Вы находитесь на странице: 1из 57

WITRI PRATIWI, dr., M.Kes.

DEPARTMENT OF COMMUNITY MEDICINE & PUBLIC


HEALTH
MEDICAL FACULTY, UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
• Hearing actually enhances the sense of sight
• Visually impaired older adults are more likely to also
experience hearing loss
• Vision and hearing loss go hand in hand with
cognitive decline
• Healthy eyes and ears — along with joints, muscles,
and brain — help keep steady on feet
 Globally, at least 2.2 billion people have a vision
impairment or blindness, of whom at least 1 billion have a
vision impairment that could have been prevented or has
yet to be addressed.
 This 1 billion people includes those with moderate or severe
distance vision impairment or blindness due to
unaddressed refractive error, as well as near vision
impairment caused by unaddressed presbyopia.
 Globally, the leading causes of vision impairment are
uncorrected refractive errors and cataracts.
 The majority of people with vision impairment are over the
age of 50 years.
• Cataract 0.78%
• Glaucoma 0.20%
• Refractive abnormalities 0.14%
• Retinal disorders 0.13%
• Diabetic retinopathy
• Corneal abnormalities
0.10%
• Vitamin A deficiency
• Trachoma
CATARACT
• A cloudy or opaque area in the normally clear lens of the eye.
• Most cataracts develop in people over age 55, but they occasionally
occur in infants and young children.
• Usually cataracts develop in both eyes, but one may be worse than the
other.

Types:
•Nuclear cataract is located in the center
of the lens. The nucleus tends to darken,
changing from clear to yellow and
sometimes brown.
•Cortical cataract affects the layer of the
lens surrounding the nucleus. The cataract
looks like a wedge or a spoke.
•Posterior capsular cataract is found in
the back outer layer of the lens. This type
often develops more rapidly.
 Blurred or hazy vision
 Reduced intensity of colors
 Increased sensitivity to glare from lights, particularly
when driving at night
 Increased difficulty seeing at night
 Change in the eye's refractive error, or prescription
 Most cataracts are due to age-related changes in the
lens of the eye
 Diabetes Mellitus
 Drugs:
 Corticosteroids
 Chlorpromazine and other phenothiazine-related
medications
 UV radiation
 Smoking
 Alcohol
 Nutritional deficiency: low levels of antioxidants (for
example, vitamin C, vitamin E and carotenoids)
 Eyes infection and injury
While there are no clinically proven approaches to
preventing cataracts, simple preventive strategies include:
Reducing exposure to sunlight through UV-blocking lenses
Decreasing or stopping smoking
Increasing antioxidant vitamin consumption by eating
more leafy green vegetables and taking nutritional
supplements

Early detection
DM patient: glucose control and take medication regularly
Health promotion
CONGENITAL CATARACT
Congenital cataracts usually are diagnosed in newborns.

Etiology:
•Intrauterine infections (rubella
(the most common), rubeola,
chicken pox, cytomegalovirus,
herpes simplex, herpes zoster,
poliomyelitis, influenza, Epstein-
Barr virus, syphilis, and
toxoplasmosis).
•Metabolic disorders
•Genetically transmitted
syndromes: 23% of congenital
cataracts are familial.
• Genetic: All close family members should be examined
• Maintaining the health of pregnant women; TORCHS
screening
• Removal of the cataract
• Glaucoma screenings.
• Visual rehabilitation : Refractive correction
• Screening for amblyopia, retinal detachment, or glaucoma
 0.78% blindness due to cataracts that are not treated in
Indonesia and in the 2014 national survey reported a cataract
prevalence of 1.8% and most cases were found in South East
Asia
 Cataracts were the most common events compared to glaucoma
disease (increased eye pressure), disorders in the cornea and
disorders / diseases in the posterior segment of the eyeball.
 Indonesian people tend to suffer from cataracts 15 years faster
than in subtropical areas.
 16-22% cataract surgery before 56 y.o.

