interferon Induksi enzim seluler Hepatitis B Hepatitis D


alfa yang mengganggu Dan C, human
sintesis protein virus herpesvirus B,
papilomavirus
NRTI Menghentikan HIV (dan retro
perpanjangan rantai DNA virus lain)
virus, dengan cara
bergabung pada ujung 3’
rantai DNA virus
NNRTI Menghambat HIV-1 Hiv-1
Reverse transriptase
melalui interaksi dengan
allosteric poket site.
Pencegahan Primer
• Melakukan imunisasi dasar dan imunisasi booster
sesuai usia
• Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
• Membasmi vektor yang dpt menyebabkan infeksi
virus
Jenis Imunisasi
VACCINE BACTERIAL VIRAL
Whole cell : Whole virus :
BCG measles, mumps, rubella,
ATTENUATED varicella, OPV, rotavirus, yellow
fever

Whole cell : Whole virus :


Pertussis, typhoid, cholera Influenza, IPV, rabies, hepatitis A
Toxoid : Recombinant surface Ag :
Tetanus, diptheria, pertussis Hepatitis B
Surface Ag :
INACTIVATED A-cellular pertusis
Polysaccharide : Sub unit :
Meningococcus, pneumococcus Hepatitis B, influenza
Conjugate polysaccharide :
Haemophilus influenza type b
Sifat Vaksin Virus
Virus Vaksin Asal Pelemaha
n
Variola Vaccinia Kulit sapi +
Demam kuning 17D Embrio ayam +
Poliomielitis Sabin 1,2,3 Sel WI 38 +
Morbili Schwarz Fibroblas ayam +
Rubella RA 227/3 Sel WI 38 +
Cendehill Ginjal monyet +
Parotitis Jeryl Lynn Fibroblas ayam +
Rabies Pitman- Sel WI 38 -
Moore
Influenza A2 (H3N2) Embrio ayam -
Adenovirus Strain 4,7 Sel WI 38 -
Hepatitis B Antigen Plasma -
permukaan Rekombinan -
Sifat Vaksin Virus
Virus Inaktivasi Pemberian
Variola - Intrakutan
Demam kuning - Subkutan
Poliomielitis - Oral
Morbili - Subkutan
Rubella - Subkutan
- Subkutan
Parotitis - Subkutan
Rabies Beta propionilakton Intramuskular
Influenza Formalin dan desoksikolat Subkutan
Adenovirus - Oral
Hepatitis B Formalin, panas Intramuskular
- Intramuskular
Pencegahan sekunder
• Mengobati penyakit yg diakibatkan virus agar tidak
terjadi komplikasi
• Mempertahankan daya tahan tubuh agar proses
imunitas tubuh dapat berfungsi baik
• Penggunaan antivirus utk profilaksis
Pencegahan Tersier
• Menciptakan lingkungan yang sesuai untuk
pemulihan pasien
• Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
• Surveilance penyakit menular dan investigasi
wabah
• Rehabilitasi medic : membatasi berlanjutnya suatu
penyakit atau kecacatan dengan upaya pemulihan
seorang yang telah menderita agar ia dapat hidup
tanpa bantuan orang lain atau hidup mandiri.
Pencegahan quartier
• Menghindari intervensi / penggunaan obat
berlebihan.
DHF
• Diagnosis klinis :
Ditandai demam akut, trombositopenia, perdarahan ringan-
berat, kebocoran plasma : hemokonsentrasi, efusi pleura,
hipoalbuminemia.

• Diagnosis DBD (menurut kriteria WHO 1999)


Secara Klinis :
1. demam tinggi mendadak selama 2 – 7 hari
2. manifestasi perdarahan minimal tes torniquet + (petekia,
epistaksi, hematemesis dll)
3. hepatomegali
4. tanda-tanda syok : nadi kecil & cepat, hipotensi, gelisah,
akral dingin, sianosis sekitar mulut.
• Laboratorium :
1. Hemokonsentrasi (Ht fase akut meningkat
>20%fase konvalesen)
2. Trombositopenia (< 100.000/uL)
Diagnosis DBD/SSD ditegakkan bila ditemukan
minimal 2 gejala klinik + 2 kelainan lab.
Menurut WHO beratnya
DBD dikelompokkan :
• Derajat (grade) I : demam tanpa gejala khas + tes
tourniquet (+)
• Derajat (grade) II : derajat I + manifestasi
perdarahan spontan
• Derajat (grade) III : derajat II + hipotensi (SSD)
• Derajat (grade) IV : derajat III + syok (SSD)
• Pada awal perjalanan penyakit, DBD memiliki
kecenderungan perdarahan yang berupa satu atau
lebih manifestasi di bawah ini, yaitu :
1. Uji bendungan (Tourniquet) positif
2. Perdarahan kulit (Petekie, ekimosis atau purpura)
3. Perdarahan mukosa (perdarahan hidung
(epistaksis), perdarahan gusi)
4. Muntah darah (hematemesis) atau buang air besar
darah (melena).
5. Hitung trombosit rendah (trombositopenia =
hitung trombosit < 100.000/mm3)
6. Pemekatan darah (hemokonsentrasi) sebagai
akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler
dengan manifestasi satu atau lebih yaitu:
• Peningkatan hematokrit (Ht) sesuai umur dan jenis
kelamin > 20% dibandingkan rujukan atau lebih baik
lagi data awal pasien.
• Penurunan hematokrit 20 % setelah medapat
pengobatan cairan.
• Tanda perembesan plasma, yaitu efusi pleura, asites
atau proteinuria.
Daftar Pustaka
• Campbell, Reece-Mitchell. Edisi Ke 5 Jilid 1.
• Chernecky CC & Berger BJ. Laboratory Tests and
Diagnostic Procedures 5th edition. Saunders-
Elsevier, 2008
• Dorland Medical Dictionary, 28th Edition.
• www.who.int
Daftar Pustaka
• Maldonado Y. Campak. Dalam: Wahab AS (editor). Nelson Ilmu Kesehatan Anak, edisi
ke -15. Jakarta: EGC, 2000. 1608-71
• Jawetz, Melnick JL, Adellberg’s EA. Infeksi Virus Campak. Dalam: Brooks GF, Ornston
LN, Irawati (editors). Mikrobiologi Kedokteran, edisi ke 20. Jakarta: EGC, 1996. 542-47
• Soegijanto S. Ilmu Kesehatan Anak penyakit Tropik dan Infeksi. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI, 2000. 125-40
• Tumbelaka AR, et al. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: Badan
penerbit IDAI, 2004. 95-98
• Ray CG. Campak (Rubeola). Dalam: Braudwald, Fauci, Isselbacher KJ, Kasper, Wilson
(editors). Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke-13. Jakarta: EGC,
1999. 933-32
• Mereinsten GB, et al. Penyakit Infeksi virus dan Riketsia. Dalam: Buku Pegangan
Pediatri, edisi ke-17. Jakarta: Widya Medika, 2002.289-93
• Rampengan TH dan Laurentz IR. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta:EGC,
1993. 91-99
• Hassan R, et al. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta: Bagian Ilmu KesehatanAnak
FKUI, 1997. 624-28

Вам также может понравиться