 The need for cataract operations in Indonesia is 240,000 people /


year. The available services are estimated to only be able to
serve cataract operations 180,000 people / year.
KELAINAN REFRAKSI
• Morbiditas penyakit mata tertinggi
• 22,1% penduduk mengalami
kelainan refraksi.
• 5-10%  pada anak usia SD
• Presbiopia terjadi lebih dini.
• Penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat.
• Deteksi dini  pemeriksaan tajam penglihatan.
• Kerjasama dg berbagai pihak dlm deteksi dini
dan tatalaksana  Pemda, organisasi profesi,
optik, pihak sekolah.
• Pelatihan terhadap guru & tenaga kesehatan utk
deteksi dini di sekolah.
Trial lens & trial frame

E Chart

Snellen
Chart
Landolt C
XEROPTHALMIA
• Xeros: Kering; Opthalmia: Mata  Mata kering
Kelainan pd mata akibat kurang vit A
• Vit A  menghasilkan sel fotoreseptor di retina &
memberikan nutrisi pada mata.
• XN : Night
Blindness/Buta senja
(Nyctalopia)
• X1A : Xerosis
Conjungtiva
• X1B : Bercak Bitot
• X2 : Xerosis kornea
• X3A : ulcus cornea
<1/3
• X3B : ulcus cornea
>1/3
• XS : corneal scars
• XF : xeropthalmic
fundus (pd orang
dewasa)
EPIDEMIOLOGI DEFISIENSI
VITAMIN A

• Kurang vit A sbg masalah kesehatan masyarakat  bila


prevalensi xeropthalmia >0,5% & serum retinol <20µg/dl
sebesar 15%.

• Data Puslitbang Gizi dan Makanan Depkes RI pada


Tahun 2006 Balita dengan Serum Retinol <20µg/dl
sebesar 14,6%.
• Bayi & anak:
 BBLR <2,5 kg.
 Tidak mendapat ASI
 MPASI tidak sesuai
 Gizi kurang
 Menderita infeksi
• Bulan Kapsul Vitamin A  Suplementasi Vitamin A setiap
bulan Februari dan Agustus.
• Ibu nifas  baru melahirkan sampai 6 minggu
setelah kelahiran bayi (0- 42 hari).
• Ibu nifas harus diberikan kapsul Vit A dosis
tinggi karena:
 1 kapsul Vit A merah  meningkatkan
kandungan Vit A dlm ASI selama 60 hari.
 2 kapsul Vitamin A merah  menambah
kandungan Vit A dlm ASI sampai bayi berusia
6 bulan.
 Kesehatan ibu cepat pulih setelah melahirkan
 Mencegah infeksi pada ibu nifas
Diberikan pada masa nifas sebanyak 2 kali, yaitu:
•1 kapsul Vit A diminum segera setelah persalinan.
•1 kapsul Vit A kedua diminum 24 jam sesudah
pemberian kapsul pertama.

Catatan : Jika sampai 24 jam setelah melahirkan ibu


tidak mendapat vitamin A, maka kapsul Vit A dpt
diberikan pd kunjungan ibu nifas.
• Dilakukan oleh dokter, bidan, perawat, petugas gizi &
kader terlatih.

• Tempat pemberian:
a) Sarana fasilitas kesehatan (RS, Puskesmas, Pustu, Polindes,
Balai pengobatan, praktek dokter, bidan swasta).
b) Posyandu
c) PAUD, TK, tempat penitipan anak
Apa yg hrs dilakukan tenaga
kesehatan?
• Mengetahui jumlah sasaran & menghitung kebutuhan
kapsul vit A.
• Mengupayakan cakupan distribusi kapsul vit A 100%.
• Melaporkan kasus Xeroftalmia.
• Mengadakan pelacakan ke daerah kasus.
• Menindak lanjuti laporan bila ditemukan kasus BGM,
campak, kelainan mata yang dicurigai.
Apa yang harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan?
 Semua anak dengan kasus Bawah Garis Merah,
infeksi/ campak, harus dilakukan:
o Anamnesa pola makan
o Anamnesa gejala awal Kurang Vit A: buta senja
o Pemeriksaan mata

 Berikan perhatian khusus pada balita yang:


o Keluarga miskin
o Diasuh bukan oleh ibunya
o Daerah pengungsian
o Jarang ke posyandu/puskesmas
Bila ada Kejadian Luar Biasa (KLB) campak dan infeksi lain,
maka suplementasi vitamin A diberikan pada :

•Seluruh balita yang ada di wilayah tersebut  1 kapsul


Vitamin A dengan dosis sesuai umurnya.
•Kecuali Balita yang telah menerima kapsul Vitamin A dalam
jangka waktu kurang dari 30 hari pada saat KLB.
TATALAKSANA

 Kapsul Vit A:
1. Hari pertama (saat ditemukan) 1 kapsul vit A sesuai umur
 Bayi ≤5 bln: ½ kapsul biru
 Bayi 6-11 bln: 1 kapsul biru
 Anak 12-59 bln: 1 kapsul merah

2. Hari kedua  1 kapsul vit A (sesuai umur)


3. 2 minggu kemudian 1 kapsul vit A (sesuai umur)

 Tetes mata antibiotik (tanpa kortikosteroid) pada penderita X2, X3A,


X3B.
 Sertakan dengan perbailkan gizi, pengobatan infeksi sistemik, dan
penyuluhan keluarga.
 XN, X1A, X1B, X2  rujuk ke puskesmas, mata masih dpt disembuhkan
 X3A, X3B, XS  segera rujuk ke dokter spesialis mata/RS/BKMM
STRATEGI INTI
1. Kontrol terhadap penyakit
Memfasilitasi pelaksanaan program-program khusus untuk
mengontrol dan mengobati penyebab utama kebutaan.
2. Pengembangan sumber daya manusia
Pelatihan bagi dokter mata dan perawatan mata lainnya untuk
memberikan perawatan mata.
3. Infrastruktur dan pengembangan teknologi tepat guna
Membantu peningkatkan infrastruktur dan teknologi untuk
pelayanan kesehatan mata yang selalu tersedia dan mudah
diakses.
RISKESDAS 2013: penduduk Indonesia usia 5 tahun ke atas :
•2,6% mengalami gangguan pendengaran
•0,09% mengalami ketulian
•18,8% ada sumbatan serumen
•2,4% ada sekret di liang telinga

Prioritas program pencegahan ketulian di Indonesia difokuskan pada penyakit


yang dapat dicegah, yaitu tuli kongenital, sumbatan serumen, Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK), gangguan pendengaran akibat bising, dan
Presbikusis.
 Mendengar dapat
menyerap 20%
informasi, lebih besar
dibanding membaca
yang hanya menyerap
10% informasi.
 Gangguan pendengaran
mengakibatkan anak
sekolah sulit menerima
pelajaran, produktivitas
menurun dan biaya
hidup tinggi.
1. Pengendalian faktor risiko dan penguatan Komunikasi, Informasi, dan
Edukasi (KIE) kesehatan kepada masyarakat
2. Kegiatan skrining atau deteksi dini pada kelompok berisiko melalui
kegiatan pos pembinaan terpadu (Posbindu) yang dilaksanakan oleh
kader kesehatan
3. Penguatan akses masyarakat pada layanan kesehatan yang komprehensif
dan bermutu.
4. Upaya kuratif rehabilitatif dengan penguatan sistem pembiayaan
kesehatan.
 Tuli akibat bising  berhubungan dengan pekerjaan.
 Faktor penentu:
 Intensitas  dB
 Frekuensi  jumlah getaran per detik (Hz)
 Lama paparan bising perhari
 Kumulatif paparan bising (masa kerja)

 85 dB  merusak organon corti


 Sementara menetap
• Penggantian : mesin yg tingkat bising tinggi
• Isolasi : sound box, sound enclosure
• Pembatasan transmisi sumber bising (Sound Barrier :
sound proof materials)
• Disain Akustik : sound absorbent materials
• Rotasi tempat kerja
• Pengaturan Produksi : hindari bising konstan
• Gunakan kontrol dan monitor kebisingan
• Training Program konservasi Pendengaran : Fungsi
pendengaran dan perlindungannya
• Tes Audiometri
Earmuffs & Helmet Earplugs
PRESBIKUSIS
• Tuli Sensorineural
• Karena proses penuaan pada sistem auditorik
• Terjadi secara bertahap
• Awalnya mempengaruhi kemampuan untuk mendengar
suara bernada tinggi (frekuensi lebih tinggi).
• Seiring waktu, menyebabkan individu tidak dapat
mendengar dengan jelas suara pada frekuensi yang
semakin rendah.

Dampak
 Kesehatan
 Sosial ekonomi
 Malas berkomunikasi
 Emosional
 Mengisolasi diri
• Survei Kes Indera Pendengaran tahun 1994 -1996
di 7 Propinsi prevalensi presbikusis sebesar 2.6 %.
• Indonesia : tahun 2005 ; usia > 60 thn 19.9 juta
(8.48 %)
• Jabar : tahun 2005 ; 1.04 juta
• Tahun 2025 jumlah tsb menjadi 4 x lipat dari tahun
1990,merupakan jumlah tertinggi di dunia.
REHABILITASI

Alat bantu dengar ( ABD)  memperkeras (amplifikasi)


bunyi yang ada disekitar penderita.
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
(OMSK)

 Peradangan mukosa telinga tengah disertai keluar cairan


dari telinga tengah melalui perforasi membran timpani.
 Cairan bisa encer atau kental, bening atau berupa pus.
 Cairan keluar dapat terus menerus atau hilang timbul.
EPIDEMIOLOGI OMSK

 Prevalensi di negara berkembang tinggi: 12-46%.


 Indonesia: Survei Depkes 1993-1996 di 7 provinsi
prevalensi OMSK 3,1% (6.637.000 penduduk)  Kriteria
WHO 2005: high prevalence.
 Usia terbanyak: 7-18 tahun
 OMSK Tipe Jinak/ Mukosa
TIPE OMSK  OMSK Tipe Maligna
OMSK TIPE MALIGNA

 Perforasi di attik atau


marginal
 Bau sekret khas (busuk)
 Destruksi tulang
 Komplikasi:
ekstrakranial: gangguan
pendengaran, paresis n.
fasialis
intrakranial (abses otak,
meningitis, hidrosefalus,
dll)
PENANGGULANGAN

 Promosi dan penyuluhan kesehatan


 Meningkatkan upaya deteksi dini:
Alat diagnostik OMSK di puskesmas (head
lamp, otoskop, garpu tala).
 Memberikan pelatihan kepada tenaga medis,
kader & guru.
 Fasilitas RS rujukan  jumlah dokter Sp. THT
& fasilitas operasi telinga.
 Gangguan telinga akibat sumbatan kotoran telinga atau impaksi
serumen merupakan gangguan pendengaran yang sering muncul
pada segala usia, baik anak-anak, dewasa, maupun lansia.
 Proses pembentukan serumen pada dasarnya merupakan proses
fisiologis yang merupakan produk dari kelenjar seruminosa yang
terdapat pada liang telinga. Dalam kondisi tertentu, serumen
dapat menimbulkan penyumbatan liang telinga yang dapat
mengakibatkan gangguan pendengaran
 Terkadang dapat pula menimbulkan rasa tertekan di telinga,
penurunan ambang dengar, rasa berdenging.
 Pembentukan serumen sangat bervariasi (jumlah & kompisisi)
pada tiap individu
 Kebiasaan mengorek liang telinga yang beresiko menyebabkan
terdorongnya kotoran ke dalam liang.
 Evakuasi dengan pengait serumen (cerumen hook) atau
sendok serumen (cerumen spoon). Biasanya dilakukan
pada jenis serumen yang keras
 Evakuasi dengan teknik Irigasi (pada cerumen yang
dalam dan lunak atau cerumen yang menempel pada
gendang telinga).
 Evakuasi dengan alat penghisap (suction) yang
dihubungkan dengan kanul logam. Dapat dilakukan
pada kondisi cerumen yang lunak
 Evakuasi cerumen dengan penggunaan tetes pelunak
terlebih dahulu (pada kasus serumen yang sangat keras
dan sulit dilkeluarkan dengan pengait ataupun sendok
serumen)
• Promosi kesehatan mengenai
pentingnya menjaga
kesehatan telinga
• Screening penyakit telinga

Вам также может понравиться